Azalea Margarita seorang artis cantik papan atas yang begitu membenci Adiknya sendiri karena sakit lumpuh, Azalea tidak pernah tersenyum sekalipun terhadap Adiknya, bahkan Azalea lebih memilih tinggal di hotel milik Ayah nya karena begitu tidak ingin melihat Adik nya yang lumpuh.
Sifat dan karakter Azalea yang begitu keras, hingga begitu sulit untuk bisa jatuh cinta terhadap laki-laki manapun, hingga akhirnya Azalea di jadikan bahan taruhan oleh Fauzan Harkas sesama artis pemeran utama, dan CEO muda yang royal gemar berpesta demi mencari ke senangan ya itu Ronald Jensen.
Apey pemuda dari desa mencoba mencari ke beruntungan mengadu nasib ke kota, dengan bekal ilmu bela diri dan ke ahlian bisa menyetir, Apey mencoba adu nasib mencari rejeki ke kota demi bisa membahagiakan ke dua orang tuanya, yang ingin mempunyai ladang atau sawah sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saksi pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana di acara ulang tahun.
Apey kembali menuju tempat pekerjaannya berjalan melewati koridor, tepat dengan Riska staf wanita yang Beni sukai keluar dari kamar, habis merapihkan kamar tamu yang baru keluar pagi jelang siang itu, Riska melihat Apey dari belakang mengenakan seragam office boy langsung memanggilnya.
"Mas!" seru Riska.
Apey langsung membalikan badan melihat ke arah Riska yang memanggilnya.
"Kesini sebentar!" seru kembali Riska yang mengenakan seragam staf kemeja putih dan rok hitam di bawah lutut.
Apey buru buru langsung menghampiri Riska yang berdiri depan pintu kamar.
"Iya Mbak, ada apa?" tanya Apey.
Riska menatap nama ID Apey di bawah saku seragamnya, lalu menatap wajah dan perawakan Apey yang baru di lihatnya.
"Mas pekerja baru?" tanya Riska.
"Iya Mbak, baru masuk pagi ini," jawab Apey mengangguk.
Riska menatap sambil mengamati dari rambut hingga kaki Apey, seperti tidak merasa percaya jika di depannya seorang office boy.
"Halo Mbak ada apa?" tanya Apey melihat Riska bengong.
"Oh iya, ini saya mau minta tolong, pagi ini tamu kamar ini baru keluar, ayo ikut saya," ajak Riska masuk ke dalam kamar.
Apey langsung ikut masuk ke dalam kamar, mengerti dengan tugas pekerjaannya, langsung menuju wadah sampah kecil di pojokan.
"Ini kan Mbak?" tanya Apey.
"Iya itu," jawab Riska.
Apey langsung mengangkatnya karena tiap tamu hotel keluar kamar, harus di ganti dengan wadah baru yang bersih, Apey langsung melangkah hendak membawanya keluar.
"Mas tunggu sebentar," tahan Riska menghampiri.
"Iya Mbak, ada perlu apa lagi?" tanya Apey.
"Mas beneran bagian office boy?" tanya balik Riska.
Apey langsung senyum mendengarnya karena sudah jelas memakai seragam office boy, Riska melihat senyum karismatik Apey langsung meleleh hatinya.
"Manis banget senyumnya!" gumam Riska menatap tidak bosan melihat wajah Apey.
"Mbak, saya di bagian office boy, atasan saya Pak Harnolis," terang Apey.
"Iya iya, boleh kenalan?" tanya Riska tiba tiba menyodorkan tangannya.
Apey mengangkat alisnya kaget tiba tiba Riska meminta kenalan, Apey langsung mengusap tangan ke seragamnya takut kotor.
"Nama saya Apey," sambil senyum Apey menjabat tangan Riska.
"Saya Riska," balsa Riska tidak melepas tatapannya ke wajah Apey.
"Apa masih ada yang perlu saya bantu?" tanya Apey setelah berkenalan.
"Tidak ada, terima kasih ya," jawab Riska terus menatap.
"Sama sama, permisi!" Apey langsung melangkah pergi.
Riska melangkah menuju pintu mengintip melihat Apey dari belakang yang membawa wadah sampah, Riska langsung senyum senyum sendiri baru pertama kalinya di hotel melihat laki-laki berwajah tampan tinggu tegap penuh karismatik.
