Abela Xaviera. Lahir sebagai anak bungsu perempuan satu-satunya membuat dirinya dimanja oleh keluarganya sendiri. Bahkan kedua kakak laki-laki nya begitu posesif padanya sampai ia tak memiliki celah untuk menjalin hubungan asmara dengan seorang laki-laki.
Hingga saat perayaan ulang tahunnya ke 22, keluarganya mengadakan acara sederhana di sebuah restoran mewah. Di sana dia bertemu seorang pelayan pria di restoran itu yang berhasil menarik perhatiannya, hingga membuat Abel jatuh hati detik itu juga. Dia juga menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hati pria tersebut.
Siapakah pria yang berhasil menarik perhatian Abel? Akankah dia bisa mendapatkan hati pria pujaannya itu?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Haiss... Kenapa malah aku yang malu?" gumam Abel lagi. Ia mengusap wajahnya.
Bruk!
Tiba-tiba Abel menabrak tubuh tegap seseorang membuatnya hampir terjatuh. Ia mendongak untuk menatap orang itu.
"Kakak?"
"Sedang apa kau di sini?" tanya Kenzo sambil menunduk menatap sang adik.
Abel menatap sekelilingnya yang lumayan sepi karena lantai yang ia pijak saat ini hanya khusus ruangan petinggi.
"Mommy menyuruhku datang," jawab Abel lalu mengikuti langkah Kenzo yang masuk ke lift.
"Sendirian?" tanya Kenzo. Ia menekan tombol nomor yang ada di lift tersebut.
"Iya."
"Kakak mau kemana?" tanya Abel.
"Restoran."
"Hah? Bukannya ini belum makan siang?" Abel menyalakan ponselnya untuk melihat jam.
"Memangnya harus menunggu makan siang?" Kenzo melangkah lebih dulu keluar dari lift. Sedangkan Abel masih tetap mengikuti seperti anak ayam yang mengikuti induknya. Terlebih rambut Abel dicepol tinggi membuat pesonanya semakin lucu.
"Tidak biasanya kakak makan sebelum jam istirahat," kata Abel.
Kenzo diam. Ia membuka pintu mobil dan segera masuk. Abel juga melakukan hal yang sama. Entah kenapa ia memilih ikut Kenzo daripada menemui daddy nya.
Abel yang tadinya duduk bersandar kini menegakkan badannya kala Kenzo memarkirkan mobilnya di restoran tempat Victor bekerja. Dadanya bergemuruh seakan trauma dengan restoran itu.
"Ayo turun," ucap Kenzo.
"Tidak. Aku tunggu di sini saja," sahut Abel. Ia mengalihkan pandangannya.
Kening Kenzo mengerut. "Kenapa?" tanyanya. Biasanya Abel paling antusias. Apalagi Victor bekerja di restoran itu. Ah, sepertinya Kenzo lupa apa yang telah terjadi pada adiknya itu.
"Ayo. Aku tidak akan lama," ujar Kenzo lagi. Mana mungkin ia meninggalkan adik kesayangannya di dalam mobil.
"Aku di sini saja!" sahut Abel.
Kenzo menghela nafas. Ia kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kemudi.
"Kalau kau memang ada masalah dengan Victor, jangan terlalu berlarut-larut. Buktikan bahwa kau baik-baik saja meskipun tanpa dirinya," ucap Kenzo menasehati sang adik.
Abel terdiam. Benar juga. Selain itu, Abel juga tidak ingin lagi berharap pada pria itu. Ya, tekad Abel sudah bulat. Ia tak akan mengejar Victor lagi. Meskipun hanya kata sederhana yang diungkapkan Victor waktu itu, tapi kata 'hanya kasihan' cukup membuat Abel sadar diri.
"Ya sudah," ucap Abel dengan nada terpaksa yang terdengar begitu jelas. Ia memakai sling bag nya lalu segera keluar dari mobil.
Kedua kakak beradik itu berjalan bersama masuk ke dalam restoran. Keduanya duduk di kursi yang ada di tengah. Kenzo pun segera memesan es americano kesukaannya. Sedangkan Abel memesan ice cream.
Abel acuh saat Victor melewatinya sambil membawa nampan. Begitu pula dengan Victor yang pura-pura tidak tau jika ada Abel. Dia masih berpikir jika gadis itu akan kembali padanya.
Kenzo bisa melihat interaksi keduanya yang jauh berbeda dari beberapa hari lalu saat Victor berkunjung ke rumah.
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang dan Victor lah yang mengantarkannya. Abel tetap diam sampai Victor kembali lagi ke dapur setelah menyajikan pesanan mereka.
Datar sekali wajahnya! Batin Abel.
"Hai, maaf lama," celetuk seseorang yang baru saja datang.
"Kak Naya?" Abel menatap calon kakak iparnya itu.
