Maya, seorang wanita muda yang cantik dan sukses dalam karier, hidup dalam hubungan yang penuh dengan kecemburuan dan rasa curiga terhadap kekasihnya, Aldo. Sifat posesif Maya menyembunyikan rahasia gelap yang siap mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Ketegangan Memuncak di Jalan
Aldo berjalan keluar dari gedung kantornya dengan perasaan campur aduk. Meskipun penyelidikan internal bisa membersihkan namanya, bayang-bayang ancaman Satria terus menghantui pikirannya. Di tengah jalan, ia melihat Satria berdiri dengan wajah yang penuh amarah.
"Satria, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Aldo dengan nada tegas, mencoba tetap tenang.
Satria mendekati Aldo dengan langkah cepat, wajahnya merah padam. "Kau pikir bisa lolos begitu saja, Aldo? Karirku hancur karena kau!"
Aldo menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan emosinya. "Satria, kau sendiri yang membuat masalah ini. Aku hanya membela diri dan mengungkap kebenaran."
Tanpa peringatan, Satria melayangkan tinjunya ke arah Aldo. Aldo berhasil menghindar, tapi serangan berikutnya membuatnya terhuyung. Orang-orang di sekitar mereka mulai memperhatikan, beberapa dari mereka segera mendekat untuk melihat apa yang terjadi.
"Sudah cukup, Satria! Kita bisa menyelesaikan ini dengan cara yang lebih baik," kata Aldo sambil berusaha menjauh.
Namun, Satria tidak mau mendengarkan. Ia kembali mencoba menyerang Aldo, kali ini dengan lebih agresif. Aldo terpaksa bertahan, mencoba menghindari serangan sambil mencari cara untuk mengendalikan situasi. Ketegangan di antara mereka semakin memuncak, dan beberapa orang di sekitar mulai mencoba melerai.
"Hei, hentikan! Apa yang kalian lakukan?" teriak seorang pria sambil menarik Satria menjauh dari Aldo.
Satria mencoba melepaskan diri dari pria tersebut, tapi akhirnya menyerah dan mundur dengan wajah penuh kebencian. "Ini belum selesai, Aldo. Kau akan membayar untuk ini," ancamnya sebelum berbalik dan pergi.
Aldo menghela napas lega, meskipun hatinya masih berdebar-debar. Ia berterima kasih kepada pria yang telah membantunya. "Terima kasih, kalau tidak ada Anda, mungkin akan terjadi hal yang lebih buruk."
Malam itu, Aldo kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk.
Di hari-hari berikutnya, Aldo tetap waspada dan berusaha menjalani rutinitasnya seperti biasa. Ia mendapat dukungan penuh dari Maya dan teman-teman dekatnya, yang membantu mengurangi stres yang ia rasakan.
Aldo terus mencoba menjalani hari-harinya seperti biasa meskipun bayang-bayang Satria terus menghantuinya. Di kantor, ia fokus pada pekerjaannya, berusaha memberikan yang terbaik agar tidak terpengaruh oleh masalah pribadi. Namun, perasaan tidak nyaman itu tetap ada, seolah-olah Satria bisa muncul kapan saja.
Suatu sore, ketika Aldo sedang bersiap-siap untuk pulang, ia menerima pesan singkat di ponselnya. Pesan itu berasal dari nomor yang tidak dikenal.
“Kau akan menyesal, Aldo. Ini belum berakhir.”
Aldo merasa jantungnya berdegup kencang. Ia tahu pesan itu pasti dari Satria. Meskipun Satria belum muncul lagi secara fisik, ancaman itu menunjukkan bahwa ia masih menyimpan dendam. Aldo memutuskan untuk tidak menanggapi pesan tersebut dan langsung menghapusnya.
Beberapa hari kemudian, saat Aldo sedang makan siang di kantin kantor, seorang rekan kerja, Yudi, duduk di sebelahnya.
