Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuatu yang tidak diinginkan.
Pagi itu Di ruang instalasi kebidanan kedatangan seorang Pasien ibu hamil dengan usia kandungan yang telah memasuki tiga puluh enam Minggu. memiliki riwayat preeklamsia membuat wanita itu harus segera mendapatkan tindakan operasi Caesar secepatnya, jika tidak bukan hanya beresiko tinggi untuk ibunya namun juga bayinya.
"Cepat hubungi dokter Anis!!." Seorang bidan senior tampak memberikan instruksi pada salah seorang bidan lainnya untuk segera menghubungi dokter spesialis.
"Baik."
Tak berapa lama, Anis yang pagi itu bertugas memberi pelayanan di poli kandungan bergegas menuju ruang instalasi kebidanan setelah mendengar kabar darurat dari salah seorang bidan di sana.
"Bu dokter, saya mohon selamatkan anak saya, dia berhak lahir ke dunia ini!!." dengan berlinang air mata wanita itu bermohon pada Anis yang saat itu mulai memeriksa kondisinya.
"Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk itu Nyonya, tapi anda harus tetap tenang!! Jika anda dilanda kepanikan seperti ini, bisa saja tekanan darah anda tidak stabil." tutur Anis setelah memeriksa kondisi wanita itu.
Setelahnya Anis pun meninggalkan ruangan tersebut, namun sebelum itu ia seakan memberi isyarat melalui sorot mata agar bidan yang bertugas mengikuti dirinya.
"Menurut hasil pemeriksaan saya serta hasil pemeriksaan pasien Sebelumnya, beliau menderita preeklamsia, dan sepertinya sejak menderita preeklamsia pasien tidak mendapatkan penanganan yang tepat sehingga membuat preeklamsia yang diderita pasien semakin parah. Jika tidak segera mendapat tindakan operasi, kemungkinan terbesar ibu dan bayinya tidak dapat diselamatkan." terang Anis pada bidan yang bertugas.
"Di mana anggota keluarga pasien??." lanjut tanya Anis.
"Keluarga pasien menunggu di depan dokter, tapi_." Bu bidan ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Tapi kenapa???" tanya Anis dengan wajah bingung.
"Tapi mereka tidak berani menandatangani persetujuan operasi, dokter. mereka ingin menunggu suami pasien yang sedang berada di perjalanan menuju ke sini." beritahu bidan pada Anis.
"Berapa lama lagi suami pasien akan tiba ??." tanya Anis lagi.
"Saya juga kurang tahu pasti, Dokter, yang jelas kata anggota keluarganya yang lain, suami dari pasien sedang berada di luar kota." lanjut beritahu bidan dan itu membuat Anis memijat pangkal hidungnya.
Meskipun menyayangkan hal itu, namun Anis tak dapat berbuat apa apa. Ia hanya bisa melakukan tindakan operasi jika ada anggota keluarga pasien yang bersedia menandatangani persetujuan tindakan operasi.
Sebelum meninggalkan ruangan instalasi kebidanan, Anis kembali menemui pasien.
"Maaf Nyonya, sepertinya untuk saat ini kami tidak bisa melakukan tindakan operasi pada anda, sebab sebagai tim medis kami juga membutuhkan persetujuan dari anggota keluarga pasien dan sampai saat ini kami belum mendapatkannya karena suami anda sedang berada di perjalanan dari luar kota." Anis mencoba memberi penjelasan pada pasien.
Wanita itu yang tadinya berbaring di atas tempat tidur pasien lantas merubah posisinya dengan duduk. Kini ia menatap Anis dengan wajah penuh harap.
"Saya mohon dokter, lakukan tindakan operasi secepatnya untuk menyelamatkan anak saya. tidak perlu menyembunyikan kenyataan dari saya, karena saya sudah tahu semuanya. Menderita preeklamsia parah, bisa saja membuat nyawa saya tidak bisa terselamatkan, tapi setidaknya tolong selamatkan nyawa anak saya!!." dengan wajah memelas wanita itu mengatupkan kedua tangannya di hadapan Anis sebagai ungkapan permohonannya.
Anis menghela napas dalam mendengarnya.
"Sungguh Nyonya, kami tidak bisa menyalahi aturan yang berlaku, karena itu bisa merusak nama baik saya dan juga nama baik rumah sakit, jika kami melakukan tindakan tanpa adanya persetujuan dari anggota keluarga anda." sesungguhnya Anis merasa tak tega namun mau bagaimana lagi, itu sudah menjadi aturan yang harus di taati olehnya sebagai tim medis. Apalagi saat ini suami pasien sedang tak ada di tempat, bisa jadi hal itu akan menjadi bumerang bagi Anis nantinya jika sesuatu yang tidak diinginkan sampai terjadi.
