Gus Shabir merasa sangat bahagia saat ayah Anin datang dengan ajakan ta'aruf sebab dia dan Anin sudah sama-sama saling menyukai dalam diam. Sebagai tradisi keluarga di mana keluarga mempelai tidak boleh bertemu, Gus Shabir harus menerima saat mempelai wanita yang dimaksud bukanlah Anin, melainkan Hana yang merupakan adik dari ayah Anin.
Anin sendiri tidak bisa berbuat banyak saat ia melihat pria yang dia cintai kini mengucap akad dengan wanita lain. Dia merasa terluka, tetapi berusaha menutupi semuanya dalam diam.
Merasa bahwa Gus Shabir dan Anin berbeda, Hana akhirnya mengetahui bahwa Gus Shabir dan Anin saling mencintai.
Lantas siapakah yang akan mengalah nanti, sedangkan keduanya adalah wanita dengan akhlak dan sikap yang baik?
"Aku ikhlaskan Gus Shabir menjadi suamimu. Akan kuminta kepada Allah agar menutup perasaanku padanya."~ Anin
"Seberapa kuat aku berdoa kepada langit untuk melunakkan hati suamiku ... jika bukan doaku yang menjadi pemenangnya, aku bisa apa, Anin?"~Hana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Dua
"Bagaimana Anin? Apakah aku boleh mengantarmu pulang?" tanya Dokter Keenan lagi.
"Maaf Dokter, kita bukan mahram. Tak baik berdua saja dalam mobil. Lain kali saja, jika ada temannya," tolak Anin dengan suara lembut.
Keenan terdiam mendengar jawaban dari gadis itu. Dia baru ingat, jika Anin bukanlah gadis sembarangan seperti yang pernah dekat dengannya.
"Apa artinya aku harus menikah denganmu baru kita bisa jalan berdua?" tanya Dokter Keenan dengan senyuman.
Sekarang Anin yang menjadi terdiam mendengar pertanyaan dokter itu. Dia tak menyangka jika pria itu bisa bicara spontan seperti itu.
"Apa benar yang aku katakan itu, Anin?" Dokter itu masih mendesak Anin dengan pertanyaan. Dia makin tersenyum melihat wajah Anin yang memerah karena malu.
Anin tak berani menjawab pertanyaan dokter Keenan, karena takut mendengar jawaban dari pria itu. Dia selalu berkata spontan dan apa adanya.
"Kalau memang itu syaratnya, aku akan melamarmu dan segera menikah kamu agar bisa pergi jalan berdua," ucap Dokter Keenan lagi.
Apa yang Anin takutkan akhirnya diucapkan dokter Keenan. Tak menyangka seberani itu.
"Aku yang awam tentang agama, apa boleh tahu alasan kenapa kita tak boleh berjalan berdua?" tanya dokter Keenan lagi.
"Karena jika laki-laki dan wanita tak ada ikatan atau tak mahramnya berduaan, ditakutkan ketiganya setan. Maka ketika ini terjadi, setan memiliki ruang besar berada di antara keduanya untuk menghasut lelaki dan wanita yang sedang berduaan itu untuk melakukan zina," jawab Anin.
"Kalau begitu aku ajak salah satu atau dua orang anak panti agar kita tak hanya berdua," ucap Dokter Keenan.
Tanpa menunggu jawaban dari Anin, dia berjalan masuk ke panti asuhan. Tak berapa lama keluar dengan dua bocah anak panti. Anin tak bisa menolak ajakan Dokter itu lagi. Dia akhirnya bersedia di antar. Anin duduk di kursi belakang dengan salah seorang anak panti itu.
**
Hana memandangi pria yang setahun ini telah sah menjadi suaminya. Gus Shabir, laki-laki yang telah membuat dunianya berubah. Bukan saja dunianya, tapi juga sifat dan sikapnya. Dia memang salah, karena terlalu mencintai pria itu.
Aku menganggap kamu seperti huruf Ba dalam iklab, tapi bagimu aku seperti "nun" mati di antara "idgham billagunah" ada namun tak dianggap.
"Hana, mari kita pulang. Kamu tak boleh egois begini. Di dalam rahimmu ada bayi kita. Jangan memikirkan diri kamu saja," ucap Gus Shabir dengan suara lembut.
Suara lembut Gus Shabir tidak membuat Hana tenang, justru meradang karena mendengar ucapan sang suami. Dia tak terima apa yang dikatakan pria itu.
"Aku atau kamu yang egois, Mas. Aku selalu saja mencoba memahami kamu, menerima kamu. Tapi kamu, masih saja tak bisa memandangi aku. Aku ini ada tapi tak dianggap. Coba kita ganti posisi. Apa kamu sanggup, sehari saja jadi aku. Bagaimana ...?" tanya Hana dengan nada yang cukup tinggi.
"Hana, apa kamu tak bisa menurunkan nada bicaramu! Nanti apa yang dikatakan Abang dan kakakmu. Apakah begini cara bicara seorang istri pada suaminya?" tanya Gus Shabir dengan suara yang masih lembut.
Hana menarik napas dalam. Sepertinya mencoba menahan emosi. Dia mengepalkan tangan menahan amarah yang telah memuncak.
Memang ada benarnya ucapan sang suami. Dia tak boleh berkata dengan nada tinggi pada pria itu. Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa "surga istri ada pada suaminya, surga suami ada pada ibunya."
Namun, Hana tetaplah manusia biasa yang tak luput dari salah. Apa lagi dia sedang hamil dimana hormon tubuhnya mudah berubah.
