Muara Cinta

Andri sadar dia salah mengambil keputusan, dan kini rasa bersalah tersebut menggulungnya.

Bodoh, itu adalah bahasa yang mudah untuk menggambarkan seperti apa Andri sekarang ini.

Andri sama sekali tidak menyangka jika kini, saat akhirnya tinggalkan oleh Andara, ia kehilangan sosok riang Andara yang berceloteh menceritakan harinya dan bersikap seolah pernikahan mereka baik-baik saja meskipun wanita itu tahu sebenarnya Andri telah berbagi hati pada orang lain.

"Ya Tuhan, kenapa jadi begini?"

Entah untuk ke berapa kalinya Andri menjambak rambutnya kuat, melampiaskan kekesalannya kepada dirinya sendiri atas sikapnya yang sangat pengecut.

Ikatan pernikahan yang selama ini diabaikan Andri nyatanya mencekiknya begitu erat, mengikatnya lebih daripada yang dia sadari. Tidak Andri duga separuh hatinya seolah lenyap saat Andara memilih pergi karena perihal pernikahan yang disepelekan itu.

...****************...

Andara kira ia akan mati saat akhirnya kehilangan Andri sepenuhnya, tapi rupanya ia baik-baik saja. Rasa mual atas sikap Andri yang menyepelekan perasaannya membuatnya lebih tabah dalam menjalani hidup.

Sebisa mungkin Andara menghapus semua kenangan tentang pria yang sangat dicintai nyaris seumur hidupnya, dan ia mulai mencari kesibukan agar tidak tenggelam dalam ingatan tentangnya.

Bukan hal yang mudah untuk dilakukan namun jika tidak terlalu sulit. Dimulai dari mengganti nomor ponsel, memutus kontak dengan semua orang. Andra menyibukkan diri dengan bekerja di kantor sang ayah.

Jika ada yang bertanya pada andara tau tentang keadaan Andri sekarang ini? Maka jawabannya tidak. Andara tidak tahu dan tidak berminat untuk mencari tahu apa yang terjadi kepada pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Ezaz dan Dewa berhasil menghentikan Andri atau siapapun yang berhubungan dengannya untuk menemui Andara. Sejujurnya Andara menunggu surat undangan dari pengadilan, tapi ayahnya bilang Andara tidak perlu datang karena Ezaz yang akan mengurus segalanya.

Setelah pulang dari rumah sakit diantar oleh dokter Farazt, sejak saat itu Andara mengganti nomor ponselnya dan memang sengaja tidak mau dihubungi oleh siapapun. Jadwal operasi bundanya satu minggu lagi, dan Andara sudah menyiapkan segala sesuatunya.

 Mengenai Andara yang tidak bisa dihubungi atau ditemui, Dewa menjelaskan pada dokter Farazt jika adiknya butuh waktu untuk sendiri, Andara menjaga diri dari gosip yang bisa saja beredar, statusnya belum jelas, Andara tidak mau orang melihat dia dekat dengan pria manapun sedangkan statusnya masih istri orang.

...****************...

 "Katakan, katakan jika kalian di posisiku apa kalian tidak menangis darah karena ulahnya. Aku mengemis perhatian darinya, aku memohon kewajibannya sebagai suamiku, namun apa yang aku dapatkan? Dia bahkan tidak mau melihatku hanya karena dia sibuk memikirkan wanita yang akan jadi mantan istrinya!" tangis Gia pecah di hadapan orang tua Andri.

Kedua tangan ibu Andri terkepal menahan emosi saat Gia mengeluhkan sikap Andri. Sungguh pertengkaran yang terjadi antara mereka hanya disebabkan oleh Andara si wanita sialan itu. Si Andra itu yang sejak awal menjadi masalah diantara Andri dan Gia. Alasan terbesar kenapa Andri tidak pernah bisa mencintai Gia lebih besar dari perempuan itu.

Kesal geram marah semua rasa itu bergejolak di dalam dada ibu Andri.

"Selama ini Andri melupakan kewajibannya sebagai suami karena sibuk memikirkan wanita lain, sedangkan aku tengah mengandung anaknya."

Persetan dengan teriakannya yang akan menembus ke rumah tetangga Gia tidak peduli sama semua hal yang akan membuat keluarga Andri malu. Cukup sudah dia bersabar, demi Tuhan, Andri sudah tidak menghargainya sama sekali, lelaki itu juga seperti tidak perduli dengan calon anak mereka, Andri sibuk dengan penyesalannya karena sudah menikahinya. Bagaimana Gia tak sakit hati? Dia juga korban disini.

Gia frustasi dan terus menangis sejak datang ke rumah mertuanya. Segala hal yang ibu Andri katakan sudah tidak mau dia dengarkan lagi. Gia benci mendengar pembelaan atas suami yang lalai memperhatikannya. Dia mulai muak pada setiap penyangkalan yang diberikan keluarga Andri untuk membela lelaki itu.

