Di tengah gelapnya kota, Adira dan Ricardo dipertemukan oleh takdir yang pahit.
Ricardo, pria dengan masa lalu penuh luka dan mata biru sedingin es, tak pernah percaya lagi pada cinta setelah ditinggalkan oleh orang-orang yang seharusnya menyayanginya.
Sementara Adira, seorang wanita yang kehilangan harapan, berusaha mencari arti baru dalam hidupnya.
Mereka berdua berjuang melewati masa lalu yang penuh derita, namun di setiap persimpangan yang mereka temui, ada api gairah yang tak bisa diabaikan.
Bisakah cinta menyembuhkan luka-luka terdalam mereka? Atau justru membawa mereka lebih jauh ke dalam kegelapan?
Ketika jalan hidup penuh luka bertemu dengan gairah yang tak terhindarkan, hanya waktu yang bisa menjawab.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Selina Navy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32.Menunggu Ricardo.
Heriberto tiba di markas dengan wajah penuh kecemasan, jantung nya berdegup kencang.
Dia merasa sesuatu yang buruk telah terjadi, terutama setelah mengetahui bahwa dia diperintahkan untuk menjemput ricardo di bandara yang ternyata bagian dari jebakan untuk menjauhkannya dari Adira.
Dengan langkah cepat dia menuju ke ruangan Adira berniat memastikan keamanannya.
Namun saat mendekati tangga matanya lansung terpaku pada pemandangan yang mengerikan Adira tergelincir jatuh dari atas tangga tubuhnya terhempas ke bawah sementara Salvatore yang bengis semakin mendekat.
"Sialan! "
Heriberto mengumpat keras. Matanya menyala penuh amarah. Melihat Adira yang dalam bahaya membuat darahnya mendidih.
Tanpa berpikir panjang dia berlari dengan kecepatan penuh menuju Salvatore yang mendekati Adira.
Nafasnya berat dan kemarahannya meledak ledak, di tengah kemarahan Heriberto berteriak lantang dalam bahasa spanyol kepada orang-orang di dalam markas.
"Keluar kalian semua sialan!!"
panggilannya memecah keheningan yang ganjil didalam bangunan itu menggema di seluruh lorong.
Salvatore yang tak menyangka kedatangan Heriberto secepat itu terlihat panik.
Ekspresi wajahnya berubah dari puas menjadi khawatir. Dia tidak menduga Heriberto akan kembali begitu cepat yang kini melangkah ke arahnya dengan amarah yang begitu besar.
Dalam kepanikan Salvatore berbalik dan mulai melarikan diri menaiki tangga dengan langkah terpincang-pincang, mencoba melarikan diri dari balas dendam yang akan segera menimpanya.
Heriberto terus berlari mengejar Salvatore meninggalkan Adira yang masih berjuang melawan rasa sakit di dasar tangga
Sementara itu Adira yang masih terbaring merasakan rasa sakit yang luar biasa ditubuhnya.
Namun melihat Salvatore melarikan diri dari Heriberto yang mendekat memberikan sedikit kelegaan di tengah ketakutannya.
Tiba-tiba, markas yang tadinya sepi mendadak penuh dengan orang-orang yang datang dari dalam ruangan-ruangan yang tertutup.
Beberapa dari mereka bergegas berlari kearah telunjuk Adira yang mengarahkan ke atas tangga, sementara yang lainnya langsung berlari menuju Adira.
Meskipun tubuhnya masi lemah dia merasa sedikit lebih tenang mengetahui bantuan telah datang tepat waktu.
Tanpa banyak bicara, mereka membantu Adira yang masih kesakitan, memapahnya perlahan kembali naik ke atas, menuju ruangan Ricardo.
Adira berusaha menahan rasa sakit, tubuhnya masih gemetar setelah insiden yang baru saja terjadi.
Saat melewati lorong, mata Adira menangkap pemandangan yang membuatnya sedikit lega, Salvatore telah ditangkap.
Heriberto dengan wajah penuh amarah memimpin penangkapan itu, menggiring Salvatore yang meronta-ronta, menyeretnya masuk ke dalam ruangan yang tak jauh dari situ.
Salvatore, yang tadi begitu percaya diri, kini tampak tak berdaya di tangan anak buah Ricardo.
Adira akhirnya berhasil dibawa masuk ke ruangan Ricardo. Suasana ruangan kini terasa jauh lebih aman dengan banyaknya penjaga yang berjaga di depan pintu.
Tubuhnya yang lemah terduduk lemas di sofa dekat jendela, menghirup napas panjang sambil memegangi bagian tubuh yang masih terasa sakit akibat jatuh dari tangga.
Matanya melirik keluar jendela, tapi pikirannya masih terbayang-bayang ketakutan dan ancaman Salvatore.
Tak lama setelah itu, Heriberto masuk ke dalam ruangan, menutup pintu dengan cepat.
Orang-orang yang tadi berjaga segera keluar,
Heriberto terlihat lelah, wajahnya masih penuh kekhawatiran.
