Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 Berhasilnya Misi
Cornelia dan Nobel berhasil melakukan misi mereka, memburu korban para slave vampir dan sukses memberikan serum anti virus vampir kepada mereka meski hanya sebagian saja dari korban slave.
Mereka mengelilingi area sekolah demi mendapatkan para korban slave vampir.
"Kita berhasil menyelesaikan sebagian tugas serum ini, besok kita lanjutkan tugas ini dan mencari sebagian dari korban slave", kata Nobel sambil mengedarkan pandangannya ke arah sekitar sekolah.
"Baiklah, kita lanjutkan tugas ini besok, dan semoga saja kita mampu memberikan serum ini kepada semua korban slave", sahut Cornelia dengan mengangguk cepat.
"Ya, kita pergi sekarang atau kau akan melanjutkan pelajaranmu disekolah", kata Nobel.
"Sepertinya aku akan melanjutkan pelajaranku hingga jam waktu pulang sekolah, kau pergilah dulu karena aku masih akan mengikuti mata pelajaran selanjutnya", sahut Cornelia.
Cornelia memasukkan botol serum ke dalam tas miliknya.
"Kalau begitu aku pergi dulu, kemungkinan aku akan menyusul Lakas", kata Nobel.
Cornelia melirik jam ditangannya.
"Apa dia sudah menemukan sesuatu disana ?" tanya Cornelia.
"Entahlah, aku tidak mendapatkan petunjuk apapun darinya melalui telepati", sahut Nobel.
Nobel menengadahkan pandangannya ke atas seraya mengamati bagian atas gedung sekolah.
Hari ini, cuaca sangat cerah seusai misi pertama memberi serum anti virus vampir kepada sejumlah murid yang terkena gigitan slave vampir, Nobel mampu menyelesaikan tugasnya dengan sukses.
"Mungkin saja Lakas masih sibuk ditoko itu", lanjutnya.
"Aku akan kembali ke kelas, ada jam pelajaran siang ini, sore nanti aku pulang", kata Cornelia.
"Jaga dirimu baik-baik, aku pergi sekarang !" ucap Nobel.
"Tolong katakan pada Lakas jika tidak ada waktu untuk menjemputku, tidak perlu datang ke sekolah karena aku bisa pulang sendiri", sambung Cornelia.
"Ya, baiklah, aku akan sampaikan pesanmu padanya", kata Nobel.
Nobel menatap ke arah Cornelia seraya mengangguk pelan.
"Aku tidak akan menunggu dia datang menjemput, dan akan pulang secepatnya, tepat waktu", lanjut Cornelia.
"Ya, sampai jumpa kembali dirumah, Cornelia !" kata Nobel.
"Ya, Nobel...", sahut Cornelia.
"Tetaplah waspada selalu, Cornelia !" kata Nobel.
Tubuh Nobel perlahan-lahan menghilang dari pandangan Cornelia yang masih berdiri di taman luar sekolah.
Cornelia tertegun diam memandangi kabut tipis disekitarnya berhembus pergi dari hadapannya.
Terdengar suara lonceng berbunyi lalu sayup-sayup suara langkah kaki berderap pelan, mendekati taman luar sekolah.
Cornelia memalingkan pandangannya ke arah suara berasal.
Tampak gerombolan murid berjalan kaki keluar dari arah kelas yang ada disekeliling taman ini.
Gambaran para murid bagaikan siluet samar dipenglihatan Cornelia, sedetik saja, Cornelia telah berpindah tempat ke tempat lainnya.
Sret..., gerakan Cornelia sangat cepat ketika dia berpindah tempat dari arah taman luar sekolah ke atas bangunan sekolah yang sepi.
Cornelia menatap dingin ke arah bawah gedung tinggi.
Sejumlah murid, baik laki-laki maupun perempuan telah bergerak berkelompok menuju ke arah kantin sekolah.
Rupanya mereka akan beristirahat sekarang ini sebab waktu menunjukkan jam istirahat sekolah saat Cornelia melihat jam ditangannya.
Angin berhembus tiba-tiba ke arah Cornelia, agak mendorong pelan tubuhnya yang berdiri tegak diatas gedung sekolah.
"Hufh..., tidak mudah menjalani tugas ini, meski kelihatannya ringan namun penuh tantangan", kata Cornelia.
Cornelia menatap lurus ke arah depan.
Terbentang luas pemandangan gedung bertingkat milik sekolahnya yang berjejer horisontal.
"Aku tidak bisa menyusul Lakas dijam pelajaran aritmatika, jika aku melakukannya maka aku bisa tidak naik kelas", ucapnya.
Cornelia duduk ditepi gedung tinggi sekolahnya, sedang menatap jauh ke arah didepannya.
Wajahnya terlihat murung saat memikirkan adanya para vampir yang hidup berdampingan dengan manusia sedangkan dia sebagai manusia yang mengerti hal itu hanya bisa diam tanpa berbuat apa-apa.
Cornelia duduk sambil memandang sendu.
Angin terus berhembus menerpa dirinya diatas gedung sekolah bertingkat ini.
"Dan sekarang aku lebih kuat dari sebelumnya bahkan aku mampu berteleportasi sesuai yang aku inginkan sekarang ini", ucapnya.
Cornelia kembali mendesah pelan lalu menatap ke arah kedua tangannya.
"Semenjak aku berhubungan dengan vampir, kekuatan tubuhku terasa meningkat daripada sebelum aku mengenal Lakas", kata Cornelia.
