Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
Aku mengabaikan bisik-bisik para pegawai di kantorku yang dengan sangat jelas mempergunjingkan aku dan Reyvan. Sayang mereka tidak tahu jika aku tidak pernah ingin tahu pendapat orang tentangku dan keputusan-keputusan yang aku buat. Para anggota tim yang kupimpin pun seperti memaksakan diri untuk bersikap biasa saja padaku. Namun lagi-lagi kuabaikan.
Sepulang kantor, aku dan Reyvan segera melanjutkan persiapan pernikahan kami. Pertama kali yang kami tuju adalah percetakann. Setelah memilih desain yang cocok untuk kami lalu memesan untuk dicetak sesuai dengan jumlah yang kami sepakati untuk diundang. Setelah dari percetakan, kami membuat reservasi untuk penata rias wajah dan rambut lalu fotografer.
Setelah semua yang kami rencanakan selesai dilaksanakan, kami baru makan malam. Sudah pukul sembilan malam kami duduk di sebuah warung makan dan mulai menyantap makanan kami.
Sehabis makan Reyvan mengantarku kembali ke kost. Syukurlah Antonio tidak ada juga di pantry lantai satu dan dua. Aku lega sekaligus khawatir pula. Selesai mandi kurebahkan tubuhku di kasur dan mulai berselancar di dunia maya melihat bagaimana prosesi pernikahan dilaksanakan.
Tok..tok..tok. Terdengar ketukan di pintuk kamarku, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Ragu-ragu aku menuju pintu kamar dan kubuka sedikit untuk mengetahui siapa tamuku.
Dan ternyata Antonio.
"An, ada apa?" tanyaku.
Antonio tersenyum menyeringai dengan mata setengah tertutup. Bau alkohol menguar dari mulutnya. Antonio mabuk berat.
"Hai, Neta sayang," katanya dengan tatapan tidak fokus dan senyum menyeringai. Antonio tidak dapat mengendalikan dirinya dan terhuyung-huyung meski sudah berpegangan dengan dinding kamar.
"An, kamu mabuk berat. Aku antar ke kamarmu ya,"
Kupapah Antonio dengan melingkarkan lengannya pada pundakku. Kubantu dia menaiki tangga menuju lantai tiga. Dia bersenandung dengan mata setengah tertutup.
Akhirnya sampai juga di kamar Antonio, kubaringkan tubuhnya di kasurnya lalu kbuka sepatunya. Kupaksa tubuh Antonio bergeser le tengah kasur. Belum sempurna aku berdiri setelah bersusah payah menggesernya ke tengah kasur, tiba-tiba saja Antonio menarik tanganku dan menempatkanku di atas tubuhnya. Antonio memeluk tubuhku dengan erat hingga aku tak mampu melepaskan diri meski sudaj mengerahkan tenagaku untuk berontak.
"Aku cinta kamu, Janetta, sangat mencintaimu. Aku begitu bahagia mengetahui kamu masih single dan sangat berharap bisa menjadikan kamu sebagai pendamping hidupku. Tapi mengapa kamu malah menikah dengan orang lain? Jangan tinggalkan aku, Janetta
Huhuhu.."
Antonio menangis dalam mabuknya. Aku hanya diam dan tak menjawab apa-apa. Dan tak lama akhirnya Antonio tertidur dan pelukannya mengendur. Kulepaskan tubuhku dari tubuhnya dan keluar dari kamar Antonio.
Maafkan aku, An. Aku hanya menjalani apa yang harus kujalani. Lupakan aku ya, An. Dan aku juga akan melupakanmu. Mari jalani hidup masing-masing. Biarlah semua kenangan di antara kita menjadi pengingat yang indah, batinku.
Keesokan paginya, aku harus berangkat sendiri karena Reyvan harus menjemput mamanya dari rumah sakit. Kondisi Mama Reyvan sudah stabil dan sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Akhirnya sepuluh hari lagi, aku dan Reyvan akan menjadi suami istri. Tak pernah terpikirkan olehku menjadi seorang istri dan sesungguhnya tidak siap. Tapi aku pantang ingkar pada ucapanku.
Semua persiapan sudah beres termasuk menyebarkan undangan. Ada satu undangan lagi di tanganku dan aku berniat memberikannya untuk Antonio. Namun hatiku masih bimbang dan bertanya-tanya apakah benar jika aku mengundangnya.
Aku pulang dari kantor tepat waktu karena aku ingin mencoba pakaian pengantinku yang baru saja dikirim. Menuju jalan pulang, aku mampir ke sebuah warung dan makan malam. Aku tiba dan memarkirkan mobil.
Saat menaiki tangga menuju kamarku di pantai dua, aku melihat Antonio duduk di pantry dengan saru kaleng bir dan kacang kulit. Dihadapannya juga ada laptop yang menyala. Ternyata dia bekerja.
Kudatangi Antonio dan kuletakkan undangan itu di dekat laptopnya. Dia berhenti sejenak dan memandangku.
"Aku harap kamu tidak keberatan untuk datang sebagai teman dan saudara sekampung halaman. Aku sangat berterimakasih bila kamu hadir, karena kehadiranmu akan menjadi sugesti positif untukku saat pernikahanku, karena dengan kamu hadir, aku tidak akan merasa sendirian karena satupun keluargku tidak akan ada yang hadir."ucapku masih berdiri dihadapannya.
"Mengapa keluargamu tidak hadir? Bukankah mereka sudah merestui pernikahan kalian?" tanya Antonio.
"Aku akan berpindah agama, An. Orangtuaku tidak mau melihatku saat aku mengganti keyakinanku karena menikahi Reyvan." jelasku.
"Akan kupikirkan,"jawab Antonio sekilas dan melanjutkan kembali pekerjaannya.
Aku mencoba memahami Antonio yang terkesan mengabaikan aku.