NovelToon NovelToon
Meraih Mimpi

Meraih Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: isha iyarz

" Tapi sekarang kamu jauh dari abang. Siapa yang melindungimu kalo dia kembali merundung? " Arya menghela napas berat. Hatinya diliputi kebimbangan.
" Kalo dia berani main tangan pasti Diza balas, bang! " desis Diza sambil memperhatikan ke satu titik.
" Apa yang dia katakan padamu? " Arya menyugar rambut. Begitu khawatir pada keselamatan adiknya di sana. Diza menghela napas panjang.
" Mengatakan Diza ngga punya orang tua! Dan hidup menumpang pada kakeknya! " ujarnya datar.
" Kamu baik-baik saja? " Arya semakin cemas.
" Itu fakta 'kan, bang? Jadi Diza tak bisa marah! " pungkasnya yang membuat Arya terdiam.
Perjuangan seorang kakak lelaki yang begitu melindungi sang adik dari kejamnya dunia. Bersama berusaha merubah garis hidup tanpa menerabas prinsip kehidupan yang mereka genggam.
Walau luka dan lelah menghalangi jiwa-jiwa bersemangat itu untuk tetap bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isha iyarz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32

Ponsel Segara bergetar diatas tempat tidur. Lelaki yang masih mengenakan handuk itu menoleh. Melihat nama Bren di layar. Segara meraih cepat sambil berdiri di depan jendela kamar.

" Ada apa, Bren? " tanya Segara begitu telepon terhubung.

" Masih lama di sana, bang? " Bren balik bertanya.

" Mungkin sehari dua lagi di sini. Ada apa? " Segara menahan daun jendela yang hendak menutup karena dihembus angin.

" Gadis itu sudah dua hari tidak pulang " jawab Bren. Segara terkejut.

" Dia kemana? Kamu melihatnya pergi? Sendiri? " Segara memberondong dengan pertanyaan.

" Aku tak tahu. Aku melihatnya menaiki bus di depan rumah. Berdua dengan salah satu gadis di rumah itu " tutur Bren. Segara memejamkan mata. Berpikir cepat. Diza pergi? Tidak pulang? Kemana tempat yang dia tuju?

" Aku pulang secepatnya! " putus Segara akhirnya. Memakai baju, bergegas mengemas ransel dia beranjak menuju dapur. Arya sedang memasukkan nasi goreng ke dalam piring saat dia menarik kursi makan.

" Kamu mau kemana? " Arya melirik ransel di kaki meja.

" Pulang! Ada pekerjaan yang tidak bisa ditunda. Bren baru saja memberitahuku " Segara menerima sendok yang diulurkan Arya padanya.

" Sayang sekali! Padahal tadinya aku akan mengajakmu ke perbukitan di ujung kota kecil ini. Kamu pasti menyukainya. " Arya menatapnya sedikit kecewa.

" Yah! Dan juga mengenalkanku dengan gadis yang sejak kemarin mencarimu itu " Segara tertawa lirih. Arya hanya tersenyum.

" Kapan-kapan aku akan datang lagi, Ar! Melihatmu sehat seperti ini saja sudah membuatku sangat bersyukur. " Segara membalas tatapan Arya dengan hangat.

" Aku tak pernah berpikir kamu membawa Diza menggelandang. Walau tanpa orang tua. Karena otakmu selalu punya cara menemukan jalan keluar terbaik. Satu-satunya anak panti yang khatam membaca Alqur'an di madrasah ustadz Mubas " tutur Segara.

Arya mendesah. " Itulah sebabnya kau sengaja membiarkan aku dan Diza berangkat sementara kau meninggalkan diri? " Lelaki itu menyantap nasi dipiringnya perlahan.

Segara tertawa. " Tidak begitu! Harus ada yang menyelidiki panti, Ar! Aku tak ingin kehilangan bukti-bukti itu! " ujarnya dengan wajah murung.

" Apa sekarang kau tak ingin kembali ke sana? " Arya menatap.

" Sesekali. Ada yang harus aku selesaikan pelan-pelan! " sahut Segara. Mereka melanjutkan makan dalam diam.

" Bersiaplah! Aku akan mengantarmu ke terminal " Arya bangkit membawa piring dan gelas kotornya ke ujung dapur. Diikuti Segara yang juga mencuci piringnya.

*****

Dinding gelap terus di raba Chon. Dia mencari jejak jendela. Diza dan Zeta mengikuti di belakangnya. Saat jendela itu ketemu Chon bergegas membukanya lebar, lalu naik dan melompat. Ruangan yang mereka masuki tanpak temaram.

