🥈JUARA 2 YAAW S2 2024 🏆
Perceraian, selalu meninggalkan goresan luka, itulah yang Hilda rasakan ketika Aldy memilih mengakhiri bahtera mereka, dengan alasan tak pernah ada cinta di hatinya, dan demi sang wanita dari masa lalunya yang kini berstatus janda.
Kini, setelah 7 tahun berpisah, Aldy kembali di pertemukan dengan mantan istrinya, dalam sebuah tragedi kecelakaan.
Lantas, apakah hati Aldy akan goyah ketika kini Hilda sudah berbahagia dengan keluarga baru nya?
Dan, apakah Aldy akan merelakan begitu saja, darah dagingnya memanggil pria lain dengan sebutan "Ayah"?
Atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#35
#35
Pertengkaran suami istri memang wajar terjadi di dalam sebuah rumah tangga, hanya saja pertengkaran Widya dan Aldy sudah lebih dari batas normal. Kecemburuan Widya yang semakin menjadi, ditambah kemarahan Aldy atas kebohongan istri dan kedua mertuanya, membuat rumah tangga mereka bak berada di ujung pintu neraka.
Perang dingin berkepanjangan, kerap membuat emosi Widya tak terkendali, belum lagi sikap Aldy yang memilih menjauh bahkan tidur pun mereka tak lagi berada di satu ranjang.
Tak ada akhir bahagia seperti layaknya kisah indah sebuah CLBK di sebuah romansa drama Korea.
Karena sesungguhnya di situlah syaitan bermain main dengan lihainya, dibuat indah semua hal ketika masih berpacaran atau PDKT, hingga lupa pada anak, istri atau suami. Dan ketika palu perceraian sudah diketuk, maka syaitan tersebut mendapatkan mahkota kehormatan di antara kaumnya, karena sudah berhasil menghancurkan sebuah mahligai yang bernama rumah tangga. Wallahu A'lam bisshowab.
“Mas yang mulai duluan, membuat ku kesal saja, ragamu memang p pada didekatku, sementara hati dan pikiranmu tertuju pada anak dan mantan istrimu.”
“Baik, jika kamu terus berprasangka, aku akan melakukan apa yang kamu sangkakan, apalagi ternyata kami memiliki seorang anak laki, pasti bahagia jika bisa kembali bersamanya, begitukah yang kamu inginkan?"
Jelas saja Widya semakin naik pitam, ia menarik dan mendorong bahu Aldy, "Brengsek kamu, Mas, aku membencimu …!!" pekik Widya meluapkan segala emosi dan segala kesal yang mendiami hatinya, tanpa ia sadari, perbuatannya membuat Aldy terkejut bahkan setir dalam genggamannya bergerak tak terkendali, bunyi klakson dari pengemudi lain pun mulai terdengar bersahutan.
Ckiiiiiitttt!!!
Braaakkk!!!
Kemarahan Widya semakin menjadi, membuat suasana gaduh di tengah jalan raya, hingga demi menyelamatkan diri, keluarganya, serta orang-orang yang tidak bersalah, maka ketika sisi sebelah kiri nnya kosong, Aldy pun membanting setir ke kiri, hingga mobil yang ia kemudikan menabrak pembatas jalan.
Kepulan asap putih keluar, membuat Aldy semakin panik, ia segera melepas seat belt nya. Kemudian bergerak cepat ke pintu belakang mobil, guna membawa Reva menjauh dari mobil, khawatir terjadi hal hal yang tak diinginkan.
“Widya … cepatlah keluar dan menjauuhhh … !!!” Pekik Aldy, ketika melihat sang istri masih enggan bergerak dari tempat duduknya, padahal kepulan asap semakin tebal. Wajahnya datar tak ada rasa bersalah seolah-olah memang hal ini lah yang ia inginkan.
Hingga kemudian beberapa warga turut membantu mengevakuasi Widya.
Beberapa jam berlalu, Aldy menjabat tangan pihak kepolisian setempat, usai proses interogasi panjang. terpaksa Aldy merelakan mobil mewahnya, karena kerusakanya terlampau parah, bukan hanya bagian depan, tapi sebagian mesin ikut ringsek, walau tak sampai terjadi ledakan.
Tak ada yang terluka, Aldy hanya shock saja, sementara Widya yang duduk di sebelah kiri mengalami memar di kening akibat benturan, dan syukurlah janin dalam kandungannya pun baik-baik saja.
Bahkan Reva pun hanya terkejut dengan apa yang terjadi, karena ketika membuka mata, ia tak berada di mobil atau di kamarnya melainkan berada di jalan yang ramai.
Keluarga kecil tersebut pulang menggunakan taxi, tak ada lagi obrolan penuh ketegangan sepanjang perjalanan, Aldy bahkan memilih duduk di kursi depan dan memejamkan mata. Sudah cukup lelah karena tadi di depan Polisi, mereka kembali bertengkar karena Aldy memarahi Widya akibat kecerobohannya mengganggu sopir yang sedang mengemudikan kendaraan roda empat.
.
.
Satu minggu berlalu, meninggalkan Yogyakarta demi menemani Ammar berobat, itulah yang Irfan dan Hilda lakukan, termasuk meninggalkan buah hati mereka yang satunya, Azam bersama Bu Ratih di Yogyakarta, karena sungguh kasihan jika Azam ikut berkeliaran di rumah sakit, khawatir akan berimbas juga pada kesehatannya.