Naya tersenyum dan segera duduk di sebelah Kenzo. Rupanya kedua sejoli itu memang berencana ketemuan. Jadi, Abel adalah obat nyamuk di sini?
Abel menatap pasangan di depannya dengan pandangan bingung.
"Jadi tujuan Kak Kenzo ke sini adalah ingin bertemu Kak Naya?" tanya Abel. Matanya memicing curiga.
Kenzo mengangguk. "Memangnya kenapa?" tanyanya.
Abel menghela nafas. Tau begini tak mau ia ikut kakaknya dan berakhir menjadi obat nyamuk. Tadi melihat Zayn dan Mala sedang bermesraan, sekarang Kenzo dan Naya. Apakah Abel menjadi sad girl sekarang?
"Lanjutkan saja dating kalian. Aku akan pergi. Jangan lupa bayar es krim ku ya kak," kata Abel. Ia menyengir dan membawa cup es krim nya pergi dari sana.
"Abel!" Kenzo menatap punggung kecil Abel yang mulai menjauh.
"Apa kita susul Abel saja?" saran Naya. Ia merasa tak enak.
"Sepertinya Abel ingin sendiri," ucap Kenzo.
****
Sekarang Abel berada di sebuah taman. Di jam kerja seperti ini, taman itu terlihat sepi. Abel duduk di sebuah kursi panjang yang menghadap danau buatan. Suasananya sangat sejuk karena berada di bawah pohon besar.
Tangannya sibuk menyuapkan es krim ke dalam mulutnya.
"Helloww, nona. Kita bertemu lagi." Sudah bisa ditebak siapa yang telah menyapa Abel.
Tanpa menoleh pun, Abel tau itu suara siapa.
Jordan duduk di samping Abel membuat tubuh mereka agak menempel karena kursinya lumayan kecil.
"Biar ku tebak. Kau pasti sedang putus cinta kan?" tanya Jordan. Senyum tengilnya menghiasi wajah tampannya.
"Kenapa kau selalu tau keberadaan ku?" Bukannya menjawab, Abel malah balik bertanya.
Jordan bergumam panjang. Wajahnya terlihat menyebalkan di mata Abel.
"Sepertinya kita berjodoh? Jadi aku selalu tau dimanapun kau berada," jawab Jordan menggoda.
Abel mendengus. "Sepertinya kau menguntit ku ya?" tuding Abel.
"Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," kata Jordan.
"Aku bicara fakta. Bukan fitnah." Abel memutar bola matanya malas.
"Benarkah? Mana buktinya?" tantang Jordan.
"Tidak perlu bukti. Feeling ku lebih baik darimu," balas Abel. Ia berjalan menuju bak sampah untuk membuang cup es krim nya.
Jordan tersenyum tipis. Dia semakin tertarik pada gadis dengan rambut dicepol itu.
Abel kembali duduk di kursi tadi, tapi dia agak memberi jarak dengan Jordan dan Jordan tak mempermasalahkannya.
"Aku dengar, kau memiliki cafe ya? Kapan-kapan aku akan berkunjung ke sana untuk menjengukmu, atau langsung mengajakmu dating?"
"Aku bukan orang sakit yang harus dijenguk," cibir Abel.
"Tidak ada hubungannya. Biasanya ayahku menjengukku walau aku tak sakit," balas Jordan.
"Tapi aku bukan dirimu yang perlu dijenguk."
Sepertinya berdebat bukanlah hal yang baik untuk hubungan mereka, jadi Jordan segera mengalihkan pembicaraan.
"Lupakan. Sekarang bolehkah aku siapa namamu?" tanya Jordan. Bahkan dia mengulurkan tangannya mengajak Abel berkenalan.
Abel melirik tangan pria itu sebentar. Abel berpikir tidak ada salahnya juga ia mengatakan namanya pada pria di hadapannya ini.
Tiba-tiba ucapan Victor terlintas di pikiran Abel.
"Jika kalian bertemu lagi, langsung pergi, tidak perlu berbincang-bincang."
Tidak perlu memikirkan dia lagi, Abel! Batin Abel.
Dengan yakin Abel menjabat tangan Jordan. "Abela. Namaku Abela," ucapnya.
Jordan tersenyum. "Abela? Nama yang indah. Tapi, jika aku memanggilmu 'sayang' apakah boleh?" Seperti biasa, Jordan akan mengeluarkan jurusannya.
Lagi-lagi Abel memutar bola matanya malas. Ia menarik tangannya yang dijabat oleh Jordan.
"Dasar playboy," gumamnya sambil menatap ke arah lain.
Mendengar itu, Jordan langsung tertawa.
***
BTW SEMANGAT KAK!
(aku tegang bacanya btw😭)
udh segitu aja penilaian dari aku😊🙏