Max membawa temannya yang bernama Ian untuk pertama kalinya ke rumah, dan hari itu aku menyadari bahwa aku jatuh cinta padanya.
Mungkinkah dia bisa menjadi milikku meski usia kami terpaut jauh?
note: novel ini dilutis dengan latar belakang luar negeri. Mohon maklumi gaya bahasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Last Episode
*POV MEGAN*
Hari ini hanya sedikit pelanggan yang aku dapati. Entahlah, aku mulai berpikir mungkin pengaruh dari ibu Ian yang berkunjung kemarin. Seharusnya wanita itu nggak menghampiri aku di waktu-waktu bekerja seperti ini.
Seorang pria dewasa menggenggam tangan anak kecil berusia sama seperti Sofia. Aku nggak bisa bohong soal perasaan ini. Aku membayangkan Ian berjalan dengan menggandeng tangan Sofia seperti mereka.
"Permisi Nona, saya ingin membeli baju." Pria itu memecah fokusku.
"Ya, silakan lihat-lihat terlebih dahulu," sambutku.
Mereka begitu senang melihat baju dengan warna-warna yang cerah.
"Apa ini akan cocok untuknya?" tanya pria itu.
"Tidak. Kurasa baju putih itu lebih bagus. Karena mama adalah malaikat kita." Jawaban anak tersebut membuat mereka tertawa dan setuju memilih baju putih
Membungkus baju menjadi kado adalah keahlianku.
"Megan." Kukira itu suara Ian, ternyata Diego membawa Sofia ke sini untuk menemuiku. "Aku sudah tahu semuanya."
Dadaku berhenti berdetak. "Ka—kamu tahu soal apa?"
"Sofia anak Ian. Pria yang pernah aku temui bersama Max."
"A—apa maksudnya?"
"Kamu tidak perlu takut. Aku tidak akan membuatmu berada di situasi yang sulit. Sofia berhak tahu siapa ayahnya. Agar dia bisa menerimaku dengan sepenuh hati."
"Ta—tapi aku tidak ...." Bahkan aku tidak tahu harus mengucapkan apa lagi.
Diego mendekat ke arahku dan memelukku erat. Sofia yang melihat kejadian ini, ikut turut memelukku. Aku menangis. Emosi itu bergejolak melebur menjadi bulir bulir air mata.
"Maafkan aku." Hanya itu yang bisa aku ucapkan.
"Kamu berhak untuk hidup bersama Ian."
Tidak mungkin! Mustahil! Aku yakin Diego sangat mencintaiku.
"Meski itu harus membuatku sakit. Aku rela jika kamu benar-benar bahagia bersamanya," lanjut Diego.
"Tidak."
"Aku akan mengurus surat perceraian kita." Tidak Diego! Bukan ini yang aku inginkan.
Aku sudah bahagia hidup bersamamu. Aku juga bahagia melihat Sofia memiliki ayah sepertimu.
Setelah perdebatan yang cukup panjang. Akhirnya aku memilih untuk tetap bersama Diego. Aku harus melupakan Ian. Itu sebabnya Diego membawa aku dan Sofia untuk pindah ke Indonesia. Setidaknya negara asia itu bisa membuatku jauh dari Ian.
Sofia jug bersekolah di sini. Meski terasa agak sulit untuk menyesuaikan diri. Tapi ini lebih baik dari pada aku harus terus terlibat dalam kehidupan Ian. Sofia memang anaknya. Tapi anakku juga berhak bahagia bersama orang yang ia sayangi—Diego.
Ian memang cinta pertamaku, tapi pertama bukanlah yang terakhir. Aku sudah menikah dan Ian juga begitu. Seharusnya, kami menjadi lebih dewasa dalam berpikir. Akan ada banyak perasaan yang tersakiti jika kami kembali bersama. Inilah yang terbaik menurutku.
Meski kudengar dari Max bahwa Ian mencariku dan bertengkar dengan istrinya setiap hari. Itu bukan urusanku. Aku hanya akan fokus pada Sofia dan suamiku, Diego. Mungkin terdengar sangat egois. Tapi tak apa. Ini pilihanku.
Sofia sudah tahu yang sebenarnya dan dia tidak pernah menanyakan tentang Ian.
Malam ini adalah malam pertama Diego melatih Sofia untuk tidur sendiri di kamarnya. Sedangkan aku menunggu di kamar sebab tidak tega melihat gadis kecilku ditinggal sendirian di ruang tidurnya.
"Sudah. Sofia tidak menangis. Dia berkata bahwa akan ada banyak waktu untuk melakukan hal yang ia sukai di kamarnya." Diego menghampiriku dan memberiku sebuah pelukan dan ciuman.
Ciuman yang agak lama dan aku menatapnya agar aku tidak lupa bahwa Diego adalah pria yang menyelamatkan nyawaku di saat melahirkan Sofia. Dia lah yang membantuku di saat tidak ada satu orang pun di sisiku.
Rasanya aku ingin menangis setiap kali mengingat jasa Diego untuk hidupku. Tak mampu aku membalasnya selain tetap menjadi istrinya.
"Kenapa kamu menangis?" tanya Diego saat air mataku terlihat olehnya.
Kubalas kalimat tanya itu dengan, "I love you."
[Tamat]