Brittany Moon tidak pernah menduga pernikahannya dengan tunangannya Ralph Smith akan batal karena Ralph lebih memilih bersama Clara William yang jatuh sakit disebabkan kelelahan sehingga dirawat di rumah sakit daripada memenuhi janji suci mereka dalam ikatan pernikahan.
Saat hati Brittany terluka akan sikap Ralph yang membatalkan acara pernikahan mereka demi Clara, dihari itulah Brittany tak sengaja dipertemukan dengan seseorang yang juga sedang kesulitan dikarenakan kekasihnya meninggalkannya dihari pernikahan mereka.
Nama pria itu adalah Adam Bennet, seorang pengusaha kaya raya yang merupakan pemilik perusahaan distributor jam mewah diberbagai penjuru dunia.
Lantas bagaimana kelanjutan cerita ini, saksikan terus disetiap babnya ya 🤝
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Terjadinya Kesepakatan
"Kesepakatan apa yang harus aku setujui dari kerjasama ini, mungkin memberatkan, aku akan mengajukan banding kepadamu", kata Brittany.
Brittany menatap serius ke arah Adam Bennet.
Laki-laki tampan itu tersenyum sekilas.
"Aku tidak memberikan suatu kesepakatan yang memberatkan untukmu, yang aku inginkan adalah kita menikah resmi karena aku akan membawamu kehadapan kakekku untuk membuktikan padanya bahwa aku telah menikah", ucap Adam.
"Hanya itu ?" tanya Brittany.
"Ya, hanya itu saja, selebihnya akan berjalan seperti apa adanya dan aku ingin pernikahan kita menjadi publik", kata Adam.
Adam lalu menghela nafas panjang.
"Yah, jika kau keberatan dalam masa pernikahan yang kita jalani nanti maka kau bisa mengajukan banding terhadapku, selagi aku setuju", kata Adam.
"Akan aku pertimbangkan hal itu setelah kita menikah nanti", ucap Brittany.
"Jadi ?" tanya Adam serius.
"Ya, apa ?" sahut Brittany seraya mengangkat kedua bahunya naik ke atas.
"Maksudku, artinya kamu setuju dengan kesepakatan kita untuk menikah", ucap Adam.
"Seperti rencana semula, kita akan menikah setelah tiga bulan ke depan, seusai aku membalas dendam terhadap Ralph", kata Brittany.
"Bukankah kita telah melakukan misi balas dendam yang kau inginkan, Brittany ?" ucap Adam.
"Belum, ini masih permulaan saja, belum membuat Ralph Smith tahu bagaimana rasanya dipermalukan dihadapan semua orang dan pernikahanmu benar-benar batal untuk selamanya", kata Brittany.
"Wow !" pekik Adam. "Aku tidak mengira kau juga sangat menakutkan, nona Brittany", sambungnya.
Brittany tersenyum sekilas lalu berkata.
"Yah, tentu saja, aku lebih menakutkan dari siapapun, dan Ralph tidak bisa mengira aku akan berubah karenanya", ucap Brittany.
"Rasa terluka jug dapat membuat seseorang berubah drastis bahkan mampu menciptakan ketakutan", ucap Adam.
"Terkadang ketakutan kalah oleh sesuatu yang tulus, tuan Bennet", sambung Brittany.
"Dan tunanganmu telah menyia-nyiakan dirimu, kurasa suatu hari nanti dia akan menyesalinya karena telah membuangmu dalam hidupmu", kata Adam.
"Mungkin saja...", sahut Brittany.
"Oh, iya, kalau begitu aku ingin kamu mendatangani surat perjanjian diantara kita setelah kesepakatan kita setujui, nona Brittany", ucap Adam.
"Haruskah ada surat perjanjian diantara kita ?" tanya Brittany.
"Yah, tentu saja, karena pernikahan yang akan kita jalani bukan hanya waktu yang singkat tapi mungkin akan membutuhkan waktu lama bagi kita berdua", sahut Adam.
"Ternyata kau juga tidak ingin rugi, tuan Bennet", kata Brittany.
Adam Bennet tersenyum simpul ke arah Brittany lalu mengeluarkan sebuah map berisi surat yang tersimpan dalam amplop cokelat.
"Bacalah surat perjanjian ini, baru kamu tanda tangani dan kamu setujui isinya", kata Adam.
Adam menyerahkan sebuah amplop coklat kepada Brittany.
"Kurasa itu tidak perlu aku baca lagi, semua aku serahkan padamu, asal tidak merugikanku dan sangat menguntungkan untukku", sahut Brittany.
Brittany membuka amplop coklat setelah dia menerimanya lalu mengambil sebuah pulpen dari dalam tas miliknya.
"Aku akan langsung mendatangani surat perjanjian ini, dan aku serahkan semuanya kepadamu", kata Brittany.
Brittany mendatangani surat perjanjian yang ada ditangannya tanpa membaca isi surat tersebut.
"Aku percayakan semuanya padamu", kata Brittany.
"Umm..., baiklah...", sahut Adam.
"Tapi ada satu hal yang harus kau setjui dan kau sepakati, tuan Bennet", lanjut Brittany.
"Ya, apa itu kalau aku boleh tahu ?" tanya Adam.
"Selama kita menikah, aku tidak ingin ada hubungan fisik diantara kita sampai kita benar-benar memahami diri masing-masing", sahut Brittany.
Adam terdiam sesaat seraya menatap ke arah Brittany lalu tersenyum ambigu.
"Aku tidak menjaminnya hal itu bisa kita hindari, karena kita tidak pernah tahu masa depan nanti bagaimana akan berubah, nona Brittany", ucap Adam.
"Kau bisa berpikir ulang mengenai kesepakatan ini jika kau mau pernikahan tetap terjadi, tuan Bennet", kata Brittany.
