Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepas Penat Di Kota Malang
Hafiz terkejut, karena sebelumnya ia dan Fatimah tidak pernah melakukan hal se-fatal itu. Bahkan, berpelukan pun bisa dihitung jari.
Imah, apa yang kamu lakukan barusan?” tanya Hafiz terkejut sambil menutup setengah wajahnya bekas dari apa yang Fatimah lakukan.
“Itu bukti cintaku padamu, Fiz. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melepaskanmu, Fiz. Karena kamu ditakdirkan untukku,” pungkas Fatimah yang tak mau melepaskan Hafiz.
Hafiz masih terkejut dengan sikap Fatimah. Dan di dalam keterkejutan nya, ia pamit untuk kembali ke rumah.
Fatimah menggelengkan kepalanya, ia tidak ingin Hafiz pulang ke rumah. Namun, Hafiz kali itu cukup tegas kepada Fatimah untuk membiarkannya pulang ke rumah.
Di Rumah.
Alina tak bisa tidur dengan nyenyak, setiap ia memejamkan mata selalu saja terjaga. Rasa-rasanya ia ingin melihat Hafiz saat itu juga.
Apakah Mas lagi-lagi bertemu dengan wanita itu? Apakah Mas lupa bahwa kita sudah saling berjanji selama waktu yang telah kita tentukan? (Batin Alina)
Alina yang tak tenang, hanya bisa pasrah dan memutuskan untuk membaca kita suci Al-Qur'an sembari menunggu Hafiz pulang.
Sekitar 30 menit Alina mengaji, rupanya Hafiz telah pulang dan Alina sama sekali tidak menyadari bahwa Hafiz sudah masuk ke dalam kamar karena fokus dengan ayat yang sedang ia baca.
Hafiz menatap punggung Alina dengan lekat yang malam itu mengenakan mukena berwarna putih. Hafiz tersenyum kecil dengan mata berkaca-kaca.
Suara lantunan Al-Qur'an yang keluar dari mulut Alina sungguh sangat merdu dan menentramkan hati Hafiz.
MasyaAllah, ternyata suaranya begitu indah dan menentramkan hati. (Batin Hafiz)
Alina telah selesai dan meletakkan kembali kita suci Al-Qur'an ke tempatnya semula.
Saat Alina ingin melepaskan mukena nya, ia terkejut melihat Hafiz dan kehilangan keseimbangannya hingga ia terjatuh. Namun, Alina sama sekali tak merasakan sakit karena ternyata Hafiz lebih dulu menahan dirinya.
Di sepersekian detik, mereka menatap satu sama lain.
“Kamu tidak apa-apa, Alina?” tanya Hafiz yang masih menahan tubuh Alina dengan cara memeluk Alina agar tidak jatuh.
“Terima kasih,” ucap Alina seraya melepaskan tubuhnya dari pelukan Hafiz.
Alina buru-buru melepaskan mukena nya dan melipatnya kembali.
“Mas sejak kapan berada di belakang Alina?” tanya Alina sambil memperbaiki tatanan rambutnya yang sedikit berantakan.
“Tidak terlalu lama, sekitar 10 menit mungkin,” jawab Hafiz.
“Pipi Mas kenapa?” tanya Alina ketika samar-samar ia melihat ada bekas lipstick di pipi suaminya.
“Tidak kenapa-kenapa,” jawab Hafiz sambil mengusap pipinya.
Alina hanya bisa tersenyum, memendam rasa kecewa di hatinya.
“Mas, Alina tidak bisa tidur. Bisakah Mas tidur dengan memeluk Alina?” tanya Alina.
“Tentu saja,” jawab Hafiz begitu saja.
Hafiz seakan-akan tidak bisa menolak keinginan Alina dan hanya menurut apapun yang dikatakan Alina malam itu.
Sebelum tidur, Alina meminta Hafiz untuk menemaninya mengerjakan tugas. Hafiz sekali lagi mengiyakan dan menemani Alina mengerjakan tugas.
Alina sebenarnya bisa mengerjakan tugas itu dengan mudah, namun di hadapan Hafiz dirinya harus berpura-pura tidak mengerti dengan tugas tersebut.
“Terima kasih, Mas. Berkat Mas, Alina bisa mengerjakan semua tugas ini dengan baik,” ucap Alina.
“Sama-sama, Alina. Kalau ada tugas yang menurut kamu agak rumit, tanyakan saja sama Mas. Mas pasti akan membantu kamu, Alina.”
Alina yang sudah mengantuk, mengajak Hafiz untuk tidur.
“Besok kita libur, bagaimana kalau kita pergi ke salah satu wisata yang ada di kota Surabaya?” tanya Alina.
