NovelToon NovelToon
The RADAN

The RADAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Action / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Moon Fairy

SMA Rimba Sakti terletak di pinggiran Kota Malang. Menjadi tempat di mana misteri dan intrik berkembang. Di tengah-tengah kehidupan sekolah yang sibuk, penculikan misterius hingga kasus pembunuhan yang tidak terduga terjadi membuat sekelompok detektif amatir yang merupakan anak-anak SMA Rimba Sakti menemukan kejanggalan sehingga mereka ikut terlibat di dalamnya.

Mereka bekerja sama memecahkan teka-teki yang semakin rumit dengan menjaga persahabatan tetap kuat, tetapi ketika mereka mengungkap jaringan kejahatan yang lebih dalam justru lebih membingungkan.

Pertanyaannya bukan lagi siapa yang bersalah, melainkan siapa yang bisa dipercaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moon Fairy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6

Saat ini Nadya tengah duduk santai di taman sambil membaca buku. Jarang melihat Nadya melakukan kegiatan di luar rumah sendirian. Biasanya ia akan ditemani oleh bodyguard pribadinya dan hari ini dirinya berhasil meyakinkan pria bertubuh kekar itu bahwa ia akan baik-baik saja sendirian. Lagipun tamannya tidak begitu jauh dari rumah. Nadya saat ini butuh refreshing atas apa yang telah terjadi selama 5 hari di sekolah padahal dirinya baru saja memulai kelas 11.

Nadya membiarkan setiap orang yang berlalu-lalang di hadapannya, toh ia juga tak mengenali mereka. Sampai ia mereka tersentak ketika ada seorang gadis dengan rambut tergerai melewatinya. Nadya spontan berdiri lalu memanggilnya, “Tunggu!”

Gadis itu terhenti. Kakinya gemetar. Ketika kepalanya baru saja menoleh dan melihat Nadya, ia langsung merasa ketakutan dan berlari meninggalkan Nadya yang tengah mengerutkan dahinya dengan wajah terbelalak bahkan mulutnya menganga saat tahu siapa yang ia lihat barusan.

Gadis itu semakin menjauh sedangkan Nadya masih terpatung di sana sampai akhirnya dengan tangan gemetar ia mengambil ponselnya dan membuka grup.

...‘TEMAN BARU NIH’...

^^^Cepat ketemu di taman sekarang!^^^

Sipit IPS 2

Ngapain?

^^^Aku kasih tahu kalau kalian udah sampai^^^

Dim Dim

Gak bisa, acaranya belum selesai

^^^Aku ketemu Syifa^^^

Arga♡

Otw

Hal tersebutlah yang sangat mengejutkan bagi Nadya. Bertemu Syifa di taman Kedungmalang dengan rambut tergerai dan pakaian yang rapi. Apa selama ini sebenarnya Syifa tidak diculik? Apa yang sebenarnya terjadi?

Sepuluh menit lamanya ia menunggu, akhirnya Arga datang bersama Aisyah. Tak lama, Rian pun juga datang sendiri. Dimas masih ada acara lomba IT di Malang sehingga tak bisa ikut datang berkumpul dengan mereka.

“Ketemu sama Syifa gimana maksudnya?” tanya Rian dengan tergesa-gesa.

Nadya kembali duduk di bangku taman sambil menghela napas gusar. Pasalnya ia juga bingung apakah itu benar-benar Syifa atau bukan. Tetapi dari wajahnya saja Nadya sangat yakin bahwa yang ia lihat adalah Syifa Andani—korban pertama penculikan berantai di SMA Rimba Sakti. Gadis itu kini mulai menceritakan dari awal bagaimana dirinya bertemu perempuan yang ia yakini sebagai Syifa itu. Mereka yang mendengar cerita Nadya ikut berkerut dahi bingung.

“Aku gak sempat ikutin dia saking kagetnya,” kata Nadya mengakhiri ceritanya.

“Makin aneh aja nih kasusnya,” komentar Rian ikut pusing.

“Di saat begini lah harusnya Dimas ada,” timbrung Aisyah.

“Kayaknya ada suatu alasan kenapa Nadya bisa liat dia di sini,” terang Arga kemudian menoleh ke jalan sepi di sebelah kiri mereka.

“Bisa jadi dia disuruh buat beli sesuatu atau mungkin melakukan sesuatu,” sambung Rian curiga.

