Aisha Naziya Almahyra telah menjalin hubungan selama tiga tahun dengan kekasihnya yang bernama Ikhbar Shaqr Akhdan. Hubungan mereka sudah sangat jauh.
Hingga suatu hari kedua orang tua mereka mengetahuinya, dan memisahkan mereka dengan memasukan keduanya ke pesantren.
Tiga tahun kemudian, Aisha yang ingin mengikuti pengajian terkejut saat mengetahui yang menjadi ustadnya adalah Ikhbar. Hatinya senang karena dipertemukan lagi dalam keadaan telah hijrah.
Namun, kenyataan pahit harus Aisha terima saat usai pengajian seorang wanita dengan bayi berusia satu tahun menghampiri Ikhbar dan memanggil Abi.
Aisha akhirnya kembali ke rumah, tanpa sempat bertemu Ikhbar. Hingga suatu hari dia dijodohkan dengan seorang anak ustad yang bernama Ghibran Naufal Rizal. Apakah Aisha akan menerima perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Kita Harus Pisah
Sampai di rumah mereka, Ikhbar langsung masuk ke ruang kerjanya. Tidak peduli dengan istri dan anaknya. Annisa lalu masuk ke kamar sang putri dan menidurkan.
Setelah putrinya terlelap, wanita itu berjalan menuju ke ruang kerja sang suami. Dia mengetuk pintu itu secara perlahan. Beberapa kali mengetuk, tidak ada juga sahutan.
"Mas, aku tahu kamu belum tidur. Buka pintunya. Kita harus bicara," ucap Annisa dengan suara cukup tinggi.
Terdengar langkah kaki mendekati pintu. Ikhbar lalu membukanya lebar. Annisa langsung masuk.
"Bicaralah, katanya kamu ingin bicara," ucap Ikhbar dengan suara datar.
"Aku minta maaf. Aku tidak sengaja untuk membuka aib kamu," ucap Annisa dengan menunduk.
"Oh, jadi itu semua tidak sengaja?" tanya Ghibran dengan suara penuh penekanan.
Annisa tidak menjawab pertanyaan Ikhbar. Dia yakin saat ini, suaminya itu sedang menahan amarahnya. Ikhbar berdiri dari tempatnya duduk, mendekati sang istri.
"Aku akan pergi. Jika aku tetap berada di sini, aku takut akan lebih menyakiti kamu. Aku minta maaf, jika selama kita berumah tangga, aku tidak bisa memberikan kamu kebahagiaan. Lebih baik kita pisah," ucap Ikhbar.
Annisa mengangkat kepalanya, menatap tajam ke arah suaminya itu. Tidak pernah mengira jika Ikhbar begitu mudah mengucapkan kata pisah.
"Mas sadar. Istighfar. Ucapan Mas itu sama saja menjatuhkan talak padaku," balas Annisa.
Ikhbar mendekati Annisa. Dia mengerti jika semua yang wanita itu lakukan karena rasa cemburunya pada Aisha.
"Aku dari awal telah berterus terang padamu. Aku sudah katakan, kamu harus berpikir lagi menikah denganku, kerena aku belum selesai dengan masa laluku. Kamu masih saja tetap ingin menikah. Apa kamu ingat ucapan kamu dulu. Kamu tidak akan pernah mengungkit tentang masa laluku. Kamu menerimanya dengan tangan terbuka. Namun, kenyataannya berbeda," ucap Ikhbar dengan suara sedikit tinggi.
"Kamu tahu Annisa, tadi itu kamu bukan saja membuka aib Aisha, tapi suamimu ini. Padahal aib suami adalah aibmu juga. Pernahkah kau berpikir hingga ke sana!" ucap Ikhbar lagi dengan penuh emosi.
"Maaf, Mas. Aku mengaku salah. Jika aku melakukan lagi, Mas boleh pergi meninggalkan aku, dan tidak akan aku tahan lagi," ucap Annisa pelan.
Ikhbar tersenyum simpul mendengar ucapan dari sang istri. Kemarin dia masih bisa bersabar, saat tahu Annisa menemui Ghibran. Bukannya dia tidak tahu dengan apa yang wanita itu lakukan.
Memang semua bukan salah Annisa. Semua juga karena dirinya. Dia yang belum bisa move on dari masa lalu.
"Semua telah terlambat, Annisa. Aku telah memberikan kamu waktu. Saat kamu menemui Ghibran, dan mengatakan tentang hubunganku dan Aisha, bukannya aku tidak tahu. Aku hanya berpura-pura. Aku diam karena tidak ingin bertengkar. Semua aku lakukan demi anak kita," balas Ikhbar.
