Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak ingin di sentuh.
Setelah pengakuan Anis atas kesalahannya tadi suasana di dalam mobil kembali hening, sampai suara getaran yang berasal dari ponsel Ansenio memecah keheningan.
Drrt....drrt....drt....
Menyadari ponselnya bergetar, menandakan notifikasi pesan baru saja masuk ke aplikasi hijau miliknya Ansenio lantas merogoh saku jasnya untuk mengambil ponselnya.
"Mike.". Batin Ansenio ketika melihat siapa pengirim pesan di ponselnya. Penasaran dengan pesan dari Mike, Ansenio pun segera membuka dan membaca pesan tersebut.
Saat membaca pesan dari Mike tanpa sadar Ansenio menarik salah satu sudut bibirnya kesamping, hingga tercipta sebuah senyuman tipis. Saking tipisnya sehingga hanya ia dan author yang tahu. Setelahnya, Ansenio kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya.
"Kita mampir ke restoran terdekat!!." kata Ansenio pada Jasen.
"Baik tuan."
"Kau pasti belum makan siang kan." tebak Ansenio seraya menoleh ke arah Anis.
"Bagaimana anda bisa tahu jika saya belum makan siang, tuan??." tutur Anis dengan wajah bingung.
"CK....kau pikir saya ini tuli, sejak tadi perutmu terus berbunyi, apa kau tidak menyadarinya?" jawaban Ansenio membuat Anis menunduk malu.
"Kenapa kau tidak bisa di ajak kerjasama, kenapa malah bersuara di waktu yang tidak tepat????" batin Anis seraya memegangi perutnya.
Terlalu fokus dengan rasa ketakutannya akan amarah Ansenio, Anis sampai tak menyadari jika sejak tadi perutnya terus mengeluarkan bunyi, Mungkin semua cacing cacing di dalam perut nya sedang demo ingin di beri makan.
Kini Jasen mulai memasuki kawasan resto terdekat di lokasi mereka saat ini. Anis nampak berjalan di belakang langkah Ansenio menuju ke arah pintu masuk restoran, sementara Jasen memilih menunggu di mobil karena siang tadi ia telah makan siang.
"pilih menu yang kau inginkan !!." kata Ansenio setelah menyerahkan buku menu pada Anis, setelah mereka menempati salah satu meja.
"Aku tidak ingin sampai di bilang pelit karena membiarkan istriku mati kelaparan." lanjut tutur Ansenio dengan wajah datarnya.
Kata istri yang baru saja di ucapkan Ansenio mampu mengalihkan perhatian Anis dari buku menu di hadapannya. "Istri??." ulang Anis dalam hati. "Tumben tuan Ansenio mengakui aku sebagai istrinya, apa dia sedang demam??.". Lanjut Anis, tentunya wanita itu hanya berani mengucapkan kalimat tersebut di dalam hatinya.
Kini Anis kembali fokus pada buku menu di hadapannya.
"Saya pesan Nasi goreng saja, tuan." kata Anis setelah cukup lama memandangi buku menu di hadapannya.
"Setelah cukup lama memilih menu dan kamu hanya memesan nasi goreng saja????." kerutan halus tercetak jelas di dahi Ansenio kala berucap.
Anis hanya mengangguk saja sehingga membuat Ansenio menghela napas dibuatnya. setelah itu Ansenio lantas melambaikan tangannya ke arah pelayan resto.
"Saya pesan semua menu spesial di restoran ini, tanpa terkecuali!!." tutur Ansenio pada pelayan resto.
"Baik tuan." kata pelayan restoran sebelum kemudian pamit untuk menyiapkan pesanan mereka.
"Tidak perlu membuang buang uang dengan memesan menu sebanyak itu tuan, saya hanya butuh satu porsi saja." kata Anis, merasa sayang jika Ansenio memesan begitu banyak menu makanan sementara mereka hanya berdua saja.
"Tidak perlu protes!! Lagi pula saya tidak ingin t*dur dengan wanita yang kurus kerempeng seperti kurang gizi, jadi makanlah yang banyak!!." baru saja Anis dibuat terharu dengan sikap Ansenio yang menurutnya sedikit perhatian padanya, namun seketika ucapan Ansenio membuat Anis seakan dihempaskan dari langit ke tujuh.
"CK.....Apa matanya sudah tidak berfungsi dengan baik, tubuh ideal seperti ini di bilang kurus kerempeng." dalam hati Anis kesal. dengan tinggi badan 160 cm serta berat badan 53 kg, di tambah lagi dengan bentuk tubuh yang indah, menurut Anis tubuhnya masih bisa dikatakan ideal. Lalu bagaimana bisa pria itu mengatakan dirinya kurus kerempeng???.