"Ganteng sekali wajahnya, tapi sayang kenapa harus kerja di bagian office boy!" gumam Riska dalam hatinya terus mengintip hingga Apey tidak terlihat di belokan koridor.
Di tempat lain Ronald pagi jelang siang itu terpaksa harus merapihkan seisi rumah barunya, yang hancur berantakan bak kapal pecah, Ronald menemukan ponsel Azalea yang pecah tergeletak di atas lantai, setelah mengambil melangkah menuju sofa lalu duduk meletakan ponsel Azalea di atas meja.
"Gua tidak habis pikir, kenapa Azalea sampai melakukan semua ini, ponsel sebegini mahalnya sampai di lempar pecah begini, kira kira apa yang membuat Azalea sampai ngamuk seperti itu!" gumam Ronald bicara sendiri menatap ponsel Azalea di atas meja.
Ronald mengingat semua kejadian saat menemani Azalea waktu mobilnya pura pura mogok, dan waktu Azalea ngamuk tidak di jelas waktu di kafe, Ronald mengerutkan dahinya menebak nebak dalam hatinya apakah kemarahan Azalea ada sangkut pautnya dengan Apey.
"Yang gua heran, syarat Azalea yang ketiga menginginkan si Apey pergi dari rumahnya, tapi kenapa waktu di kafe tiba tiba marah melihat Apey sama cewek lain sampai Azalea jatuh sakit, apa mungkin Azalea merasa cemburu si Apey sama cewek lain!" gumam Ronald merasa bingung dengan sikap Azalea.
Ronald langsung mengeluarkan ponsel di saku jasnya, mencari nomor kontak Fauzan yang tidak ada kabarnya sama sekali.
"Nih anak kenapa lagi tidak memberikan kabar sama sekali!" guman Ronald langsung menelpon Fauzan.
Fauzan dan Laura di tempat syuting sedang saling mencurahkan isi perasaan dalam hatinya masing masing, Laura merasa kecewa dengan sikap Apey yang memilih membawa Azalea kerumah sakit sewaktu kejadian di kafe, begitupun dengan Fauzan merasakan kecewa karena Azalea kini sudah menjalin hubungan dengan Ronald, hingga Fauzan tanpa sadar menceritakan terhadap Laura kalau dirinya dan Ronald taruhan untuk bisa mendapatkan dan menaklukan Azalea.
Laura mendengar pengakuan Fauzan kalau Azalea hanya menjadi bahan taruhan, seketika Laura serasa mendapat amunisi baru untuk kembali menjatuhkan Azalea, sementara Fauzan tidak menyadari jika Laura dan Azalea adalah musuh bebuyutan sudah cukup lama sewaktu masih duduk di bangku SMA, dan saat Ronald menelpon Fauzan bermaksud hendak meminta pendapatnya, Fauza hanya membiarkannya saja enggan untuk mengangkatnya.
"Coba ini lihat, Ronald menelpon pasti saat ada perlunya saja, kemarin malam pun sama waktu dia di rumah sakit, menelpon minta aku datang menemaninya di sana, dia kira dia siapa, meminta aku menemaninya di rumah sakit" gerutu Fauzan memperlihatkan panggilan layar ponselnya.
"Bagaimana kalau kita hancurkan saja hubungan mereka berdua? gue juga sangat jijik sama si Azalea si sok kecantikan itu," lontar Laura dengan suara dendamnya.
"Bagaimana cara menghancurkannya?" tanya Fauzan.
"Lo kan tadi bilang, jika si Azalea cuma jadi bahan taruhan?" tanya balik Laura.
"Iya, bukti uang aku transfernya juga masih ada," jawab Fauzan.
"Ya udah gampang, bukti transfer itu akan gue perlihatkan sama si Azalea, kalau dia itu hanya sebatas jadi bahan taruhan doang, gue yakin si Azalea akan nangis darah merasa sakit hati karena hanya menjadi bahan taruhan lo sama si Ronald," lontar kembali Laura penuh dendam dalam hatinya.
"Kalau kamu ngasih tahu Azalea, nanti Azalea bakal benci tidak sama aku?" tanya Fauzan merasa was was.