"Jika anggota keluarga saya tidak bersedia menandatangani persetujuan operasi maka saya sendiri yang akan menandatangani persetujuan tindakan operasi pada diri saya." tegas wanita itu pada akhirnya.
Setelah melalui percakapan yang cukup panjang, akhirnya wanita bernama Ananda tersebut menandatangani surat persetujuan tindakan operasi dengan di saksikan anggota keluarganya, termasuk kedua orang tuanya.
"Siapkan ruang operasi!!." titah Anis setelah semua persetujuan tindakan operasi selesai di tanda tangani.
Beberapa jam kemudian, suara tangisan bayi perempuan menggema di ruangan operasi. kondisi bayi perempuan tersebut dalam kondisi sehat. namun sayangnya setelah beberapa jam usai mendapat tindakan operasi, pasien di nyatakan Kritis. Mungkin preeklamsia parah dan tekanan darah tinggi yang di deritanya membuat wanita itu tak sadarkan diri usai mendapatkan tindakan operasi.
Sudah satu jam berlalu semenjak pasien di pindahkan ke ruang ICU, namun masih tak ada tanda-tanda wanita itu akan segera siuman. Justru kondisi organ vitalnya semakin menurun, baik jantung dan juga nadinya semakin berdetak lemah.
Sebagai tim medis yang bertanggung jawab penuh atas tindakan operasi tersebut, Anis sudah melakukan tugasnya semaksimal mungkin. Bahkan Anis tak meninggalkan pasien, ia tetap memantau perkembangan pasien hingga tepat pukul setengah delapan malam, seorang perawat dengan paniknya menyampaikan pada Anis yang saat itu baru saja usai melaksanakan sholat isya, jika detak jantung pasien semakin menurun.
Anis bergegas menuju ruang ICU, melihat kondisi jantung pasien nyaris tak berdetak, Anis lantas menggunakan alat pompa jantung sebagai usaha terakhir untuk menyelamatkan nyawa pasien. sebagai tim medis Anis yang didampingi oleh beberapa orang perawat telah berusaha semaksimal mungkin tetapi sepertinya tuhan berkehendak lain. Tepat pukul delapan malam wanita muda bernama Ananda akhirnya di nyatakan meninggal dunia.
Sebagai seorang dokter Anis paling pantang menitihkan air mata jika sedang bertugas, namun kali ini sepertinya ada pengecualian, Anis menitihkan air mata ketika mengingat ada seorang bayi perempuan yang baru saja lahir ke dunia namun sudah harus kehilangan sosok ibunya.
Secepatnya Anis mengusap sudut matanya yang basah. "Saya akan menyampaikan kabar ini pada keluarga pasien." Anis mulai mengayunkan langkahnya meninggalkan ruangan ICU, untuk menyampaikan kabar duka pada keluarga pasien.
***
Di bandara internasional Soekarno-Hatta, seorang pria tampan tampak berjalan dengan terburu buru keluar dari area Bandara. Pria tampan yang saat ini mengenakan stelan jas lengkapnya nampak merogoh saku jasnya ketika mendengar ponselnya berdering.
Pria itu adalah Ansenio Wiratama seorang pengusaha muda ternama di tanah air.
"Mama mertua." gumam Ansenio ketika ia melihat nama pemanggil di ponselnya.
perasaan Ansenio semakin tak tenang ketika melihat mama mertuanya kembali melakukan panggilan. Dengan perasaan tak menentu Ansenio menggeser ke atas ikon hijau pada ponselnya untuk menerima panggilan dari ibu mertuanya.
"Ansenio su_." Ansenio tak menuntaskan kalimatnya ketika mendengar ibu mertuanya yang kini menyampaikan kabar kematian sang istri tercinta.
"Tidak mungkin.... Ananda tidak mungkin meninggalkan Aku..." dengan air mata yang mulai berlinang, Ansenio nampak menolak kenyataan yang terjadi, istrinya telah meninggalkan ia dan juga putri mereka untuk selamanya.
Sayang sayangku selamat datang di karya recehku yang baru ya.....semoga suka dengan alur ceritanya, untuk kali ini alur ceritanya sedikit menguras air mata.