Diza menyapu kamar tanpa ranjang itu. Hanya ada sebuah bantal di lantai dan sebuah rak. " Apa salahnya kita lewat depan, Chon? Jika kamu kenal bilang aja mau ketemu bang Tama. Ada ngga ada kita bisa langsung tahu. Ngapain mengendap-endap kayak maling begini? " Zeta mengomel dibelakang lelaki itu.

Chon berbalik cepat. Membekap mulut Zeta dengan mata melotot. " Kamu pikir mau namu minta tanda tangan, heh? Situasi bang Tama tidak aman. Dia sedang diburu-buru kelompok lain. Dan kasus orang dalam yang mengkhianatinya terdengar santer di kalangan kami.

" Kita tidak bisa bertemu sembarang orang. Karena belum tentu itu kawan. Jadi jaga suaramu! Sekali kita ketahuan masuk dengan cara begini, jangankan musuh, bang Tama sendiri akan mengulitimu! " mata Chon bersorot dingin.

Zeta berdecih kesal begitu tangan itu lepas dari mulutnya. Lalu sibuk mengelap mulut dengan sweater yang digunakannya. Diza menepuk punggung Zeta pelan. Chon membuka pintu perlahan. Mengintip, dan tiba-tiba menutupnya dengan cepat.

Kedua gadis itu ikut terkejut. Tak lama suara langkah kaki dan obrolan terdengar samar melewati ruangan itu. Chon menghela napas panjang. " Aku akan ke dalam. Tunggu saja di sini. Aku tak bisa bergerak cepat jika kalian mengikutiku. Aku akan mencari tahu apa bang Tama ada di dalam atau tidak. Ingat! Jika dalam waktu dua puluh menit aku tidak kembali, segera tinggalkan tempat ini! " Chon menatap keduanya yang melotot ngeri mendengar perintahnya.

Tanpa bicara lagi, Chon gegas berbalik. Memantapkan hati dan kembali membuka daun pintu. Memastikan kondisi aman dia segera menyelinap keluar.

Diza dan Zeta mengawasi ruangan lebih lama. Zeta tampak memeriksa pelan semua yang bisa dia raba. Tak ada tempat bersembunyi jika ada yang membuka pintu. " Kamu nyari tombol yang bisa membuka panel di dinding? " Diza tertawa sumbang.

Zeta menghembuskan napas panjang. " Aku tak ingin dipergoki salah satu dari orang-orang itu, Diz! Gila aja mau ketemu lelaki dingin itu dengan cara horor begini! " Zeta memejamkan mata.

Diza menarik sudut bibirnya. " Kamu menyesal? Aku udah bilang jangan ikut. Seharusnya kamu udah punya gambaran hal kayak di pantri gedung itu bisa terulang. Kita akan mengalami kejadian seperti itu lagi! " Diza mencoba duduk.

Lantai tidak begitu bersih. Mungkin jarang disapu. Menatap dinding kamar yang catnya mengelupas di sana-sini. Keduanya bergantian memeriksa jam tangan. Lima menit lagi dari waktu yang dijanjikan Chon.

Zeta bangkit dari posisi jongkoknya. Mencoba mengintip dari celah kunci. Hanya tampak sebuah kursi di dinding seberang pintu. Tak ada lagi celah yang bisa dia akses untuk melihat lebih jauh. Diza berdiri.

Zeta tahu waktu dua puluh menit Chon berakhir. Mereka saling tatap sejenak. Menunggu dalam debar yang kian menyesakkan dada. Menit-menit kembali berlalu. Keduanya sepakat dalam diam, menunggu Chon kembali lima menit lagi.

Waktu habis. Zeta hendak membuka jendela ketika suara keributan terdengar dari arah luar. Keduanya refleks mundur menjauh dari sana, dan memutuskan keluar dari pintu. Mereka tak peduli jika akan bertemu orang diluar. Berlari cepat meninggalkan lorong yang seperti aula di belakang.

" Kesini, Diz! " Zeta memilih pintu terakhir yang berjejer. Kamar mandi.

" Disini tidak bisa keluar, Ze! " Diza menatap atap tanpa plafon diatas mereka. Terlalu tinggi untuk dipanjat.

" Tunggu sampai tak ada orang di sekitar sini, semoga yang diujung kanan merupakan pintu belakang. Kita bisa kembali menuju pagar tempat masuk " lirih Zeta. Terdengar suara-suara menuju kearah mereka. Pintu-pintu yang dibuka dengan sekali sentak.

" Tak ada di sini kubilang, bodoh! Bocah itu lari lewat bangunan samping. Tak mungkin malah nyasar kemari! " suara geraman di depan kamar mandi membuat jantung Zeta hampir melorot.