Kedua tangannya memancarkan sinar terang kemerahan serta membias kecil dari arah telapak tangannya yang berasap seperti terbakar.
"Kenapa tubuhku sangat kuat ?" ucapnya penasaran.
Cornelia mengalihkan pandangannya ke arah bawah gedung sekolahnya yang menjulang tinggi.
Fokus pandangannya tertuju ke arah seorang pria berkacamata sedang berjalan dikoridor sekolah.
"Bukankah itu guru aritmatika itu !?" ucap Cornelia.
Cornelia memperhatikan botol parfum berisi formula serum anti virus vampir yang masih tersisa sedikit itu.
"Apa aku harus memberikan serum ini juga kepadanya ?" ucapnya bertanya-tanya.
Cornelia kembali mengamati gerakan dari guru aritmatikanya yang berjalan sepanjang koridor.
"Tapi dia sudah berbentuk slave vampir, sedangkan serum ini hanya teruntuk para korban slave karena tergigit oleh mereka", kata Cornelia mulai didera rasa bimbang.
Tiba-tiba tubuh Cornelia melayang cepat ke udara lalu terbang melesat ke arah bawah.
Cornelia meluncur dengan tangan menggenggam erat-erat botol ditangannya yang terarah kepada guru aritmatika itu.
Tanpa dia sadari kedua tangannya bergerak sendiri, hendak menghujam ke arah guru aritmatikanya.
Untungnya guru aritmatikanya tidak menyadari bahwa ada serangan yang datang kearah dirinya karena seorang siswi mendadak muncul tepat disamping guru tersebut.
Jleb !
Serum anti virus vampir masuk ke tubuh siswi itu secara tak langsung.
Cornelia tersentak kaget saat serum ditangannya menembus ke dalam tubuh siswi itu.
"Oh !?" gumamnya tertegun.
Sempat siswi sekolah itu menatap ke arah Cornelia dengan pandangan sayu ketika dirinya terkena serum anti virus vampir.
Tidak ada kata-kata yang terucap darinya, dan tiba-tiba siswi sekolah itu ambruk pingsan dengan tubuh bergetar keras.
Cornelia segera tersadar lalu berlari cepat, meninggalkan koridor sekolah yang dipadati oleh para murid.
Tidak ada yang tahu apa yang telah terjadi karena tak seorangpun melihat kehadiran Cornelia saat dirinya memasukkan serum anti virus vampir ke tubuh siswi sekolah yang menjadi korban keganasan slave vampir yang tak lain adalah guru mereka sendiri.
Kerumunan siswa dan siswi yang berlalu lalang mampu menutupi kejadian itu saat siswi sekolah jatuh pingsan didekat guru aritmatika.
Guru aritmatika terlihat kebingungan ketika budak darahnya jatuh tak sadarkan diri dan terbaring didekatnya.
Kejadian itu begitu cepatnya bahkan tak sampai hitungan detik, semua terjadi sangat cepatnya.
...***...
Dikejauhan sana, Cornelia berlarian keluar gedung sekolah.
Cornelia mengurungkan niatnya untuk mengikuti pelajaran aritmatika dijam selanjutnya.
Tap... Tap... Tap...
Suara langkah kakinya tergesa-gesa saat dia keluar dari area sekolah.
Cornelia terus berlari kencang menuju ke arah lorong panjang yang tak jauh dari area sekolahnya.
Suara kaki Cornelia menggema keras sepanjang lorong gelap itu.
Cornelia lalu menghentikan laju langkah kakinya sembari membungkukkan badannya.
Desah nafasnya bergerak tak beraturan saat Cornelia berhenti bergerak cepat, tatapannya berubah samar seusai berlari tadi.
"Hosh... Hosh... Hosh... !" deru nafas Cornelia masih tak teratur.
Disekanya keningnya yang bercucuran keringat.
"Apa aku salah jalan tadi ?" tanyanya. "Dimana aku sekarang ?" sambungnya.
Cornelia mengedarkan pandangannya ke arah sekitarnya, tampak sebuah lorong panjang yang sepi serta gelap terbentang disekitarnya.
Degup jantung Cornelia masih berdetak keras saat dia menghentikan laju kakinya setelah berlari kencang tadi.
"Untung sekali, tidak ada yang melihatku tadi", ucapnya lalu bersandar ke arah dinding lorong yang sepi.
Cornelia berdiri dengan kedua mata terpejam rapat-rapat sembari mengatur deru nafasnya yang naik turun tak beraturan.
"Tidak ada yang aku kerjakan sekarang, dan aku kabur dari jam pelajaran aritmatika", ucapnya setengah menggerutu kesal.
Cornelia kembali membuka kedua matanya lalu memperhatikan area lorong yang sepi.
"Aku baru tahu jika ada jalan disekitar sekolah, kupikir hanya ada jalan lurus panjang yang luas seperti jalan trotoar didepan sekolah kami", ucapnya.
Cornelia berancang-ancang pergi, melanjutkan tujuannya untuk menyusul Lakas dan Nobel ke toko daging yang diberitakan oleh telivisi tadi pagi.
Tiba-tiba terdengar suara halus nan ringan sedang menyapa Cornelia.
"Hai...", sapa seseorang tepat berada dihadapan Cornelia.
Cornelia langsung tersentak kembali, ketika melihat kedatangan seorang pria telah berdiri tegak dihadapannya, sembari tersenyum manis kepada dirinya.