"Baiklah, tuan." sahut Anis dengan seulas senyum, padahal kenyataannya di balik senyumannya ingin sekali rasanya ia merobek mulut pedas pria itu.
Tak berselang lama, pelayan pun kembali untuk mengantarkan pesanan mereka. Setelah menyajikan pesanan di atas meja, salah seorang pelayan lainnya juga tiba untuk mengantarkan minuman pesanan mereka. entah apa yang terjadi, hingga pelayan tersebut sampai kehilangan keseimbangan sampai minuman ditangannya tertumpah dan mengenai pakaian Ansenio.
"Oh astaga....." Ansenio Sontak berdiri dari duduknya.
Mungkin karena panik atau apa, tanpa sadar pelayan tersebut meraih tisu lalu mengulurkan tangannya untuk membersihkan pakaian Ansenio yang terkena tumpahan minuman, namun dengan cepat Ansenio menjauhkan tubuhnya. Nampak jelas dari gestur tubuh pria itu yang tidak ingin disentuh oleh wanita itu.
"Apa yang anda lakukan??." kini tatapan Ansenio berubah tajam sehingga membuat pelayan tersebut menyesali tindakannya.
"Maafkan atas kelancangan saya, tuan." ucapnya.
Menyadari tatapan tajam Ansenio, Anis pun beranjak mendekati pria itu.
"Sepertinya mbaknya memang tidak sengaja tuan, boleh saja bantu membersihkan pakaian anda??." kata Anis, dan Ansenio pun mengangguk sebagai jawaban, Hingga Anis kini mulai membersihkan pakaian Ansenio yang terkena tumpahan minuman. Anis bahkan meminta Ansenio untuk melepaskan jas yang kini ia kenakan karena telah basah.
"Apa sebaiknya kita pulang saja, tuan??." usul Anis, menyadari perubahan raut wajah Ansenio.
"Tidak perlu, makanlah !! Setelah itu kita langsung pulang." jawab Ansenio yang kini kembali menjatuhkan bokongnya di kursi yang berhadapan dengan Anis.
"Baik tuan." tidak ingin membuat suasana hati Ansenio semakin buruk, Anis pun segera menikmati makanan yang telah tersaji di atas meja.
Seperti itulah sikap Ansenio, paling tidak suka disentuh oleh wanita manapun yang tidak diinginkannya. Dalam hidupnya mungkin hanya tiga orang wanita dewasa yang pernah menyentuhnya, ibunya, mendiang Ananda dan kini Anis, selebihnya Ansenio tidak ingin di sentuh oleh wanita manapun.
Mungkin karena perutnya yang sudah terasa sangat lapar, sehingga Anis menghabiskan satu porsi makanannya dengan lahap. Padahal biasanya jangankan lahap, menelan makanannya saja rasanya Anis sangat kesulitan jika berada satu meja dengan pria itu.
Setelah mengisi perutnya, pikiran Anis seakan kembali berjalan normal sehingga ia kembali teringat akan kelancangan nya datang ke makam Ananda tanpa meminta izin terlebih dahulu pada Ansenio.
"Sekali lagi saya minta maaf atas kelancangan saya yang telah mendatangi makam istri anda tanpa izin, tuan." dengan wajah tertunduk Anis berucap.
Ansenio diam saja Sembari menyaksikan wajah Anis yang tertunduk, ia sama sekali tidak berniat merespon permintaan maaf dari Anis.
"Anda boleh memberi hukuman apapun pada saya, asalkan jangan pada anggota keluarga saya, tuan, karena mereka tidak tahu apa apa saya yang salah."
Ansenio cukup tertegun mendengarnya, di dalam rasa ketakutannya wanita itu masih saja memikirkan keselamatan anggota keluarganya.
"Sepertinya kau sangat menyayangi keluargamu." pernyataan Ansenio mampu membuat Anis mengangkat pandangannya, kini ia memandang ke arah Ansenio yang kini duduk seraya melipat kedua tangannya di dada.
"Jika bukan karena rasa sayang saya terhadap keluarga saya, mungkin saat ini saya tidak akan ada di sini bersama dengan anda, tuan." tutur Anis apa adanya, mengingat ia terpaksa menerima pernikahan mereka demi menghindari tindakan buruk Ansenio terhadap anggota keluarganya.