Arga pun mendapatkan sebuah ide. “Syah, kayaknya kita butuh keahlianmu lagi,” katanya.

“Kamu mau ngorbanin Aisyah lagi?” protes Nadya tak terima.

“Aku sih gak masalah,” jawab Aisyah santai. “Apa?”

“Penculikan selalu terjadi setiap hari Senin sampai Kamis. Hari Senin besok, kamu harus bikin penculiknya tangkap kamu, Syah,” usul Arga.

“Wah, Arga ternyata licik juga sama teman kecilnya sendiri,” sindir Rian.

Arga hanya menatap Aisyah menunggu jawaban gadis itu. “Aku tolak kalau yang itu,” kata Aisyah. “Penculiknya culik anak yang tinggal sendiri di rumah. Aku ada orang tuaku, jadi gak mungkin,” lanjutnya.

Seketika semua menoleh ke arah Nadya dengan tatapan tak dapat diartikan.

“A-apa?”

...—o0o—...

Tak terasa bahwa seminggu sudah berlalu sejak kejadian penculikan itu yang bahkan sampai saat ini masih belum ada pemberitahuan lebih lanjut dari polisi. Kekhawatiran para siswi di SMA Rimba Sakti semakin bertambah. Terutama anak kelas 10 yang baru saja ingin memulai masa-masa putih abu-abu mereka. Harapan memiliki hari sekolah yang menyenangkan langsung pupus seketika saat mengetahui salah satu kawan mereka dari kelas 10-1 harus ikut menjadi korban penculikan itu.

Para komite sedang berkumpul untuk membahas hal tersebut, tapi mereka membahasnya tanpa kehadiran dari ayah Nadya sebab posisinya yang saat ini masih berada di luar Jawa Timur. Selagi masih hebohnya berita penculikan ini, Dimas yang dua hari lalu mengikuti lomba IT memenangkan juara pertama—menjadi kebanggaan baru sekolah.

Pak Ruslan—guru TIK ikut bangga mendengar bahwa ada muridnya yang bisa mengoprasikan berbagai sistem program teknologi. Dimas dibanggakan dengan diumumkannya ia sebagai juara pertama dan melakukan formalitas diberikan piala oleh kepala sekolah yang saat itu sedang menjadi pembina upacara, lalu diikuti dengan amanat kelas 10 yang kini telah benar-benar resmi menjadi murid di SMA Rimba Sakti. Bahkan pria paruh baya berkacamata itu juga memberikan pesan kepada seluruh muridnya terutama para siswi SMA Rimba Sakti untuk berhati-hati saat pulang sekolah disebabkan maraknya penculikan saat ini pada amanat terakhirnya.

Usai tiga puluh menit melaksanakan upacara bendera, seluruh murid dibubarkan untuk menuju ke kelas masing-masing. Hari ini para detektif amatir itu memutuskan untuk tak saling bertemu karena Nadya yang ingin mempersiapkan dirinya.

Bahkan pada rapat OSIS kali ini, Nadya tak datang dan meminta izin untuk pergi ke UKS dengan alasan datang bulan. Aisyah yang merasa tak tega langsung menghampiri dan menemaninya di UKS.

“Nad, kamu setakut itu?” tanya Aisyah pada Nadya dengan tatapan polos.

“Jelas takut lah, Syah. Aku ini mau dijadiin target penculik tau! Kalau bukan karena Arga setuju nge-date sama aku malam minggu besok, aku gak mau,” gerundel Nadya.

Kini Nadya masih merebahkan tubuhnya di kasur UKS ditemani oleh Aisyah yang duduk di sampingnya. Jantungnya terus berdegup kencang—berharap sore tidak akan datang secepat yang ia bayangkan.

“Kenapa harus aku sih?” protes Nadya frustasi.

“Ini masih asumsiku, tapi kalau memang kamu nanti sore benar-benar jadi salah satu korbannya, kemungkinan asumsiku ini benar,” jawab Aisyah memberitahu.

“Maksudnya?” tanya Nadya bingung.

“Penculiknya kasih kita petunjuk selama ini. Pertama, dia culik perempuan yang lagi sendiri tanpa orang tuanya di rumah. Kedua—“

...PANGGILAN KEPADA AISYAH SASTROAMODJO DARI KELAS 11 MIPA 1 UNTUK SEGERA MENUJU KE SUMBER SUARA!...

