Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 30
"Perbuatan kalian sangat bertentangan dengan hukum. Tidakkah berpikir resiko yang bisa saja terjadi?" tegur Tuan Rego seraya menatap bergantian pada dua pria di hadapannya.
"Tuan Derren menginginkan wanitanya. Sebagai bawahan yang baik, sudah seharusnya saya mengabulkan inginnya beliau," jawab Julian dengan sopan. Ekor matanya melirik ke arah samping di mana bosnya sedang duduk sambil tersenyum-senyum sendiri. "Anda bisa melihat sendiri bagaimana kondisinya saat ini. Jika tak dikabulkan, takutnya beliau akan benar-benar menjadi gila."
Tuan Rego berdehem. Yang dikatakan Julian ada benarnya juga. Tetapi haruskah sampai melakukan penculikan? Ini sudah diluar batas kenormalan seseorang yang sedang dimabuk cinta. Tuan Rego tak bisa membiarkan. Harus diberi teguran agar tidak kebablasan.
"Segera nikahi dokter Ailen. Kalian bisa merusak citra baiknya jika tindakan ini tak dipertanggungjawabkan!"
"Baiklah. Kapan Ayah ingin aku menggelar pernikahan itu? Sekarang? Nanti malam? Atau dini hari besok? Kapan pun aku siap."
Derren langsung tersadar dari khayalan begitu sang ayah menyinggung soal pernikahan. "Aku bahkan sudah sangat menginginkan pernikahan itu sejak pertama kali bertemu dengan Ailen. Jadi Ayah, kapan baiknya kami bisa segera bersama? Otakku bisa meledak jika terus berjarak dengan wanitaku. Tolong jawab!"
Julian menarik napas panjang. Sedangkan Tuan Rego, pria tua itu melongo tak percaya. Benarkah yang barusan bicara adalah putranya? Mengapa terlihat tidak waras dan hilang kontrol begini?
(Mustahil sikap Derren berubah hanya karena jatuh cinta pada Ailen. Apa jangan-jangan wanita itu telah melakukan tindakan tak lazim agar bisa mendekatinya?)
"Ayah, aku tahu Ayah sedang memikirkan yang bukan-bukan tentang Ailen. Iyakan?"
"Hmm, memang sulit untuk bisa berbohong di hadapanmu." Tuan Rego tak menampik. "Wajar jika Ayah punya pikiran seperti itu. Sebelumnya kau tidak pernah seperti ini, Derren. Saat bersama Zara, kau selalu menjaga image baik di hadapan keluarga mau pun orang lain. Tetapi sekarang? Kau bahkan tak malu-malu lagi dalam menunjukkan perasaanmu. Kau baik-baik saja 'kan?"
"Aku dan Ailen sudah pernah tidur bersama."
Kriik kriikk kriikk
"Dan aku baru sadar kalau hubungan itu mampu menghadirkan ikatan batin yang sangat mendalam. Ayah jangan khawatir, Ailen selalu menolakku. Dia juga tak pernah meminta pertanggungjawaban atas apa yang pernah tak sengaja kami lakukan. Justru sebaliknya," ucap Derren santai memberitahu ayahnya kalau dia dan Ailen pernah menjalin hubungan one night stand. "Mati-matian Ailen menolak kehadiranku. Makanya aku mengutus Julian untuk menculiknya. Akhir-akhir ini ada bedebah tengik yang terus mendekatinya. Aku khawatir Ailen dibawa kabur."
Kicep. Tuan Rego tak tahu lagi harus berkata apa. Pengakuan jujur Derren membuatnya sangat syok. Kalau ini sih namanya bukan lagi gila, tapi sudah tak tertolong. Putranya butuh psikiater.
"Pertemukan Ayah dengan kedua orang tua dokter Ailen. Masalah ini harus secepatnya diselesaikan!" tanya Tuan Rego tegas mengambil tindakan.
"Ailen yatim piatu."
"Kalau begitu kerabatnya. Atau walinya saja,"
"Dia sebatang kara. Ailen hanya punya aku di dunia ini," dengan penuh percaya diri Derren membuat pengakuan.
"Ada satu lagi, Tuan. Namanya Nona Juria. Dia adalah satu-satunya teman dekat Nona Ailen," ucap Julian ikut menambahkan. Dia jelas tak mungkin lupa dengan sosok dokter yang berani bertengkar dengannya.
Saat semua sedang sibuk membahas ini dan itu, ponsel Tuan Rego berdering. Sontak itu membuatnya menelan ludah begitu tahu siapa yang menelpon.