"Gia ..."

"Aku capek. Aku muak Aku menyerah Aku sudah tidak sanggup lagi.." belum selesai ibu Andri bicara, Gia sudah memotong lebih dulu, mengatakan jika dia sudah tidak ingin jadi istri Andri.

Gia menyeka air matanya yang turun dengan deras.

"Aku menyerah," diraih cincin yang ada di jari manisnya dan diletakkan di atas meja di dekat majalah di rumah mertuanya. "aku sudah tidak sanggup lagi bersama putra anda. Sudah cukup, aku tidak tahan lagi. Sekarang, aku bebaskan Mas Andri l, aku tidak akan mengganggu dan mengeluh lagi."

Ibu Andri gelagapan. Buru-buru mengejar Gia yang berbalik pergi.

Namun, meskipun berkali-kali ia memanggil, Gia sama sekali tidak menghentikan langkahnya. Perempuan itu segera masuk mobil yang di dalamnya ada Gavin yang duduk menunggunya.

Dan begitu Gia masuk, mobil mewah itu gegas meninggalkan hunian sederhana yang di tinggali keluarga Andri.

Gia dicintai keluarganya, namun diinjak-injak seperti sampah oleh suaminya sendiri. Seburuk itukah ia di mata Andri sampai-sampai pria itu tidak bisa mencintainya selayaknya suami diluar sana? Sesak, air mata yang sempat mengering Oke semakin terasa akhirnya Gavin memeluknya.

"Sudah lebih baik?" tanya Gavin pada adiknya.

Gia mengangguk, dan mengusap air matanya. "Kaka sudah berhasil mendapatkan nomor handphone Mba Ara?"

Pria itu menggeleng. Benar, sudah hampir tiga minggu perempuan bernama Andara itu bagai lenyap di telan bumi, sejak membesuk Gia di rumah sakit, sejak itu Andara tak bisa di temui di manapun.

Tanpa mereka tahu. Andara masih di kota yang sama, hanya saja wanita itu tidak tinggal di rumah orang tuanya melainkan tinggal di sebuah apartemen milik Dewa, tempat yang pria itu gunakan untuk beristirahat ketika lelah bekerja, saat malas pulang karena terlalu larut malam. Hanya malam hari Andara di apartemen, pagi sampai sore wanita itu habiskan waktunya untuk bekerja membantu sang Ayah.

"Ayah..."

"Ayah sudah selesai, Ra. Kenapa kamu belum juga pulang."

"Bawahan mana bisa pulang jika atasannya saja masih bekerja." ucap Andara bercanda

"Sudah cukup bantu Ayah, Ra. Lebih baik kamu pikirkan ke mana kamu akan pergi berlibur, mau kamu habiskan semua harta Ayah asalkan kamu tersenyum bahagia lagi, Ayah rela, Ra. Ayah tidak keberatan."

Mendengar ucapan ayahnya Andara tersenyum. Ezaz memang sosok yang tegas, tapi pria itu memiliki cinta yang luas untuk anak-anaknya. Andara tidak tahu sebanyak apa yang ayahnya habiskan untuk menjadikan Dewa seorang dokter, dan kini pria itu dengan tenangnya meminta putrinya menghabiskan uangnya agar kebahagiaannya kembali.

"Ayah, bagaimana bisa Ara pergi berlibur, jika jadwal operasi Bunda sebentar lagi." ucap Andara.

"Oh iya?" seakan sadar Ezaz memukul kepalanya dengan telapak tangan, sontak saja melihatnya Andara tertawa. Tawa yang menular pada Ezaz.

"Dokter Farazt meminta Ayah mengisi formulir nama orang yang memiliki golongan darah yang sama dengan Bunda dan bisa mendonor saat dibutuhkan saat operasi berlangsung, Ra. Dan Ayah cantumkan nama Abang dan namamu."

Mendengar nama dokter Farazt Andara sedikit merasa bersalah, karena terkesan menghindari pria tampan itu.

Lebih tepatnya memang Andara menghindar, karena rasa nya tidak elok jika dia terlalu dekat dengan teman abangnya, sementara dia masih dalam proses perceraian.

"Tidak apa-apa Ayah. Andara siap mendonorkan seluruh darah Ara pada Bunda jika itu bisa membuat Bunda sembuh."

Terdengar Ezaz berdecak.

"Itu hanya untuk jaga-jaga, dokter Farazt pasti juga mencari persediaan darah sebelum operasi dilakukan, Ra."

"Oh, ya. Bunda minta Ayah kasih tahu kamu, kalau hari ini Bunda masak makanan kesukaan kamu untuk makan malam, jadi kamu hari ini pulang sama Ayah."

Andara yang membantu menyusun berkas menoleh pada ayahnya.

"Kata Bunda ada dokter Farazt juga yang ikut serta." tambah Ezaz yang membuat Andara menghentikan gerakan tangannya.

Apa itu berarti mereka akan bertemu lagi?