Jessica Adams harus mengalami hukuman selama enam tahun lamanya di dalam penjara karena dianggap lalai dalam mengemudi mobil, hingga menyebabkan seorang model bernama Natasha Linzky meninggal dunia.
Kekasih Natasha, Axel Ray Smith, menaruh dendam luar biasa hingga memaksakan sebuah pernikahan dengannya yang saat itu dalam keadaan lumpuh. Siksaan tubuh dan jiwa menyebabkan Jessica akhirnya mengalami trauma dan depresi, bahkan Axel menceraikannya dan membuangnya begitu saja tanpa mempedulikannya.
Namun yang tidak diketahui oleh Axel adalah bahwa ia telah menitipkan benihnya pada seorang wanita yang ia anggap sebagai musuhnya. Apakah masih ada benang merah yang mengikat keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERISTIRAHATLAH
Membersihkan gudang belakang saat malam hari dan dengan tubuh yang sangat lelah, membuat Jessica rasanya ingin pingsan saja. Apa pria bernama Axel itu sama sekali tak memiliki rasa belas kasihan? Ia bahkan menyiksa seorang wanita.
Apa aku lebih baik mati saja? Dengan begitu lunas semua dendam miliknya. - batin Jessica.
Keadaan tubuhnya yang sangat lelah dan pikirannya yang kurang fokus, membuatnya ingin mengambil jalan pintas. Matanya menelisik isi gudang yang baru ia bersihkan sebagian kecil, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengakhiri hidupnya.
Jessica menghela nafasnya pelan ketika tak menemukan apapun yang bisa ia gunakan. Ia terduduk di lantai gudang yang sangat kotor dan berdebu itu.
“Bekerja saja, Jess. Kalau terlalu lelah juga nanti kamu akan pingsan dan mati,” gumamnya sendiri.
Baru ia mau mulai kembali membersihkan, suara menggelegar Axel kembali ia dengar. Pria itu memanggilnya seperti memanggil seorang budak yang tak memiliki harga diri.
“Ambilkan gelas!” perintah Axel yang belum tidur karena menikmati setiap penyiksaan yang ia lakukan pada Jessica.
Jessica mencuci tangannya yang kotor terlebih dahulu, kemudian mengambilkan gelas sesuai perintah Axel. Pria yang duduk di atas kursi roda terus saja menatapnya tajam dan memperhatikan setiap gerak-geriknya, membuat Jessica menjadi risih.
“Ini gelasnya, Tuan,” kata Jessica yang menggunakan kata panggilan Tuan untuk Axel. Dulu ia selalu memanggilnya dengan sebutan kakak dan menjadi sosok yang sangat ia kagumi.
Prangggg
Axel menepis gelas yang diberikan oleh Jessica hingga jatuh ke lantai dan pecah berhamburan.
“Tidak sudi aku meminum dari gelas yang kamu ambilkan, menjijikkan!”
Kalau tidak sudi, mengapa memintaku mengambilkan? - batin Jessica.
Belum selesai membersihkan gudang dan kini ia harus menghadapi Axel yang sepertinya tengah emosi.
“Cepat bersihkan!” perintah Axel kemudian pergi dari sana dengan kursi rodanya.
Jessica menghela nafasnya pelan dan mulai mengangkat pecahan gelas tadi. Matanya menerawang melihat benda-benda berkilat yang ada di hadapannya kini. Ia seperti menemukan benda berharga yang bisa menyelamatkannya.
Srettt
Jessica merasakan sesuatu yang hangat mengalir di pergelangan tangannya. Tak ada rasa sakit yang ia rasakan, justru ia tersenyum saat melakukannya.
“Aku bebas kan sekarang?” gumamnya.
Semakin lama pandangannya semakin kabur dan akhirnya terjatuh dan tak sadarkan diri.
**
Mata berwarna biru kehijauan itu mengerjap, merasakan cahaya yang begitu putih masuk melalui celah-celah kelopak matanya.
Ketika menyadari bahwa ia bukan berada di surga ataupun neraka, Jessica menghela nafasnya pelan. Ia melihat seseorang tengah duduk di sofa sambil terlelap. Ya, dia adalah Jimmy, salah satu asisten pribadi Axel.
Pria itu terbangun ketika mendengar pergerakan dari Jessica, “kamu sudah sadar?”
Jessica hanya dial sambil memperhatikan pria itu, “mengapa menyelamatkanku. Tidak bisakah kalian membiarkan aku mati?”
“Kamu tak akan mati dengan mudah, sebelum aku mengijinkannya,” kata Axel yang ternyata baru memasuki ruangan setelah diantar oleh Eric ke ruang perawatan.