"Aldo, aku dengar kabar bahwa Satria masih berusaha mencari cara untuk menjatuhkanmu. Hati-hati, ya," kata Yudi dengan nada serius.
Aldo mengangguk, merasa sedikit cemas. "Terima kasih, Yudi.
Yudi menepuk bahu Aldo. "Kita semua di sini mendukungmu, Aldo. Jangan ragu untuk minta bantuan kalau butuh."
Hari-hari berlalu, dan meskipun Aldo tetap waspada, ia berusaha menjalani hidupnya dengan normal. Suatu sore, setelah jam kerja, Aldo berjalan menuju tempat parkir. Ia merasa lega ketika melihat tidak ada tanda-tanda kehadiran Satria. Namun, saat ia mendekati mobilnya, tiba-tiba sebuah tangan menariknya ke samping.
Aldo terkejut melihat Satria berdiri di depannya, wajahnya penuh amarah dan dendam. "Kau pikir masalah ini selesai begitu saja? Kau hancurkan hidupku, Aldo."
Aldo berusaha tetap tenang, meskipun hatinya berdebar. "Satria, kau yang membuat masalah ini. Aku hanya membela diri dari tuduhanmu. Mari kita selesaikan ini dengan cara yang baik."
Namun, Satria tidak mendengarkan. Ia melayangkan tinjunya ke arah Aldo, tapi kali ini Aldo sudah siap. Ia berhasil menghindar dan mencoba menahan Satria.
"Satria, hentikan! Ini tidak akan menyelesaikan apapun," kata Aldo dengan tegas.
Satria tetap berusaha menyerang, tapi suara langkah kaki mendekat membuat mereka berdua berhenti. Beberapa rekan kerja Aldo muncul di tempat parkir, menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
"Aldo, ada apa ini?" tanya seorang rekan kerja dengan cemas.
Aldo mencoba menjelaskan sambil tetap berjaga-jaga. "Satria masih dendam dan mencoba menyerangku lagi."
Rekan-rekan kerja Aldo segera mengelilingi Satria, memastikan ia tidak bisa melanjutkan serangannya. Salah satu dari mereka menghubungi keamanan kantor, dan dalam beberapa menit, petugas keamanan datang untuk menangani situasi tersebut.
Satria, yang merasa terkepung, akhirnya menyerah. Petugas keamanan membawanya pergi, dan Aldo merasa sedikit lega meskipun tahu bahwa ini mungkin belum sepenuhnya berakhir.
"Aldo, kau baik-baik saja?" tanya salah satu rekan kerja dengan khawatir.
Aldo mengangguk, meskipun wajahnya masih menunjukkan ketegangan. "Aku baik-baik saja. Terima kasih atas bantuan kalian.
Sementara Aldo berusaha menjalani kehidupannya dengan normal, di tempat lain, Satria terus merencanakan langkah-langkah berikutnya. Dendam yang membara di hatinya membuatnya tidak bisa berhenti mencari cara untuk menjatuhkan Aldo.
Di sebuah kafe yang agak terpencil, Satria duduk dengan wajah serius, menatap ponselnya yang penuh dengan catatan dan rencana. Di depannya, seorang pria paruh baya dengan tampilan serampangan duduk sambil mengisap rokok. Pria itu adalah Roy, seorang kenalan lama Satria yang memiliki jaringan luas dan tidak segan-segan menggunakan cara kotor untuk mencapai tujuannya.
"Kau yakin ini akan berhasil?" tanya Satria dengan nada skeptis.
Roy mengangguk, menghembuskan asap rokoknya. "Tentu saja. Aku sudah sering melakukan hal semacam ini. Kita hanya perlu bukti yang cukup untuk membuatnya terlihat buruk di mata perusahaan."
Satria mendengus. "Bukti seperti apa yang kau maksud?"