"Si Azalea itu sok cantik sok kaya raya si sok paling dirinya hebat, apa sih yang lo suka dari orang seperti itu? jijik gue dengarnya," umpat Laura.
Fauzan terdiam mendengar umpatan Laura memang benar, selama ini dirinya tidak pernah di anggap sekalipun oleh Azalea, bahkan selama di tempat syuting bareng pun Azalea tidak pernah menganggap dirinya sama sekali.
"Iya sih kamu benar, Azalea sama aku sombong sekali, tidak pernah mau menganggap aku sama sekali," ungkap Fauzan jadi terbawa kebencian Laura.
"Nah iyakan? jadi buat apa lo berharap sama cewek si sok sok merasa paling segalanya itu," umpat kembali Laura.
"Iya aku tidak akan mengharapkannya lagi, tapi aku tidak ikhlas jika sampai Azalea di miliki oleh si Ronald, aku tahu bagaimana kelakuan si Ronald di luar sana," ungkap Fauzan.
"Bagaimana kalau nanti pas di acara ulang tahun anak om Hermawan kita hancurkan hubungannya?" tanya Laura.
"Tapi bagaimana kalau om Hermawan marah sama kita? jika acara anaknya jadi gaduh ribut gara gara kita?" tanya Fauzan merasa takut kurang setuju.
"Kalau mau menghancurkan itu jangan tanggung, cemen banget sih lo jadi cowok," tegur Laura.
"Ok deh, aku ikut apa kata kamu, berarti nanti kita datang bareng ke acaranya?" tanya Fauzan.
"Iya, nanti lo jemput gue ke rumah," jawab Laura.
"Ok nanti aku jemput kamu ke rumah, sudah yuk kita ke tenda siap siap!" ajak Fauzan melangkah pergi.
Setelah Fauzan pergi Laura langsung senyum membayangkan kemenangan, punya amunisi baru untuk mempermalukan Azalea di acara ulang tahun anak sulung om Hermawan, selain nanti tamu yang datang dari deretan kalangan artis sutradara dan beberapa pengusaha, sudah pasti akan di penuhi oleh wartawan dari berbagai media yang pasti meliput acara ulang tahun anak sulung om Hermawan yang kuliah di luar negri.
Ronald yang telponnya tidak di angkat oleh Fauzan, duduk merenung di rungan tamu sambil terus menatap ponsel Azalea di atas meja, Ronald menebak nebak dalam hatinya apa mungkin Fauzan sengaja menghindar darinya, jika benar Fauzan menghindar sudah pasti itu bisa berbahaya baginya karena bisa bisa Fauzan membocorkan taruhannya.
Ronald berdiri dari tempat duduknya mondar mandir mencari cara agar Fauzan tidak membocorkannya, karena jika Fauzan sampai membocorkannya sudah jelas akan sangat membuat fatal, selain semuanya akan hancur berantakan sudah pasti Azalea pun akan marah besar dan mungkin akan timbul rasa benci terhadapnya.
"Ngeri ini, kenapa si Fauzan dari kemarin tidak mau mengangkat telpon gua, bales chat pun tidak, aduh ngiri ini, gimana kalau si Fauzan sampai membocorkan gua taruhan bisa hancur nasib gua, bisa sia sia semuanya!" gumam Ronald jadi merasa was was mondar mandir bicara sendiri.
Ronald langsung menyabet ponsel Azalea di atas meja buru buru melangkah pergi hendak menemui Fauzan, hanya dengan cara menemui Fauzan langsung mungkin Ronald bisa mengetahui kenapa Fauzan tidak mau mengangkat telponnya bahkan tidak membalas beberapa chat yang di kirimnya.
Di dalam hotel Apey yang sedang fokus membersihkan dan merapihkan area restoran di hampiri Beni, yang mencuri waktu kerja untuk menemui Apey terlebih dahulu sebelum jam break makan siang, Beni sambil clingak clinguk takut ada Pak Harnolis buru buru menghampiri Apey.
"Eh Pey, bagaimana tawaran gua yang semalam? nanti jam makan siang coba lu deketin gebetan gua ya?" pinta Beni sambil terus melihat ke arah pintu takut ada Pak Harnolis datang.
"Saya takut Ben, bagaimana kalau ternyata nanti malah saya yang di hina di depan banyak orang? pasti saya malu sekali Ben," tebak Apey.