Jessica menatap kehadiran Axel dan Eric dengan tatapan tajam. Ia tak suka semua pria-pria itu, ia membencinya. Ia kembali mengunci bibirnya dan tak mau menata mereka semua.
Sebelumnya, Jessica yang menyayat pergelangan tangannya dengan pecahan beling, terselamatkan oleh Jimmy yang datang ke sana karena mendengar teriakan Axel di tengah malam.
Namun, yang ia temukan malah Jessica yang sudah tak sadarkan diri dengan pergelangan tangan yang sudah tersayat. Tanpa menunggu lagi, Jimmy langsung menggendong Jessica dan membawanya ke rumah sakit.
Setelah itu, baru Jimmy menghubungi Eric untuk mengabarkan pada Axel di pagi hari. Dan di sinilah Axel sekarang.
Setelah berpikir bahwa tidak seharusnya ia tunduk pada Axel, ia menatap tajam pada pria itu. Jika ia ingin menghancurkan perusahaan Dad Jordy, biarkan saja. Bukankah Dad Jordy juga tidak peduli padanya?
Jessica mencabut infus yang berada di punggung tangannya, kemudian melihat ke arah jendela yang bisa dibuka. Dengan cepat ia berlari ke sana dan ingin melompat. Terserah ia berada di lantai berapa, yang penting ia mati.
Baru ia memanjat dan ingin terjun, seseorang menarik pinggangnya dan membawanya kembali ke atas brankar.
“Lepaskan aku!” teriak Jessica, namun Jimmy sama sekali tak melepaskannya. Asisten Axel itu langsung memanggil dokter dengan menekan tombol.
“Setelah ini bawa dia pulang, Jim! Aku akan memastikan ia dikurung tanpa bisa melakukan apa-apa!” perintah Axel yang meminta Eric membawanya pergi dari sana.
**
Di dalam mobil, Axel menghela nafasnya panjang. Jantungnya sedikit berdetak cepat saat melihat Jesaica yang mencabut infusnya hingga darah berceceran di lantai dan berpari menuju jendela dan ingin terjun dari sana.
Jika tadi Jessica benar-benar terjun, maka wanita itu tak akan selamat karena ruang perawatannya berada di lantai lima.
“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya Eric saat melihat keadaan Axel dari spion tengah.
“Aku tidak apa-apa, ric,” jawab Axel, “Oya, pastikan tak ada benda tajam di dalam kamar tidurnya karena aku tak mau ia mati sebelum aku selesai dengannya.”
“Baik, Tuan,” kata Eric.
Setelah mengantarkan atasannya itu ke kamar tidurnya, Eric langsung masuk ke dalam kamar tidur Jessica yang dulunya hanya kamar tua yang tak pernah dihuni dan dibersihkan. Ia memeriksa setiap sudut kamar tersebut dan memastikan tak ada benda tajam yang bisa digunakan oleh Jessica untuk mengakhiri hidupnya seperti tadi.
“Kasihan sekali nasibmu,” gumam Eric.
Sementara itu di rumah sakit, Jimmy terus menemani Jessica. Ia memperhatikan wanita itu yang tengah diobati kembali oleh dokter karena lukanya kembali basah. Selain itu, luka di punggung tangannya akibat infus yang dicabut secara sembarangan juga membuat infus dipindah ke tangan sebelahnya.
“Jangan lakukan lagi,” kata Jimmy.
Jessica menatap wajah Jimmy yang bisa dikatakan juga tampan seperti Axel. Namun, tak ada yang bisa mengubah rasa benci Jessica pada ketiga pria itu, yang telah membuatnya mengalami siksaan hidup yang sepertinya tak ada habisnya.
“Jangan berpura-pura mengasihaniku. Terserah aku mau melakukan apa dengan hidupku. Bukankah hidupku ini juga tak ada harganya di mata kalian? Jangan membuatku tertawa dengan pura-pura memperhatikan. Kalian itu sama saja! Sama-sama brengsekk dan menyebalkann!”
Jimmy hanya diam mendengarkan ocehan Jessica. Setelah mendapat persetujuan dokter, Jimmy membawa Jessica pulang ke Kediaman Axel.
“Masuklah ke kamar dan beristirahatlah,” kata Jimmy.
Tatapan Jessica padanya penuh kebencian sama seperti ketika wanita itu menatap Axel. Tak ada kata yang keluar dari bibir Jessica, ia langsung berlalu menuju kamar tidurnya.
Saat masuk ke dalam kamar tidurnya, Jessica menatap ke sekeliling. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Ada yang mengacak-acak, hingga Jessica langsung memeriksa barang-barang miliknya.
🌹🌹🌹
terimakasih ya kak, 👍👍👍👍👍😍😍😍😍
kalo mau nggak enak. mending skip wae... terus ngorok atw ngrumpi...
kasian othor, nggak gampang lho🤭