Berat sebenarnya, tapi tak ada yang Irfan harapkan, selain kelak Ammar bisa kembali sehat seperti sedia kalam dan kelak ketika Allah memanggil, Irfan bisa mempertanggungjawabkan semua yang sudah ia kerjakan di dunia, termasuk semua yang sudah ia lakukan untuk anak sambungnya.
Proses pengobatan dimulai dengan rangkaian pemeriksaan kembali dilakukan dari awal, lelah dan jenuh Hilda rasakan, terlebih melihat wajah kesakitan Ammar yang tengah menjalani serangkaian proses pemeriksaan. Ibu mana yang tega melihat anaknya kesakitan, jika bisa Hilda memilih dirinya saja yang sakit, asalkan tak melihat anaknya kesakitan.
Selain Ammar, tentunya Hilda dan Irfan pun menjalani pemeriksaan, mana tahu jika salah satu dari mereka memiliki kecocokan sumsum tulang belakang dengan Ammar, hingga bisa jadi pendonor, tanpa perlu menunggu lebih lama.
Setiap usai menjalani pemeriksaan, Ammar akan menangis di pelukan Irfan, seperti dahulu ketika bayi ia akan menempel pada sang Ayah semalaman jika sedang demam. Namun Kali ini tangisan Ammar benar-benar sanggup meluluh lantakkan hati dan perasaannya sebagai seorang Ayah, hingga irfan yang seharusnya menyemangati Ammar justru ikut menangis, anak yang sejak bayi ia timang penuh kasih kini harus kesakitan demi sebuah kesembuhan.
Sayangnya hasil yang mereka tunggu tak sesuai harapan, membuat Hilda dan Irfan harus bersabar lebih lama menunggu datangnya orang baik yang dikirim Allah sebagai pendonor. Tim medis Rumah Sakit pun terus ikut berusaha mencari bahkan berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit lain, demi menemukan pendonor yang cocok untuk Ammar.
"Bunda … apa Burung-burung di sana pernah sakit kayak aku?" tanya Ammar ketika sore itu Hilda membawa Ammar ke taman tengah Rumah Sakit, agar Ammar bisa makan sambil menikmati udara segar. Sementara Irfan sedang pergi bertemu Darren membicarakan kelanjutan kerja sama mereka.
"Mungkin saja sayang, karena Bunda gak tahu, tapi satu hal yang bunda yakini, Allah yang menciptakan seisi alam semesta, Allah juga yang menjaganya, memberi makan semua makhluk yang tinggal di dalamnya, tak satupun yang lolos dari pengawasannya, dan tak ada daun yang gugur tanpa seizinnya."
"Apa Allah juga yang kasih aku penyakit ini?" tanya Ammar dengan mata berkaca-kaca.
"Allah memberi penyakit kepada hambanya, karena Allah sayang, selain itu sakit ini sebagai penggugur dosa-dosa kita juga." Jawab Hilda selembut mungkin, ia tak ingin Ammar berputus asa, hingga membuat kondisi kesehatannya semakin menurun.
"Apa memberikan penyakit, juga bentuk dari kasih sayang Allah? kalau Iya berarti Allah jahat dong, Bund …" keluh Ammar, kali ini ia tak mampu membendung tangisannya.
"Jangan bilang begitu sayang …"
Namun Hilda tak sanggup melanjutkan kalimatnya, "Aku pengen pulang, Bund, pengen main bola lagi, pengen mancing ikan sama Ayah dan Azam, kangen Eyang …" raung Ammar dalam pelukan sang Bunda.
Sungguh hancur hati Hilda, hingga ia pun lagi-lagi ikut menangis, "Sabar ya, Mas, Allah akan memberi imbalan surga bagi hambanya yang sabar, terutama sabar menjalani pengobatan demi sebuah kesembuhan. Bunda dan Ayah akan temani Mas Ammar." Hibur Hilda.
Tangis Ibu dan Anak itu terdengar pilu, tapi mereka tak menyadari jika ada dua pasang mata menatap dengan tatapan tajam penuh tanda tanya.
"Ammar …"
Ammar melepaskan pelukan sang Bunda, ketika mendengar suara yang mulai familiar di telinganya.
Benar saja, wajah Ammar sedikit tersenyum ketika melihat kehadiran Aldy dengan sebuah Box mainan.
Hilda memalingkan wajahnya ketika melihat Aldy menatapnya intens, sungguh, jika saja dahulu Aldy menatapnya demikian, pasti Hilda akan bahagia.
"Om …" Rengek Ammar, seketika bocah itu mengulurkan kedua lengannya, dan dengan senang hati Aldy menyambut uluran tangan tersebut, kemudian menggendong anak lelakinya tersebut.
Membuat dua pasang mata yang semula memandang interaksi Hilda dan Ammar, kini semakin terkejut ketika melihat ternyata Anak itu pun akrab dengan Aldy, bahkan terlihat mirip dengan wajah Aldy ketika seusia nya.
"Waktumu 1 jam, cari informasi sebanyak mungkin tentang mantan menantuku dan anak lelaki itu." perintah Pak Johan pada asistennya.
Entah kenapa ia meyakini bahwa anak laki-laki itu adalah cucu kandungnya. ia bahkan lupa dulu pernah menolak menantu bahkan mungkin anak yang dilahirkannya. Tapi kini, ketika tahun-tahun berlalu begitu saja, cucu laki-laki yang ia tunggu tak kunjung hadir, maka ia akan lakukan apa saja demi mendapatkan anak laki-laki yang dilahirkan mantan menantunya tersebut, demi meneruskan silsilah keluarga Rifaldy.
andai..andai.. dan andai sj otakmu skrg