Suara pemberitahuan itu menggema di seluruh gedung SMA Rimba Sakti. Aisyah pun beranjak dari duduknya dan memberikan argumen terakhirnya sebelum meninggalkan Nadya sendiri.

“Kali ini kita percaya kamu, Nad. Kamu juga harus percaya kalau kita bakalan ikutin penculik itu dari belakang,” ucap Aisyah kemudian pergi dari UKS.

Entah sudah helaan napas yang keberapa kalinya Nadya melakukannya. Ia gugup sekaligus takut. Bahkan langit cerah dari jendela yang sengaja tak ia tutup itu tak membuatnya kepanasan. Kedua tangan dan kakinya dingin.

Nadya seketika bangun dari tidurnya dan menampar kedua pipinya dengan kedua tangannya untuk sadar. “Oke, demi nge-date!—Eh bukan-bukan! Demi semuanya, aku bakalan berusaha! Mereka percaya sama aku, Aisyah juga lagi cari tahu sesuatu dari penculik itu yang belum kita tau. Oke, fokus, Nad! Kamu bisa kok!”

Setelah itu ia terdiam memandang ke arah UKS yang sepi kemudian kembali tertidur dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. “Tapi takut!”

...—o0o—...

Masih dengan kedua tangan yang dingin, Nadya kini tengah berjalan di sepanjang trotoar. Di belakang itu semua, sudah ada Arga dan Rian yang siap mengejar penculiknya di belakang—bersembunyi di warung depan sekolah sambil berpura-pura mengobrol dan memakan mie rebus. Dimas dan Aisyah kini memantau Nadya dari rooftop rumahnya. Berbagai macam layar CCTV sudah masuk di dalam laptop Dimas. Mulai dari CCTV yang berada di balkon rumah Nadya di mana arahnya menuju jalanan, CCTV yang terletak di luar gedung puskesmas, bahkan sampai CCTV yang terletak di gedung-gedung kota Malang. Dimas menghubungkan semua CCTV itu ke laptopnya sebab aranya menuju jalan besar Malang.

Kini hanya perlu menunggu penculik itu beraksi dengan harapan kali ini rencana mereka untuk membuat Nadya diculik berhasil.

Beralih pada Arga dan Rian yang kini baru saja selesai makan mie rebus mereka, keduanya lanjut memesan mendol tempe dan memakannya dengan santai. Rian yang baru saja makan dua langsung berhenti dan menyenggol lengan Arga. Mata sipitnya melihat mobil sedan hitam yang melaju keluar dari Kedungmalang dan berhenti tepat di samping Nadya yang tengah berjalan di trotoar itu.

Arga spontan ikut berhenti memakan mendol-nya dan membayar semuanya—anggaplah bahwa hari ini ia mentraktir Rian. Keduanya memantau pergerakan Nadya dari kejauhan yang tengah terkejut dengan apa yang ia lihat.

Mereka tak memasang alat perekam seperti yang mereka lakukan pada Aisyah agar rencananya benar-benar sempurna tanpa dicurigai oleh sang penculik. Tak lama, Nadya pun masuk ke dalam mobil itu.

Arga dan Rian bergegas ke motor Arga. Rian cepat-cepat menekan nomor Dimas di ponselnya, ekspresi serius di wajahnya saat dia mulai berbicara dengan cepat.

“Dim, Syah, pantau terus dari CCTV, kita otw susul Nadya. Kalau udah nyampe, nanti kalian berdua harus ikut nyusul juga,” katanya di telpon tanpa menunggu jawaban dari Dimas dan langsung mematikan sambungannya.

Arga mulai memakai helm dan menyalakan mesin motornya begitupun dengan Rian yang juga memakai helm dan naik ke motor Arga. Motor tersebut melaju—mengikuti pergerakan mobil sedan tadi dari belakang di jalan besar kota Malang.

Dimas dan Aisyah terus memantau dua kendaraan itu lewat CCTV.

“Berarti benar,” ucap Aisyah tiba-tiba membuat Dimas menoleh bingung. “Kali ini S,” lanjutnya kemudian tersenyum tipis.

“Maksudnya?” Dimas pun bertanya.

Aisyah menatap Dimas dan menjawab, “Penculiknya bukan Kevin ataupun Pak Idris, tapi Pak Ruslan.”

...—o0o—...

1
ADZAL ZIAH
keren kak ceritanya... dukung karya aku juga ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!