Adam terperangah sesaat lalu tertawa renyah.
"Setidaknya ini dapat kita sepakati tapi ucapanmu seperti sebuah ancaman untukku, dan semoga saja aku dapat mematuhinya", kata Adam terkekeh pelan.
"Jika kau mau maka kau harus menyetujuinya'', ucap Brittany.
"Haruskah itu ? Tidakkah bisa kita pertimbangkan lagi kesepakatan yang satu ini ?" tanya Adam.
"Kurasa hanya ini satu-satunya permintaan dariku agar kita tetap sepakat untuk menikah, tuan Bennet", sahut Brittany.
"Kenapa kau begitu takutnya berhubungan fisik denganku sedangkan aku adalah seorang pria dewasa ?" ucap Adam seraya menyeringai.
"Seriuslah, kumohon !" kata Brittany.
"Tentu saja, aku sangat serius sekali bahkan aku benar-benar memikirkannya matang-matang", ucap Adam.
"Dari nada bicaramu, bahwa kau tidak serius terhadapku dan aku ingin kau menyetujuinya dengan serius", kata Brittany.
''Baiklah, baiklah, aku akan menyetujuinya apapun permintaanmu asal kau dan aku jadi menikah", ucap Adam.
"Kalau begitu aku sepakat !" sahut Brittany.
Brittany menyerahkan amplop coklat berisi surat perjanjian tertulis kepada Adam Bennet.
"Apa kau tidak ingin membacanya semuanya ? Kau punya banyak waktu untuk memikirkannya dan membacanya lagi, nona Brittany !" kata Adam.
"Itu akan membuatku bimbang jika aku melakukannya sesuai permintaanmu dan mungkin saja aku akan berubah pikiran, tuan Bennet", sahut Brittany.
"Mmm..., begitu, ya...", ucap Adam sembari melirik amplop coklat ditangan Brittany.
"Ya...", jawab Brittany dengan anggukan tegas.
"Baiklah, aku akan menyimpan surat perjanjian ini, jika ada yang ingin kau sampaikan maka aku bisa menambahkannya pada surat perjanjian ini", kata Adam.
"Kurasa tidak ada", sahut Brittany seraya menggeleng pelan.
"Apa kau sudah mempertimbangkannya masak-masak, nona Brittany ?" tanya Adam seraya menatap serius ke arah Brittany.
"Ya, aku sudah memutuskannya dengan kepala dingin sejak pernikahanku batal, dan tidak ada lagi yang aku pikirkan selain membalaskan rasa sakit hatiku ini kepada Ralph", kata Brittany.
Adam Bennet tertegun diam, tatapannya tajam ke arah Brittany Moon seakan-akan dia sedang membaca pikiran yang ada didalam kepala perempuan itu.
"Baiklah, aku akan menerima surat ini dan kusimpan disini", kata Adam.
Adam menerima amplop coklat dari tangan Brittany Moon.
"Selama tiga bulan ini, tugas apa yang harus aku lakukan untukmu, nona Brittany ?" tanya Adam.
Brittany beranjak berdiri dari atas kursi lalu berdiri menghadap lurus ke arah Adam Bennet.
"Kita hanya cukup keluar bersama-sama sesering mungkin dan dilihat oleh Ralph", kata Brittany.
"Hanya itu saja ?" tanya Adam.
"Ya, itu saja", sahut Brittany.
"Selain itu ?" tanya Adam.
"Tidak ada, hanya cukup menunjukkan kepada Ralph Smith jika kita melakukan pendekatan, setelah itu kita akan membuat suatu kejutan hebat untuknya yang secara telak akan menjatuhkannya langsung", sahut Brittany.
"Wow ?!" gumam Adam terhenyak kaget lalu tertawa.
"Kenapa ?" tanya Brittany.
"Aku tidak pernah menduga bahwa kau benar-benar sangat menakutkan dari yang aku bayangkan, nona Brittany", sahut Adam.
"Aku tidak menakutkan, tapi luka hati justru membuatku merasa lebih kuat, untuk menghadapi rasa luka ini dengan bertarung sekeras mungkin", kata Brittany dengan menatap dingin.
"Kurasa kau tidak memerlukannya untuk bertarung sekeras mungkin, nona Brittany", kata Adam.
"Tidak ada yang menjaminku untuk tidak bertarung sekeras mungkin melawan rasa sedih yang aku alami ini", sahut Brittany.
"Kau bisa mengandalkanku", kata Adam.
Brittany tertegun sejenak lalu tertawa lirih.
"Tapi kau bukan siapa-siapa untukku, karena hubungan yang kita jalani adalah sebuah kesepakatan belaka", kata Brittany.
"Semoga suatu hari nanti, semua akan berubah dan memungkinkan hubungan kita akan berjalan sebagaimana mestinya", sahut Adam.
Adam menatap tajam ke arah Brittany, namun, sorot matanya mengandung misteri yang sulit untuk ditebak.
"Jangan berharap lebih, dan kuharap kamu dapat mengerti hal itu, tuan Bennet", kata Brittany.
"Entahlah, aku tidak dapat menjaminnya, itu akan terjadi pada kita, Brittany'', sahut Adam.
Adam berjalan ke arah lemari yang ada didalam ruangan itu, bermaksud menyimpan kembali map berisi surat perjanjian ke dalam lemari.
Tedengar suara ketukan dari arah luar pintu ruangan yang membuyarkan suasana serius didalam ruangan itu.
Tok... ! Tok... ! Tok... !
"Permisi, tuan Adam, saya mau mengantarkan hidangan pesanan anda tadi", ucap suara seseorang dari luar pintu ruangan.
"Ya, silahkan masuk !" sahut Adam dari dalam ruangan tersebut.