“Kalau pergi ke Malang bagaimana?” tanya Hafiz menawarkan tempat lain.
“Boleh. Kalau begitu, Mas pesan lah tiketnya malam ini dan besok pagi kita berangkat ke Malang,” ujar Alina.
Hafiz mengiyakan dengan semangat, memesan tiket melalui aplikasi untuk penerbangan menuju Kota Malang.
Keesokan Pagi.
Alina sudah selesai mengemas pakaiannya, begitu juga dengan Hafiz. Mereka berdua memutuskan untuk bermalam di mana dan kembali ke rumah minggu sore.
“Melihat kalian yang mendadak ingin pergi, apakah perjalanan kalian bisa dikatakan Honeymoon?” tanya Ibu Nur menggoda keduanya.
“Ibu, Alina masih terlalu kecil menjadi seorang Ibu,” balas Hafiz.
“Alina sama sekali tidak masalah. Asal, Mas juga ikut berkontribusi dalam menjaga buah hati kita,” sahut Alina.
Ibu Nur maupun Hafiz tertegun mendengar sahutan Alina yang terdengar sangat santai.
“Tuh dengar,” celetuk Ibu Nur seraya mencolek perut Hafiz.
Hafiz menatap Alina dengan lekat. Ucapan Alina cukup membuat dirinya tak bisa berkata-kata.
“Mas, ayo kita berangkat!” seru Alina.
Alina pamit dengan cara mencium punggung tangan mertuanya dan memeluk mereka secara bergantian.
“Ayah, Ibu. Kami berdua pamit ke Malang selama sehari semalam, mohon do'anya agar kami kembali dengan selamat,” ujar Alina.
Tak berselang lama, Alina dan Hafiz pun pergi menggunakan jasa mobil online.
***
Malang.
Mereka menghela napas karena telah sampai di hotel yang sebelumnya Hafiz pesan. Hotel yang Hafiz pesan ternyata cukup luas dan menenangkan.
“Mas, nanti sore kita kemana?” tanya Alina yang tengah sibuk mengeluarkan pakaiannya untuk dimasukkan ke dalam almari.
“Kalau nongkrong di cafe kamu mau tidak?” tanya Hafiz.
“Menurut Alina, lebih baik kita jalan-jalan di tempat wisata gitu Mas. Sambil mencicipi cemilan ataupun makanan yang enak di tempat wisata itu,” ujar Alina.
“Boleh juga,” sahut Hafiz.
Alina sudah tak sabar, ia bergegas mandi dan bersiap-siap pergi ke tempat wisata yang letaknya tidak jauh dari hotel.
“Mas sudah siap?” tanya Alina penuh semangat.
“Lumayan,” jawab Hafiz.
Hafiz cukup terpana dengan penampilan Alina sore itu. Alina mengenakan sepatu berwarna putih, sementara baju dan celananya berwarna hitam.
“Mas kenapa melihat Alina begitu? Penampilan Alina jelek ya?” tanya Hafiz.
“Tidak sama sekali. Justru kamu terlihat cantik,” puji Hafiz.
Alina sangat senang mendapatkan pujian dari Hafiz. Bagaimanapun dirinya berhak mendapatkan ucapan seperti itu dari suaminya sendiri.
“Alina sudah siap, ayo Mas kita berangkat,” ujar Alina.
Saat Alina hendak berjalan meninggalkan hotel, Hafiz tiba-tiba saja meraih tangan Alina dan menggenggamnya dengan cukup erat.
“Tetaplah berada di dekat Mas. Tempat yang akan kita kunjungi sangat rawan kesasar,” terang Hafiz.
Alina mengiyakan dengan patuh dan jalan bersama ke tempat wisata tersebut.
Setibanya di sana, Alina tersenyum lebar dan sangat antusias.
“Mas, mau foto bersama?” tanya Alina seraya menunjuk ke arah boneka raksasa.
“Bo.. Boleh,” jawab Hafiz terbata-bata.
Mereka berdua menatap layar kamera seraya tersenyum untuk pengambilan gambar tersenyum.
“Mas, Alina mau ke sana!” pinta Alina menunjuk ke arah wahana kora-kora.
“Kamu mau naik kora-kora?” tanya Hafiz.
“Bukan Alina saja, tapi Mas juga harus naik bersama. Jangan bilang Mas takut,” balas Alina.
“Bukannya takut, hanya saja Mas belum pernah naik perahu terbang itu,” terang Hafiz.
Alina tertawa lepas, ia terkejut mendengar keterangan Hafiz yang cukup membuatnya terkejut.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.