Annisa menarik napas dalam. Dia tidak menyangka jika Ikhbar tahu apa yang dia bicarakan dengan sang kakak. Saat itu, dia pikir, sang suami tidak tahu apa-apa. Hanya berpikir sekadar pertemuan keluarga saja.
"Sekali lagi maafkan aku, Mas. Semua itu karena aku sangat mencintai kamu. Aku takut kehilangan kamu. Aku tahu, hingga saat ini dihatimu masih tersimpan rapi nama Aisha. Aku cemburu, karena dia begitu dicintai. Berbeda denganku. Aku mencintai sendiri," ucap Annisa.
"Seharusnya kamu itu berusaha membuat aku makin mencintai kamu bukannya membuat aku makin jauh dengan sikapmu seperti ini. Maaf, aku harus pergi."
Ikhbar lalu berjalan meninggalkan ruangan, Annisa tidak bisa lagi menahan tangis. Dia begitu mencintai suaminya. Wanita itu berdiri dan mengejar pria itu. Memeluknya erat.
"Maafkan aku, Mas. Jangan pergi. Aku janji tidak akan mengungkit itu lagi," ucap Annisa.
"Semua telah terlanjur terbuka. Tentu saja kamu tidak perlu mengungkit, mereka yang akan cari tahu sendiri."
Ikhbar melepaskan pelukan Annisa. Dia masuk ke kamar dan mengambil tas, memasukan beberapa helai bajunya.
"Mas, aku mohon jangan pergi. Aku tahu semua ini salahku. Ingat Aqila, kamu jangan egois," ucap Annisa.
"Aku harus pergi. Kita pisah sementara waktu, agar tahu seberapa dalam perasaan ini dan tahu seberapa penting dan saling membutuhkah kita," ujar Ikhbar.
Annisa mercoba kembali menahan kepergian Ikhbar dengan alasan putri mereka, tapi pria itu tetap dengan pendiriannya. Dia minta waktu berpikir mau di bawa kemana hubungan ini.
**
Pagi hari yang cerah, tapi tidak dengan suasana hati Ghibran. Dari kemarin dia tidak bisa tidur memikirkan keberadaan sang istri. Setelah mandi, dia kembali mencari Aisha.
Ghibran duduk di bangku taman dengan gelisah, dia telah mencari Aisha selama dua hari tapi tak kunjung menemukan keberadaannya. Setelah diskusi panjang dengan keluarga dan teman-temannya, Ghibran memutuskan untuk mencarinya sendiri. Dia tak ingin menunggu lagi pada saat itu dia berdiri dan mengambil tasnya yang berisi beberapa barang yang mungkin dapat membantunya menemukan Aisha.
Dia berjalan tergesa-gesa meninggalkan halaman taman dengan harapan dapat mengumpulkan beberapa petunjuk. Beberapa orang yang mengenal Aisha juga telah dia temui. Dan tak satupun yang mengetahui kemana wanita itu pergi.
Sore hari, Ghibran baru kembali. Dia tadi menghabiskan waktu di rumah tempat Aisha tinggal. Berharap wanita itu akan pulang ke sana. Namun, harapannya tidak jadi kenyataan.
Ghibran lalu menemui penjaga keamanan apartemen dan bertanya tentang Aisha. Siapa tahu ada petunjuk. Pria itu mengatakan terakhir melihat Aisha tiga hari lalu.
"Tidak lama setelah mobil Bapak pergi, Ibu menyusul pergi dengan taksi. Pulangnya sudah sore. Itu terakhir saya bertemu," ucap Pria itu yang bernama Tono.
"Apakah paginya kamu tidak melihat lagi?" tanya Ghibran.
"Bukan saya bertugas pagi itu," jawab Tono.
"Saya ingin melihat CCTV, saat istri saya pergi dengan taksi. Kemana dia pergi seharian itu," ucap Ghibran.
Atas izin pemilik apartemen, Ghibran melihat CCTV. Dia mencatat nomor polisi taksi. Pagi hari terlihat Aisha menenteng tas, tapi dia naik angkot di seberang apartemen. Angkot itu hanya menuju pasar.
"Kenapa Aisha pergi menggunakan angkot yang tujuannya ke pasar? Apa dia sengaja agar jejaknya tidak bisa aku lacak?" tanya Ghibran dalam hatinya.
Dia lalu pergi ke pangkalan taksi. Ingin mencari tahu dari supir taksi itu, kemana hari itu istrinya pergi hingga sore baru kembali.
...----------------...
biar mm nur mati kutu dapetin hana🤣🤣🤣
ampun dah mak baru ngeh ini😍
kenapa harus di diposisikan begini,seakan harus menerima karna masa lalu tapiiiii😔
Allahumma Baarik🤲