Nasib malang dialami oleh gadis muda bernama Viona Rosalina. Karena terlilit hutang yang lumayan besar, Viona dijadikan jaminan hutang oleh orang tuanya. Dia terpaksa merelakan dirinya untuk menikah dengan Dirgantara, seorang pengusaha muda yang terkenal sombong dan juga kejam.
Mampukah Viona menjalani hari-harinya berdampingan dengan pria kejam nan sombong yang selalu menindasnya?
Atau mungkin Viona memilih untuk pergi dan mencari kebahagiaannya sendiri?
Nantikan kisahnya hanya ada di Noveltoon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Orang Tua Kejam
"Halo cucuku, bagaimana kabarmu? Apakah kamu baik-baik saja?"
Seorang laki-laki tua yang sangat dibenci oleh Dirgantara kini datang ke kantornya. Dia adalah Bagaskoro, yang tak lain kakek dari Dirgantara sendiri, Ayah dari ibunya.
Semenjak kematian orang tuanya, tidak satupun dari keluarga ibu dan Ayahnya datang untuk menjenguknya atau bahkan menanyakan tentang kabarnya, dan kini kakeknya datang ke kantor untuk menemuinya. Entah apa yang ada di pikiran kakeknya hingga datang menemuinya di kantor. Jika saja ada niatan untuk mengunjunginya tentunya akan datang ke rumah bukannya di kantor.
"Aku pikir siapa yang datang kemari. Bahkan tidak ada satu orang pun yang berani memasuki ruanganku! Ngapain anda datang ke sini? Saya pikir anda sudah melupakanku atau bahkan sudah meninggal. Ternyata anda masih ada niatan untuk datang menemui saya di sini," balas Dirga dengan menunjukkan ekspresi datar. Ia sama sekali tidak senang dengan kehadiran kakeknya.
Dengan cepat Bagaskoro membentaknya. "Huss! Nggak sopan kamu ya! Bisa-bisanya kamu ngatain Kakek sudah meninggal. Kamu menginginkan kakek segera meninggal begitu? Hanya kamu cucu kakek yang tidak pernah peduli sama kakek. Dikunjungi orang tua bukannya senang malah ngatain yang tidak-tidak. Memangnya di hatimu sudah tidak ada sedikitpun untuk berkeinginan menemui kakek atau bahkan menghubungi kakek? Cucu nggak waras!"
Dirgantara menaikkan ujung bibirnya menyungging. Bisa-bisanya pria tua itu membalikkan fakta bahwa dirinyalah yang tidak waras.
Di saat ia berduka setelah kepergian kedua orang tuanya, bahkan semua anggota keluarganya langsung pulang tak ada satupun yang tertinggal untuk menemaninya ataupun menemani adik perempuannya yang tidak berhenti menangis.
Mereka semua terlalu kejam, entah dendam apa mereka pada orang tuanya hingga tega memperlakukannya seperti orang asing.
"Anda bilang saya cucu yang tidak waras dan tidak peduli pada anda? Apakah tidak terbalik ucapan anda? Kalau saya nggak waras, mungkin saat saya mendapati anda berada di dalam ruangan ini, saya langsung menyeret anda keluar dari ruangan ini, tapi sayangnya saya tidak melakukannya, saya masih punya perasaan, walaupun perasaan ini tidak seperti dulu lagi."
Di saat memiliki kesempatan untuk meluapkan emosi pada kakeknya, Dirga langsung mengingatkan pada masa lalunya yang menyakitkan. Bahkan Dirga terlihat formal, tak seperti seorang cucu terhadap kakeknya.
Memang semenjak mendiang ibunya masih ada, Kakeknya tak begitu mempedulikannya. Bahkan dulu kakeknya tak pernah setuju ibu Dirgantara menikah dengan Ayahnya, karena alasan kekuasaan.
Mendiang Ayahnya Dirgantara hanya anak perantauan yang terlahir dari keluarga sederhana. Menikah dengan Liana, ibunda Dirgantara, membuatnya bangkit dari keterpurukan. Mereka belajar berbisnis hingga mendapatkan amanah dari seseorang untuk menjalankan bisnisnya, dan mereka menjadi sukses karena bantuan orang lain, sedangkan keluarganya sendiri yang seharusnya merangkul dan mendukung, malah mencuekinya.
"Sekarang saya tanya sama anda! Masihkah anda peduli pada saya dan juga Sania? Mama dan Papa saya meninggal, pernahkah anda sekalipun datang menjenguk kami dan menanyakan kabar kami? Kami hanya tinggal berdua saja! Tak sedikitpun keluarga anda ada yang peduli pada kami! Kalian semua menganggap kami ini seperti orang asing. Kami berusaha untuk bangkit sendiri tanpa kekuatan dari siapapun. Mama dan Papa meninggalkan saya begitu cepat di saat saya masih belum bisa berpikir dewasa. Saya merawat Adik perempuan saya sendirian, pernahkah kalian mempedulikan kami? Padahal jelas-jelas Mama itu anak kandung anda kan? Atau jangan-jangan Mama itu cuman anak pungut!"