"Yang mulia ratu sepertinya menyadari ketidakberadaanku di rumah," ucap Tuan Rego seraya memperlihatkan layar ponsel yang terus berkedip. "Haruskah ku sampaikan rencana kita?"
"Biar aku saja, Ayah. Kepercayaan Ibu masih menjadi milik Zara. Kalau tidak dipikirkan dengan matang, takutnya mereka bersekongkol menyerang calon istriku," sahut Derren serius. Dia tahu betul seperti apa perangai ibunya yang kebetulan sangat mudah terhasut ucapan Zara. Jadi harus berhati-hati.
"Ya sudah kalau begitu. Kalian pikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini. Ayah harus segera pulang sebelum yang mulia ratu mengirim pasukan pemanah."
Julian membungkus hormat saat Tuan Rego berlalu dari sana. Setelah itu dia beralih menatap bosnya yang lagi-lagi menggila cinta.
"Langkah apa yang ingin Anda lakukan lebih dulu, Tuan? Jika serius ingin menikah, saya akan segera mengatur semuanya secepat mungkin," tanya Julian.
"Hei, apa maksud pertanyaanmu itu? Tentu aku sangat serius ingin menikahi Ailen. Kenapa kau menunjukkan kesan seolah aku hanya main-main?" protes Derren tak terima. Khayalannya kembali bubar.
"Maaf jika kata-kata saya kurang berkenan di hati Anda. Saya tak bermaksud,"
"Huh!"
Tatapan Derren tertuju pada pintu kamar yang sengaja dikunci dari luar. Di dalam sana Ailen berada. Pasti sedang kesal karena tak diijinkan keluar.
"Julian, aku akan menikahi Ailen secara paksa. Tetapi sebelum mendapatkan restu dari Ibu, kau harus membantuku merahasiakan pernikahan kami. Aku tak ingin mengambil resiko Zara dan Ibu mengamuk lalu menyakiti Ailen."
"Jangan khawatir, Tuan. Masalah ini serahkan saja kepada saya. Yang terpenting sekarang kita harus mengatur acara agar berjalan dengan khidmat meski paksaan." Julian mendekat. Sebuah ide melintas di kepalanya. "Bagaimana jika mendatangkan Nona Juria? Dia adalah satu-satunya teman dekat yang dipunyai Nona Ailen. Siapa tahu dengan keberadaannya di acara pernikahan, itu bisa membuatnya menjadi jauh lebih tenang."
"Culik dia dan bawa kemari. Yang bisa melancarkan rencanaku menikahi Ailen, segera kumpulkan!"
"Baik, Tuan. Saya permisi,"
Sementara itu di dalam kamar, Ailen tengah mengamuk gara-gara dikunci dari luar. Ponsel tak ada, dia bingung bagaimana cara mengabari Juria kalau saat ini dirinya tengah disekap oleh Derren.
Ceklek
"Mati saja kau sana. Dasar penjahat! Aku benci kau, Derren!" teriak Ailen kemudian melemparkan guling ke arah pintu. Napasnya terengah-engah saking dia marah dengan perlakuan pria tersebut. "Apa hakmu menahanku di sini hah?"
"Bersiaplah. Malam ini kita akan menikah," ucap Derren to the point.
"A-apa? Menikah?"
"Ya. Kau senang bukan? Aku pun demikian."
Sekarang bukan lagi tersambar petir, tapi Ailen seperti sekarat mendengar perkataan Derren yang menyebut kalau mereka akan menikah. Sungguh, apakah ini nyata? Kesalahan macam apa yang telah diperbuatnya sehingga dipertemukan dengan sosok manusia yang tak punya rasa malu? Ailen speechless. Saking speechlessnya, otaknya sampai kosong.
"Ailen, aku tahu ini sangat mengejutkan untukmu. Tetapi ketahuilah, aku tulus menyayangimu. Terdengar drama memang karena kita belum lama saling mengenal. Aku sadar akan hal itu," ucap Derren sambil berjalan mendekat ke arah ranjang. Begitu sampai, dia langsung berjongkok di depan Ailen kemudian meraih satu tangannya. "Percintaan kita malam itu memberikan kesan yang sangat sulit untuk ku lupakan. Semua yang ada di dirimu, aku menyukainya. Tolong beri kesempatan untukku mengenalmu lebih dekat ya? Aku janji tidak akan menyakitimu."
" .... "
Ungkapan tulus dari Derren membuat jantung Ailen berdegub kuat. Sorot mata pria ini tak menunjukkan adanya kebohongannya. Derren benar-benar tulus ingin membersamainya. Tetapi menikah? Haruskah? Lalu bagaimana dengan hatinya yang sudah lebih dulu terisi nama orang lain? Ailen dilema.
***