Dia bersyukur Diza membiarkan pintu terbuka dan mereka ada dibaliknya. Lelaki itu hanya berdiri di depan pintu tanpa memeriksa lagi. Lalu langkah-langkah panjang itu kembali menjauh. Diza memberanikan diri mengintip. Dapur lengang. Dan mereka bisa menuju pintu belakang dengan aman.

Ilalang setinggi lutut menyambut saat mereka keluar dari pintu. Sama-sama terjungkal karena salah memilih pijakan. Undakan dibawah pintu ternyata tidak cukup lebar untuk menahan kaki keduanya.

Dan tidak menyadari bahwa ada tali penghubung di batu yang dijadikan tangga sementara itu. Tali yang terputus karena batu bergeser. Menimbulkan suara di tempat lain. Suara gerakan dalam kaleng yang memancing seorang lelaki untuk memeriksanya cepat.

Zeta terkapar di balik semak diujung pagar. Dadanya terasa sakit karena berlari secepat kakinya bisa untuk dapat meninggalkan bangunan itu. Diza terengah di sebelahnya. Mereka masih menenangkan diri saat sesosok tubuh tiba dari balik pagar.

Melompat dan mendekati keduanya yang langsung berdiri dengan raut terkejut. Suasana sekitar gelap. Hanya bias lampu jalan sedikit menerangi tempat mereka sekarang. Sama-sama tidak bisa melihat wajah dengan jelas.

Namun lelaki itu tidak peduli. Tanpa suara dia mengeluarkan sebilah belati dari balik baju. Dia harus melumpuhkan penyusup ini secepatnya. Zeta mengeluh dan bergeser di belakang Diza.

" Menyingkirlah, Ze! Aku akan melawannya. Peduli setan dia pembunuh sekali pun. Kita ngga akan mati sia-sia di sini! " Diza memasang kuda-kuda.

Suara ludah terdengar dari lelaki itu. Dan dia segera mengayunkan belati itu ke arah Diza yang juga menyerangnya cepat. Tubuh tinggi besar lelaki itu gesit menghindari tendangan Diza. Tiga kali serangan yang dilancarkan Diza membuatnya menahan diri. Memperhatikan dengan seksama gadis di depannya. " Aku tak tau jika Sin juga punya kaki tangan perempuan! " desisnya menahan geram.

" Kami bukan kaki tangannya! " sahut Diza datar. Lelaki itu tertawa pelan. Tak percaya. Dan memutuskan kembali menyerang. Kali ini dia mengayunkan belati kearah leher Diza. Tentu saja gadis itu tak punya pengalaman berkelahi. Dan latihannya setahun penuh bersama Tama hanya pengetahuan mempertahankan diri. Tikaman belati hampir melukainya. Diza mengerahkan kekuatan tangan melumpuhkan gerakan lawan, memotong gerakan lelaki itu yang kembali hendak menusuknya.

" Hentikan, bang! Hentikan! " Seruan tertahan membuat keduanya menghentikan gerakan. Itu Chon. Entah datang dari mana tiba-tiba dia sudah berdiri di tengah keduanya.

" Mereka gadis baik-baik! Mereka ingin bertemu bang Tama! " Chon merentangkan tangan menahan lelaki itu yang semakin mendekat.

" Percayalah, bang! Mereka bukan musuh! " Chon bertahan di tempatnya saat lelaki itu mengarahkan belati ke lehernya. Menatap Chon tajam seolah ingin segera menghabisinya.

1
Dhedhe
deg²an bacanya ..ikut berimajinasi 🤭🤭
Iza Kalola
wow woww... sport jantung..🫠
Iza Kalola
penuh misteri 🫠
Aisha Lon'yearz
thanks dukungannya, kaka
Iza Kalola
cukup menegangkan dan aku suka cerita yang seperti ini... semangat thor, masih nungguin kelanjutan ceritanya./Determined/
Iza Kalola
keren, semoga makin banyak yg baca karya ini. semangat selalu author/Determined/
Aisha Lon'yearz
makasihhh 😊
Jasmin
lanjut Thor
Jasmin
aku suka, aku suka... gaya bahasa yg enak dan gak bisa di lewatkan per kata 🥰
Jasmin
mantap Thor
Jasmin
Arya 💥
Jasmin
keren Thor ..
Jasmin
keren
Fannya
Aku suka banget ceritanya, terus berinovasi ya thor!
Daina :)
Ditunggu cerita baru selanjutnya ya, thor ❤️
Kieran
Membuat mata berkaca-kaca. 🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!