Susah payah Bagaskoro menelan salvianya. Ia merasa kesulitan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Dirgantara.
Dia sadar dirinya sudah bersalah karena membeda-bedakan antara cucu satunya dengan yang lain termasuk Dirgantara dan juga Sania yang memang tidak pernah dipedulikannya. Bukan tanpa alasan ia sengaja menjauhi mereka berdua, karena memang ia tidak pernah menyukai menantunya yang tak lain Ayah dari Dirgantara, dan kini berimbas pada cucu-cucunya yang ikut-ikutan dijauhi.
"Kenapa anda hanya diam saja? Apa memang benar dengan apa yang kukatakan ini? Ya, dengan anda diam seperti ini, berarti benar dugaan saya, Mama bukanlah anak kandung anda sendiri, tapi mama hanyalah anak pungut!"
Kesal karena tak juga mendapatkan jawaban, Dirga kembali menyerangnya.
"Tidak, itu tidaklah benar, Dirga! Bukan seperti itu. Mama kamu itu anak kandung kakek sendiri bukan anak pungut."
Akhirnya Baskoro mau klarifikasi, bahwa apa yang dikatakan oleh Dirga itu tidaklah benar. Hanya saja dia masih kecewa pada almarhum anaknya yang tidak pernah nurut saat hendak dijodohkan dengan pria kaya raya pilihannya, dan malah memilih kuli bangunan yang tak lain Ayah dari Dirga.
"Kamu mau tahu alasannya kenapa kakek tidak pernah datang ke rumahmu bahkan sampai kematian Liana, anak kakek sendiri, kakek juga tidak lama berada di rumahmu? Kakek masih menyimpan kekecewaan yang mendalam pada ibumu itu. Dia sudah mempermalukan kakek, dia menolak perjodohannya dengan teman bisnis kakek dan malah memilih kuli bangunan yang tak lain Ayahmu, Dirga! Kakek kecewa, kakek malu karena Liana sudah mencoreng nama baik keluarga karena sudah menikah dengan pria miskin. Sejak saat itu kami tak lagi mempedulikannya, bahkan kakek tak peduli dengan kepergiannya."
"Kejam!!" Satu kata keluar dari mulut Dirgantara. Hanya karena kuli bangunan, kakeknya membenci mendiang Ayahnya.
Orang tua hanya memandang rendah jika anaknya berpasangan dengan orang miskin, yang ada di otaknya hanya derajat dan kedudukan yang tinggi. Padahal belum tentu yang derajatnya rendah akan selamanya menjadi rendahan, sedangkan yang memiliki derajat tinggi belum tentu ingat bahwa separuh dari harta yang dimilikinya itu milik fakir miskin.
"Jadi seperti itu penilaian anda terhadap Ayah saya? Seorang kuli bangunan yang anda rendahkan, berubah menjadi seorang pebisnis yang sukses. Rupanya Anda belum belajar untuk mengenali orang-orang yang terlahir dari kaum rendahan seperti Ayahku. Jadi orang anda itu terlalu sombong dan juga naif. Hanya gara-gara harta, anak sendiri ditelantarkan. Hanya karena rasa kecewa, anak sendiri diabaikan. Anak yang anda unggul-unggulkan belum tentu mereka mempedulikan anda. Jika saja mama saya masih ada di sini dan mendengar jawaban dari anda, Saya yakin sekali Mama saya pasti akan sangat kecewa. Orang tua yang seharusnya menjadi panutan untuk anak-anaknya, kini menjadi musuh. Saya benar-benar kecewa dengan kehadiran Anda di sini. Lebih baik anda keluar saja dari ruangan saya. Saya nggak butuh belas kasihan, saya nggak butuh disayang ada lagi dan keluarga anda yang lainnya. Saya sudah cukup bahagia bersama keluarga kecil saya bersama istri dan juga adik saya. Semoga saja di hari-hari Anda yang sudah tua ini, Angga bahagia dengan keputusan yang sudah Anda buat. Terima kasih atas penjelasannya, silahkan anda pergi dari sini!"
Hadeh ..., kepala author jadi nyut-nyutan ikut emosi memikirkan keluarga Dirgantara. Pantesan Dirgantara emosi mulu, karena keluarganya benar-benar nggak ada yang respect. Coba deh bayangin? Diusianya yang masih muda, jejaka, ngurus adik perempuannya yang masih membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya, mereka harus menjadi yatim piatu tanpa ada satu orangpun yang mempedulikannya, nggak bisa dibayangin dijauhi oleh keluarga sendiri. Sakit guys 🥺 author pernah mengalaminya di saat almarhum Ayah meninggal 😭 habis yasinan tak satupun ada yang mau menemani author. Author hanya sama ibu doang😭😭😭