Menjadi cantik dan cerdas tidak membuat nasib baik berpihak pada wanita bernama Teresa. Dia adalah seorang wanita yang sudah menikah, tapi nasib buruk terus menimpanya. Selama ini ia menikah atas dasar cinta, membuatnya menormalisasi perbuatan buruk suaminya. Ia menjadi mesin penghasil uang untuk suami dan ibu mertuanya selama ini, sampai pada akhirnya suatu kejadian menyakitkan membuatnya tersadar, bahwa ia harus meninggalkan kehidupan menyedihkan ini. Teresa berubah menjadi wanita yang memprioritaskan uang dan kekayaaan. Ia sudah tidak percaya cinta, ia hanya percaya kepada uang dan kekuasaan. Menurutnya, menjadi kaya adalah tujuan utamanya sekarang. Agar dia tidak lagi ditindas. Sampai ia menemukan seorang pria yang menjadi sasaran empuk untuknya, pria dengan status sosial yang tinggi, pria dari kalangan atas yang akan membantunya untuk meningkatkan status sosialnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 ( Kabar Pernikahan)
Hari sudah hampir malam dan Tere baru saja sampai apartemen. Ia tersenyum lebar melihat hasil belanjaanya hari ini. Ia menjejerkan paperbag berisikan banyak barang itu di sofa. Teresa berhasil memanjakan dirinya sendiri hari ini.
Seperti melakukan perawatan tubuh, perawatan rambut. Dan juga, makan makanan yang enak. Teresa merebahkan dirinya di sofa. Ia tersenyum sembari menatap langit-langit apartemen.
“Akhirnya, kau merasakan kebahagiaan ini Teresa” ucapnya pada diri sendiri.
Mata Teresa melihat kearah paperbag hitam yang berada di atas meja. Ia sengaja memisahkan itu dari semua belanjaanya. Karena paperbag itu berisi sesuatu untuk Wiliam. Tere melihat sebuah dasi yang bagus, dan saat itu Tere teringat pada Wiliam.
Tere melihat kesekelilingnya, ia tidak melihat Wiliam dimanapun. Saat ia pulang tadi, memang sudah tidak ada tanda-tanda Wiliam disini. Ia berpikir mungkin pria itu belum saatnya pulang bekerja.
Mengingat tentang bekerja, Tere kembali teringat tentang pekerjaan lamanya. Wiliam melarangnya untuk bekerja, dan tentu saja Tere harus menuruti itu. Karena dia donatur, jadi dia yang mengatur.
Tapi Tere tidak bisa pergi begitu saja. Ia akan meminta izin kepada Wiliam untuk pergi ke hotel Nio one sebentar. Ia akan mengadakan perpisahan disana. Ia akan berpisah dengan rekan-rekan kerjanya dengan baik.
Tidak berselang lama, suara pintu dibuka terdengar. Dan saat itu juga Tere melihat Wiliam dengan ekspresi dingin tanpa ekspresi. Tere melihat pria itu hanya diam sembari melepaskan jasnya, dan melonggarkan dasinya.
Lalu matanya melihat kearah Teresa dan kearah paperbag yang berada diatas sofa. Lalu ia mendudukkan dirinya di sofa yang berada di depan Teresa. Ia memejamkan matanya sejenak tanpa mengatakan apapun.
“Apa kau lelah? Aku buatkan teh hangat?” Ucap Tere mencoba memecah keheningan.
“Boleh, dengan sedikit gula” ucapnya tanpa membuka matanya.
“Oke!!” ucap Tere dan pergi membuatkan teh hangat.
Tidak berselang lama Teresa datang dengan secangkir teh hangat ditanganya. Ia membawa sedikit biskuit kering yang ia beli tadi, dan ia meletakannya diatas mangkuk kecil.
“Teh hangat datang!” Ucap Tere.
Tere meletakannya di atas meja dan duduk disamping Wiliam. Ia sedikit menepuk lengan Wiliam untuk membangunkannya. Dan tak berselang lama, Wiliam mulai membuka matanya.