Roy mencondongkan tubuhnya ke depan, berbicara lebih pelan. "Kita bisa memanipulasi data. Menciptakan skenario di mana Aldo terlihat seperti mengambil keuntungan pribadi dari proyek-proyek perusahaan. Jika semua terlihat sah, manajemen pasti akan mempercayainya."
Satria tersenyum licik. "Itu kedengarannya bagus. Apa yang kau butuhkan dariku?"
Roy mematikan rokoknya dan mulai menyusun daftar. "Aku butuh akses ke sistem perusahaan. Data mentah dari proyek-proyek yang sedang dikerjakan Aldo. Juga, beberapa tanda tangan elektronik yang bisa kita tiru."
Satria mengangguk. "Aku bisa mendapatkan itu. Tapi bagaimana kalau mereka memeriksa lebih lanjut?"
Roy mengangkat bahu. "Aku punya orang-orang yang bisa menutupi jejak kita. Percayalah, ketika kita selesai, Aldo tidak akan punya jalan keluar."
Mereka berdua melanjutkan perencanaan dengan detail, memastikan setiap langkah diperhitungkan dengan cermat. Satria merasa puas dengan perkembangan ini, yakin bahwa kali ini, Aldo tidak akan bisa lolos.
Keesokan harinya, Satria mulai melancarkan aksinya. Ia menggunakan segala cara untuk mengakses data yang dibutuhkan, bahkan tidak ragu memanipulasi rekan-rekan kerja yang lebih mudah dibohongi. Dengan bantuan Roy, mereka berhasil mengumpulkan bukti palsu yang akan menunjukkan Aldo sebagai orang yang tidak jujur dan manipulatif.
Di sisi lain, Aldo tetap fokus pada pekerjaannya, meskipun perasaan tidak nyaman itu tetap ada. Ia tahu bahwa ancaman dari Satria masih ada, tetapi ia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Namun, suatu pagi, Aldo dipanggil oleh Pak Joko, atasan langsungnya.
"Aldo, kita perlu bicara," kata Pak Joko dengan nada serius.
Aldo merasa ada sesuatu yang tidak beres. "Ada apa, Pak Joko?"
Pak Joko menunjukkan beberapa dokumen dan laporan yang baru saja diterimanya. "Ada laporan yang menunjukkan bahwa kamu terlibat dalam manipulasi data proyek. Apa kamu tahu sesuatu tentang ini?"
Aldo terkejut. "Pak, ini pasti kesalahan. Saya tidak pernah melakukan hal semacam itu."
Pak Joko menatap Aldo dengan tajam. "Aku ingin percaya padamu, Aldo. Tapi bukti-bukti ini cukup kuat. Kita perlu melakukan penyelidikan lebih lanjut."
Aldo merasa dunianya runtuh. Ia tahu bahwa ini pasti ulah Satria. "Saya akan bekerja sama sepenuhnya, Pak Joko. Saya yakin ini adalah fitnah."
Pak Joko mengangguk. "Kita akan lihat hasil penyelidikannya. Untuk sementara, tetaplah fokus pada pekerjaanmu dan jangan buat masalah lagi."
Aldo mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran. Ia tahu bahwa perjuangan ini belum selesai, dan ia harus menemukan cara untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Di tempat lain, Satria menyeringai puas. Ia yakin bahwa rencananya akan berhasil, dan Aldo akan hancur. Namun, ia tidak menyadari bahwa Aldo memiliki tekad yang kuat dan dukungan dari orang-orang yang mempercayainya. Pertempuran ini belum berakhir, dan Aldo bertekad untuk melawan hingga titik darah penghabisan.
siapa sebenarnya satria ??
siapa pendukung satria??
klo konseling dg psikolog g mempan, coba dekat diri dg Tuhan. setiap kekhawatiran muncul, mendekatlah dg sang pencipta. semoga dg begitu pikiran kalian bisa lebih tenang. terutama tuk Maya. berawal dr Maya & kini menular ke Aldo