Saat kehamilan terjadi, perubahan yang ibu alami bukan hanya pada fisik, tetapi juga emosional. Apalagi saat trimester pertama, perubahan suasana hati dan emosi biasa terjadi. Penyebabnya bisa bermacam-macam, salah satunya adalah karena adanya perubahan hormon pada tubuh ibu.
"Katakan saja apa maumu, Mas!" ucap Hana dengan penuh penekanan.
"Aku ingin menjemput kamu dan kita pulang ke rumah bersama. Kita bicarakan lagi di rumah," ucap Gus Shabir.
"Tak ada lagi yang perlu kita bicarakan! Aku sudah katakan kemarin, jika aku butuh waktu untuk merenungi nasib pernikahan ini. Lagi pula aku rasa, berpisah untuk sementara waktu adalah solusi terbaik. Jika kita tetap bersama dalam suasana hati yang sedang tak baik, aku rasa akan lebih buruk akibat ke depannya. Lebih baik kita introspeksi diri," ucap Hana.
"Lari dari masalah itu juga bukan solusi. Setiap orang pasti mempunyai masalahnya masing-masing. Masalah yang menurut mereka merepotkan, menjengkelkan, membuat down mental sampai menghilangkan apa yang dimiliki.Namun, masalah yang hadir tetap harus dihadapi dengan sebaik, juga dicarikan solusi yang tepat. Kita bisa bicarakan ini di rumah," ucap Gus Shabir masih membujuk Hana untuk kembali.
"Aku bukan lari dari masalah. Cuma menghindarinya untuk menenangkan pikiran dari pada aku menjadi gila. Aku mohon, pulanglah kamu, Mas. Aku pasti akan kembali. Cuma saat ini aku masih butuh waktu untuk sendiri," balas Hana.
Gus Shabir tampak terdiam melihat keteguhan hati Hana untuk tetap berada di rumah abangnya. Dia tak tahu bagaimana caranya lagi untuk membujuk sang istri.
"Bagaimana jika abi dan umi tahu kamu pergi dari rumah? Apa yang akan aku katakan?" tanya Gus Shabir.
"Mungkin ini saatnya kamu jujur mengenai semuanya. Tentang perasaanmu pada Anin, tentang rumah tangga kita."
Gus Shabir tidak bisa berkata apa lagi. Hana tampaknya tak akan mau kembali ke rumah. Mungkin memang dia harus memberi Hana waktu. Setelah beberapa hari dia bisa kembali menjemput istrinya itu.
"Baiklah, Hana. Aku beri kamu waktu untuk di sini beberapa hari ini. Aku akan kembali datang untuk menjemputmu lagi. Semoga dengan ini dapat membuat hubungan kita makin membaik," ucap Gus Shabir.
Gus Shabir akhirnya pamit. Dia lalu pamit pulang. Walau berat, dia harus setuju. Jika memaksa Hana kembali, mungkin akan bertambah masalah. Ada baiknya memang mereka berpisah dulu. Agar bisa membuktikan seberapa besar cinta mereka dan seberapa besar mereka saling membutuhkan.
Setelah kepergian Gus Shabir, Hana langsung masuk ke kamar miliknya. Semua masih sama. Aisha pasti masih terus membersihkan walau dia tak menempati. Tangisnya langsung pecah mengingat kesalahannya yang telah menjauhi keluarganya.
Terkadang Hana memang merasa dirinya sangat berlebihan. Bukankah antara Anin dan Gus Shabir tak pernah saling berkomunikasi. Namun, sebagai seorang istri dia juga butuh dicintai. Bukan hanya sebagai pelengkap dalam rumah tangga.
Hana naik ke atas ranjang, tubuhnya terasa sangat lelah. Semalaman dia tak tidur. Ada penyesalan dalam dirinya yang terlalu egois dalam mengambil keputusan tanpa memikirkan sebab akibatnya. Namun, dia juga lelah selama ini harus berjuang seorang diri.
"Beginilah hasil nya kalau perjuangan, tak di hargai. Emang salah berharap sama yang tak mengharap kita. Setiap Kata Tak Berarti Lagi. Setiap Perjuangan Tak di Hargai Lagi. Disitu Ku Akan Pergi Dan Menjauh. Aku sekarang mulai tau sistem semesta, yang membuat seleksi alam nya sendiri. Memakai topeng malaikat padahal sesungguhnya penjahat. Perjuangan tak di hargai, aku mewakili yang di sakiti. Yang di kalahkan karena cinta."
...----------------...
kurang slg memahami
gk da manusia yg sempurna
tp cinta yg menyempurnakan.
bukan cr siapa yg salah di sini
tp jln keluar bgaimna mmpertahankan pernikahan itu sendiri.
Coba lebih memahami dari bab" sebleumnya , Anin bilang kalau kasih sayang aisha trhdp Anin dan Hana itu sama ,jika Anin dibelikan mainan maka Hana pun turut dibelikan.memang dalam hal materi oleh Gibran dan Aisha mereka tidak membedakan ,tetapi dalam hal kasih sayang mereka tetap membedakan ,bahkan Syifa juga pernah bilang kalau dia lebih sayang Anin drpda Hana .Nah poiinnya adalah kenapa Hana bersikap seperti itu terhadap Anin ,karena dia belum pernah merasakan kasih sayang yang begitu besar dari orang terdekatnya .Jadi wajar saja semenjak dia menikah dia mempertahankan suaminya karena hanya dia yang memiliki ikatan paling dekat dengan Hana . Hana hanya ingin ada seseorang yang mencintai ,menyayanginya dengan besarnya ,maka dari itu dia mepertahnkan suaminya .
Hana memiliki trauma akan dkucilkan oleh orang" disekitarnya .
yang melamar kan Hana duluan 😃