Ia hanya melihat Tere sekilas dan langsung meminum teh hangat itu. Wiliam bisa melihat dari ekor matanya, bahwa Teresa sedang menatapnya. Ia berpikir bahwa wanita itu ingin membicarakan sesuatu dengannya.
“Ada apa? Katakan” ucap Wiliam tanpa melihat kearah Teresa.
“Bolehkah aku pergi ke hotel Nio one besok? Aku ingin berpisah dan berpamitan dengan baik dengan teman kerjaku” ucap Tere.
“Baiklah. Kau bisa berangkat denganku” ucapnya.
“Berangkat bersama?” Ucap Tere tak mengerti.
“Aku besok juga kesana, jadi aku bisa pergi denganmu” ucap Wiliam.
“Baiklah. Terimakasih Wiliam!” Ucap Tere.
“Dan aku ada sesuatu untukmu” ucapnya lagi, sembari memberikan paperbag berwarna hitam untuk Wiliam.
Wiliam menerima paperbag itu dan langsung membukanya tanpa mengatakan apapun. Ia membuka kotak dengan pita hitam disana. Ia melihat sebuah dasi yang berada di dalam kotak itu.
“Ini untukku?” Ucap Wiliam.
“Aku membelikan untukmu” ucap Tere antusias.
“Baiklah, terimakasih” ucapnya dan berdiri.
“Aku akan ke kamarku” ucapnya dan hendak pergi sembari membawa kotak dasi itu.
Tere mengangguk dan membiarkan Wiliam untuk pergi ke kamarnya. Tere tersenyum saat melihat Wiliam menerima hadiah yang ia berikan. Lalu matanya beralih menatap teh hangat itu.
Tere meminum teh hangat bekas Wiliam. Dan memakan biskuit yang sama sekali tidak dimakan olehnya. Ia menyalakan televisi besar yang berada di depannya. Malam ini, ia akan bersantai sebentar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya.
Pagi ini, Wiliam sudah siap dengan pakaian kerjanya. Ia terus melihat jam sejak lima belas menit yang lalu. Ia sedang menunggu Teresa, ia janji akan berangkat bersama hari ini. Tapi entah kenapa, menunggu seorang wanita ternyata malah menyita banyak waktunya.
Karena hari semakin siang, ia terpaksa masuk kedalam kamar Teresa. Ia membukanya begitu saja tanpa mengetuk pintu. Dan terlihatlah Tere yang sedang memoleskan lipstik merah di bibirnya.
“Pagi!!” Ucap Tere saat melihat Wiliam masuk ke kamarnya.
“Kenapa lama sekali” ucap Wiliam kesal.
“Maaf, aku akan segera selesai” ucap Tere dan mencoba memasangkan anting ke telinganya.
Teresa menyemprotkan sedikit parfume mahal yang ia beli kemarin. Lalu ia mengecek kembali penampilannya di depan cermin. Ia memilih tas mahal yang berjejer di lemari kacanya. Dan pilihannya jatuh di tas berwarna hitam yang berada di atas. Tere berusaha berjinjit untuk mengambil tas itu, tapi usahanya tidak membuahkan hasil karena ia tidak cukup tinggi.
Lalu dengan tiba-tiba Wiliam membantunya untuk mengambil tas berwarna hitam itu. Tere mundur beberapa langkah untuk memberikan tempat lebih luas untuk pria itu. Tere menggigit bibir bawahnya saat melihat tubuh tinggi yang terlihat sangat sempurna dengan pakaian kerja. Tere mengukur dari kejauhan lebar bahu milik calon suaminya itu.
“Wahh luar biasa” ucap Tere lirih, mengagumi ciptaan Tuhan di depannya.
“Bisakah aku memeluknya sebentar?” batin Tere.
Wiliam memberikan tas itu kepada Teresa. Dan pria itu langsung menarik ujung baju Teresa untuk membawanya keluar dari apartemen ini. Tere kesal melihat Wiliam yang seperti tidak ingin menyentuhnya.