"Yeh lu jangan kesitu pikirannya Pey, gebetan gua tidak galak dan sadis sadis amat kok, lu coba saja dulu ya, masa gua harus sampai memohon lagi," desak Beni.
Apey mendengar desakan Beni sampai menghentikan kerjanya langsung menatap.
"Kalau ada apa apa kamu yang bertanggung jawab ya?" pinta Apey.
"Pasti lu tenang saja, gua pasti bertanggung jawab," sabet Beni.
"Ya sudah nanti saya coba!" tutup Apey enggan berdebat lagi.
"Sipp, gitu dong itu baru namanya teman, ya udah gua otewe kebawah dulu, nani jam makan siang gua tunggu di samping kantin, nanti gua tuduhkan yang mana gebetan guanya, gua kebawah dulu ok!" Beni senyum lebar buru buru melangkah pergi.
Apey kembali melanjutkan pekerjaannya tidak berpikir apa apa karena Beni mau bertanggung jawab jika ada masalah, sedangkan Beni tidak mengetahui jika Riska sedang pendekatan dengan staf laki-laki bagian departemen ke uangan.
Hari beranjak jam makan siang Apey memasuki lift turun kelantai bawah, sambil mendorong troli kusus untuk membawa peralatan kebersihan, para pekerja office boy dan cleaning service sebagian sudah ada di lantai bawah, menaruh semua peralatan kerjanya di tempat kusus untuk penyimpanan semua peralatan kebersihan.
Beni yang sudah menunggu di lantai bawah melihat Apey keluar dari tempat penyimpanan peralatan, langsung menghampiri dengan tidak sabar langsung mengajak Apey menuju kantin di lantai dua, Apey yang masih merasakan lelah butuh cuci muka dan cuci tangan agar terasa segar langsung senyum melihat Beni begitu tidak sabarnya mengajak buru buru ke kantin.
"Ayo Pey cepet, nanti keburu masuk ke kantin gebetan guanya," ajak Beni tidak sabar di ruangan tempat cuci muka.
"Iya ayo!" sahut Apey setelah merasa segar melangkah keluar ruangan.
Keduanya langsung menunggu tangga berbarengan dengan beberapa pekerja staf bawah yang memilih jalan lewat tangga, keberadaan Apey di waktu jam break siang tidak sedikit para pekerja yang memusatkan perhatiannya melihat wajah dan perawakan Apey,.
Setelah di lantai dua menuju kantin yang terletak di belakang, para pekerja staf sudah banyak yang berdatangan dari lantai atas, ada yang menggunakan lewat tangga dari lantai dua dan tiga, juga yang menggunakan lift dari lantai atas, dan ada sebagian pekerja staf yang tidak makan di kantin di sediakan tempat kusus oleh pihak kebijakan hotel.
Apey di dekat pintu masuk kantin yang di desain ruangannya terbuka setengah dada agar bisa melihat keluar saat makan, sengaja membalikan badannya membelakangi para pekerja staf yang masuk ke kantin, Apey meletakan kedua tangannya di besi pembatas setengah dada sambil menatap ke arah luar.
Beni berdiri di samping Apey fokus melihat ke para staf yang berdatangan dari arah pintu lift, karena gebetan Beni ruangan kerjanya di lantai atas, para staf laki-laki mengenakan jas mengenakan kemeja putih dan kemeja bebas sesuai kebijakan departemennya masing masing, begitupun sama dengan para staf wanita yang terlihat cantik menawan rapih dan tentu juga tercium wangi.
Mata Beni tersentak kaget melihat kedatangan wanita gebetannya berjalan dengan seorang staf laki-laki yang mengenakan jas elegan, bagaimana laki-laki itu tidak tampil rapih dan elegan karena kerja di bagian departemen ke uangan, inti nafas yang mengelola nyawa kehidupan hotel itu sudah tentu gajinya juga sangat jauh jika di bandingkan dengan Beni.
"Kacau Pey, itu lihat gebetan gua jalan sama laki-laki," terang Beni menuduhkan dengan isyarat matanya.
Apey langsung membalikan badan ikut melihat arah mata Beni, seketika Apey ikut tersentak melihatnya, bukan karena gebetan Beni jalan dengan laki-laki, namun ternyata gebetan Beni bernama Riska yang belum lama sudah berkenalan.