Tanpa berkata apa-apa, dia duduk di samping meja kerja Ricardo, dan dengan putus asa, ia menghantuk kan belakang kepalanya ke meja, mengumpat dirinya sendiri dengan nada penuh penyesalan.
Melihat Heriberto yang terus-menerus menghantukkan kepalanya ke meja, Adira tak tahan lagi. Meski tubuhnya masih terasa sakit, dia merasa perlu menghentikan tindakan Heriberto itu.
"Apa yang kau sesali? Salvatore sudah tertangkap,"
ucap Adira, suaranya masih lemah namun tegas.
Heriberto menghentikan gerakannya. Dia menatap Adira dengan pandangan penuh beban,
"Ini bukan hanya tentang Salvatore yang tertangkap,"
katanya dengan nada rendah.
"Aku telah gagal menjaga orang yang paling penting bagi Ricardo. Aku sudah tak amanah. Itu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan."
Adira terdiam mendengar pengakuan itu, merasakan kesungguhan di balik kata-kata Heriberto.
"Aku sangat berutang budi pada Ricardo. Dia menyelamatkan hidupku di masa lalu, Seumur hidupku, aku telah berjanji untuk mengabdikan diriku padanya. Tapi bagaimana aku bisa menebus janji itu kalau aku tidak bisa menjaga orang yang paling penting dalam hidupnya?"
Heriberto hanya bisa tersenyum tipis, meski rasa bersalah itu belum sepenuhnya hilang.
"Aku hanya berharap Ricardo bisa memaafkanku, dan kau... aku bersyukur kau masih selamat."
Heriberto mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita, seolah mengumpulkan semua kekuatan untuk membuka kisah pahit yang selama ini disimpannya.
"Dua tahun yang lalu, saat aku berusia 24 tahun, hidupku sangat berbeda. Aku punya adik perempuan yang sangat kusayangi, yang saat itu berusia 18 tahun, Kami hidup sederhana, dan keadaan semakin sulit ketika ayahku jatuh sakit,"
ungkapnya, tatapannya jauh ke dalam kenangan.
"Untuk biaya pengobatan ayah, kami terpaksa berhutang kepada agen pinjaman uang milik El Patron. Aku hanya seorang kurir dan buruh pabrik, pekerjaan ku tidak cukup untuk melunasi hutang dan bunga yang terus membengkak,"
lanjutnya dengan suara serak. Adira bisa merasakan beban yang dipikul Heriberto, dan dia pun mendengarkan dengan seksama.
"Karena kami tidak bisa membayar, adikku diambil paksa untuk dijual,"
Heriberto melanjutkan, suara hatinya dipenuhi kemarahan dan kepedihan.
"Aku mengikuti mereka sampai ke rumah El Patron. Namun, di gerbang, aku dipukuli oleh orang-orangnya."
"Saat itu, aku hampir mati. Dalam keadaan sekarat, aku memegangi pergelangan kaki seorang pria yang lewat, memohon agar dia mengembalikan adikku."
"Pria itu adalah Ricardo. Dia menendang tanganku, dan aku pikir aku akan mati di sana,"
tambahnya, menatap Adira dengan mata penuh rasa syukur.
"Namun, aku tidak tahu bagaimana, tiba-tiba aku terbangun di rumah sakit dengan adikku di sampingku."
Adira terkejut, tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya pengalaman itu.
"Ricardo... ternyata dia menyamar sebagai orang yang akan membeli adikku di pelelangan perdagangan wanita"
"Dia telah menyelamatkan adikku dan membiayai biaya rumah sakitku juga."
"Sejak saat itu, aku berjanji untuk mengabdikan hidupku padanya"
"Aku merasa berutang budi seumur hidupku kepada Ricardo. Aku ingin melakukannya sebaik mungkin."
"Tapi sial! aku gagal"
sambil kembali mengutuk dirinya dan menghantukkan kepala nya ke meja.
Setelah mendengarkan kisah panjang dari Heriberto, Adira merasakan campuran emosi yang mendalam.
Keterikatan antara Ricardo dan Heriberto tampak begitu kuat, dan rasa syukur terbersit di hatinya karena memiliki orang-orang yang peduli di sekelilingnya.
"Kau istirahat lah"
“Ricardo pasti tidak senang melihatmu dalam keadaan seperti ini. Dia sudah dalam perjalanan pulang, beberapa jam lagi dia pasti sampai.”
Namun, Adira menggelengkan kepala, matanya bersinar penuh tekad.
“Tidak, aku ingin menunggu Ricardo,”
jawabnya, suara lembut namun tegas. Keinginan untuk melihat Ricardo, memastikan bahwa dia baik-baik saja, menguatkan hatinya.
Heriberto menggelengkan kepalanya melihat sikap keras kepala Adira.
Fokus Adira tetap pada pintu. Setiap kali ada suara langkah, hatinya berdebar, berharap itu adalah Ricardo.
Dia tahu bahwa waktu tidak akan lama sebelum pria itu kembali dan melindunginya seperti yang selalu dilakukannya.
(ehemmm/Shhh//Shy/)