“Dion dan supirku sudah menunggu dibawah. Kita sudah telat satu jam” ucap Wiliam.
“Benarkah? Astaga! Maafkan aku” ujar Tere merasa bersalah.
“Bagaimana kau akan menebus kesalahanmu sekarang?” Ucapnya.
“Aku bisa tidur denganmu malam ini” ucap Tere.
Dan ucapannya itu berhasil membuat Wiliam menghentikan langkahnya. Tere sedikit ketakutan, apakah ucapannya salah? Ia bisa melihat Wiliam yang mulai menatapnya tajam. Lalu mulai mendekatkan wajahnya.
“Aku tidak akan pernah menidurimu” ucapnya, dan pergi mendahului Teresa.
“Sayang sekali, pria tampan sepertinya tidak menyukai wanita” ucap Tere.
Tere sedikit berjalan cepat untuk menyusul langkah Wiliam. Dan mereka sampai di lantai dasar. Tere bisa melihat Dion yang sudah menunggu di depan mobil.
“Kenapa kau telat? Tidak biasanya” ucap Dion kepada Wiliam.
“Tanyakan saja kepada wanita itu” ucap Wiliam dan langsung masuk kedalam mobilnya.
Tere hanya tersenyum tipis kepada Dion untuk menyapanya. Ia menyusul Wiliam untuk masuk kedalam mobil. Dan akhirnya mereka melakukan perjalanan menuju ke hotel Nio one.
Tere terus memandang dirinya di depan cermin yang ia bawa. Ia mengecek kembali riasannya. Dan ia tersenyum melihat anting yang terpasang di telinganya.
“Wahh! Kau semakin cantik Teresa!” Ucap Dion sembari melihat ke belakang.
“Aku melakukan berbagai perawatan sekarang” ucap Tere sembari tersenyum.
“Oh ya? Kau menghabiskan banyak uang pastinya” ucap Dion sembari melirik kearah Wiliam.
Teresa hanya mengangguk untuk membalas ucapan Dion. Lalu matanya beralih menatap Wiliam yang fokus kepada iPad yang berada ditangannya.
Teresa tidak lagi tertarik dengan riasannya sekarang. Ia lebih tertarik dengan pria pekerja keras yang berada disampingnya ini. Banyak pikiran yang terlintas di kepalanya saat memandang seorang Wiliam.
Ia sadar, bahwa pria seperti ini lah yang patut dibanggakan. Di hidup pria itu, ia hanya bekerja dan mencari uang tanpa kenal lelah. Walaupun ia lahir dengan sendok emas, tapi Teresa merasa bahwa semua itu juga perlu usaha yang keras.
“Tere?” Ucap Wiliam menyadarkan lamunannya.
“Ah iya? Ada apa?” Ucap Teresa.
“Aku berkata, bahwa kita akan menikah seminggu lagi” ucapnya.
“Baiklah, Apa!! Seminggu lagi?” Ucap Teresa terkejut.
“Kau ingat Agnes? Bukannya dia kemarin mengukur tubuhmu? Saat itu juga, dia akan membuat gaun pernikahan untukmu” ucap Wiliam.
Teresa terdiam. Ia masih syok dengan semua ini. Ia merasa bahwa ini terlalu cepat. Dan tentang gaun pernikahan itu? Kenapa Agnes tidak memberitahunya saat itu?
“Apa ada keluargamu yang akan dihubungi?” Ucap Wiliam.
“Tidak ada” ucap Teresa singkat.
“Kau benar-benar hidup seorang diri di dunia ini Teresa?” Ujar Wiliam, Teresa menggeleng.
“Aku tidak sendiri, aku akan mempunyai seorang suami sebentar lagi” ucap Teresa sembari tersenyum kepada Wiliam.
Wiliam yang mendengar itu seketika terdiam. Ia mengalihkan pandanganya ke iPad miliknya. Ia tidak berniat menanggapi ucapan Teresa.
lanjutttttt
lanjutttttttt