"Aduh! kenapa bisa kebetulan seperti ini!" gumam Apey kaget buru buru membalikan badannya agar tidak terlihat Riska.
"Pey, kenapa lu malah membelakangi? ayo cepat beraksi, gua ingin lihat reaksinya doang," desak Beni sampai menarik seragam Apey.
"Saya tidak berani Ben dia sama laki-laki!" tolak Apey pura pura takut.
"Yeh tidak apa apa lu pura pura ingin kenalan doang, ayo cepat nanti keburu lewat masuk kantin," desak Beni kembali menarik seragam Apey.
"Saya takut tidak berani!" tolak Apey terus membelakangi.
Beni sekuat tenaga memaksa Apey agar membalikan badannya, tepat dengan Riska lewat di depan Beni, tentu mata Riska langsung melihat Apey yang berdiri di samping Beni.
"Apey?" sapa Riska langsung menghampiri.
Seketika mulut Beni menganga mata melotot tertegun tidak percaya, melihat Riska gebetannya menghampiri bahkan menyebut nama Apey, laki-laki yang bersama Riska ikut menghampiri langsung natap merendahkan Apey yang mengenakan seragam office boy.
"Kamu makan di kantin ini juga?" tanya Riska dengan tatapan akrab.
"Enggak eh iya, ini di ajak Beni," jawab Apey jadi panik karena kaget di hampiri.
"Ris, ayo kita masuk, ngapain di sini," ajak laki-laki di sampingnya bernama Aldian.
"Sebentar, kamu masuk saja duluan nanti aku nyusul," titah Riska.
"Riska, masa begitu nyuruh aku masuk duluan, ayo kita masuk mau ngapain di sini tidak penting," desak Aldian.
"Sebentar doang, udah kamu duluan saja masuk," titah kembali Riska.
"Ya sudah aku masuk duluan, awas jangan lama!" Aldian dengan kecewa menoleh ke Apey lalu melangkah menuju pintu kantin.
Setelah Aldian masuk ke kantin Riska menatap wajah Apey, tanpa menoleh ke Beni sedikitpun yang tertegun bengong belum sadar.
"Itu temen saya namanya Aldian, saya suka ke kantin bareng sama dia," terang Riska tiba tiba.
"Oh iya gitu ya, ini teman saya Beni," gagap Apey jadi serba salah tidan sadar mengenalkan Beni yang sudah jelas Beni pernah di tolak Riska.
"Iya sudah tahu, kamu yang pernah nembak saya kan?" tanya Riska ke Beni.
"An, an, anu anu," gagap Beni hingga tangan dan lututnya gemetar tidak bisa menjawab.
Wajah Riska cukup cantik bersih kulit putih terawat dan juga wangi, tentu membuat hati Beni bergetar hebat hingga gagap, membuat Apey jadi senyum melihat wajah panik grogi Beni.
"Mbak silahkan masuk, kasihan temennya jika menunggu lama," ucap Apey.
"Kamu tidak masuk?" tanya Riska.
"Saya masih nunggu teman dulu," jawab Apey pura pura.
"Oh gitu, ya sudah saya duluan masuk ya," sambung Riska menatap.
"Iya Mbak silahkan," Apey mengangguk.
Riska menyempatkan melempar senyum manisnya lalu melangkah pergi menuju pintu kantin, Apey langsung menarik nafasnya merasa lega lalu menoleh ke Beni yang belum sadar.
"Sudah, orangnya sudah pergi," ucap Apey sampai menepuk bahu Beni.
Beni mengusap usap jidatnya berulang ulang kali menyadarkan dirinya, begitu kuatnya daya tarik karismatik ketampanan Apey hingga Riska menghampirinya denga begitu saja, bahkan hingga Riska menyuruh Aldian agar masuk ke dalam kantin duluan.
Beni tidak menyadari bahwa sudah memulai bermain api menggunakan Apey untuk uji coba, ingin tahu reaksi Riska terhadap Apey dengan wajah ketampanan yang Apey miliki, jika saja Azalea sudah di ijinkan oleh Pak Wiguna untuk memulai belajar mengelola hotel, entah bagaimana nasib Beni kedepannya jika saja Azalea sampai mengetahuinya,
semoga aja hbs ini gak terjadi kesalahpahaman