Yaya_ gadis ceria dengan sejuta rahasia.
Ia selalu mengejar Gavin di sekolah,
tapi Gavin sangat dingin padanya.
Semua orang di sekolah mengenalnya sebagai gadis tidak tahu malu yang terus mengemis-ngemis cinta pada Gavin. Namun mereka tidak tahu kalau sebenarnya itu hanya topengnya untuk menutupi segala kepahitan dalam hidupnya.
Ketika dokter Laska memvonisnya kanker otak, semuanya memburuk.
Apakah Yaya akan terus bertahan hidup dengan semua masalah yang ia hadapi?
Bagaimana kalau Gavin ternyata
menyukainya juga tapi terlambat mengatakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Teriakan kencang Gavin berhasil membuat seorang dokter perempuan yang bertugas di UKS tersebut keluar. Dokter bernama Rinka itu keluar dari ruangannya. Matanya terbelalak melihat Gavin dan seorang siswi yang sedang digendongnya itu. Seluruh wajah gadis itu penuh noda darah, perban di kepalanya juga sudah basah dengan darah. Kemeja Gavin pun sudah kena. Astaga, apa yang terjadi?
Seusai instruksi dokter Rinka, Gavin menidurkan Yaya di ranjang UKS perlahan-lahan. Gadis itu masih menggigil tapi sudah tak sadarkan diri.
"Kenapa dengannya? Kok bisa luka begini?" tanya dokter Rinka yang sekarang tengah memeriksa keadaan Yaya.
Gavin duduk di tepi ranjang terus memperhatikan gadis yang sedang di obati itu. Pandangannya turun kebagian luka di kepala Yaya. Luka itu cukup dalam dan perlu dijahit kembali oleh dokter Rinka. Gavin tiba-tiba merasa penasaran. Apa yang terjadi pada gadis ini? Kenapa ia sampai terluka? Darimana luka itu? Apa yang Yaya lakukan sampai terluka parah seperti ini? Ahh, Gavin merasa bimbang. Dia berharap Yaya akan baik-baik saja.
Beberapa saat kemudian, Bintang dan Yasmin muncul dari balik pintu UKS. Mereka mendekati Gavin tapi pandangan mereka tak lepas dari Yaya yang terbaring tak sadarkan diri.
Dokter Rinka melirik sesaat kedua murid yang tiba-tiba muncul tersebut. Ia merasa sedikit terganggu dengan kehadiran mereka, meski begitu ia tidak bisa mengusir mereka dan tetap fokus pada pekerjaannya.
"Kamu Gavin kan?" tanya dokter Rinka melirik Gavin. Gavin mengangguk datar.
"Bersihkan wajahnya dengan tissue basah. Jangan sampai kena luka di kepalanya." perintah dokter itu lagi lalu berjalan ke arah mejanya, entah apa yang mau dia ambil.
Gavin masih tetap di tempatnya, menatap lurus ke Yaya. Gadis itu tidak menggigil lagi tapi wajahnya masih tertutupi darah. Tangannya meraih tissue basah di dekat situ, maju selangkah dan mulai membersihkan wajah Yaya perlahan. Ia amat sangat berhati-hati, takut kalau-kalau melukai gadis itu. Gavin tertegun melihat wajah yang dipenuhi darah tadi itu kini bersih.
Wajah gadis itu terlihat sangat pucat dalam tidurnya. Pria itu mendes@h pelan, ia juga berpikiran sama dengan Bintang dan Yasmin tadi, dirinya mengira Yaya hanya berakting seperti biasa untuk mencari perhatiannya. Tidak tahunya ternyata gadis itu benar-benar terluka. Sebenarnya apa yang membuat gadis ini terluka? Batinnya sekali lagi. Ia sungguh ingin tahu.
Gavin teringat semalam gadis itu menelponnya berkali-kali. Apa dia mau bilang kalau dia terluka? Atau mau minta tolong? Benarkah begitu? Kalau memang benar, pria itu tiba-tiba menyesali sikapnya yang terlalu cuek semalam.
"Permisi sebentar, saya harus perban lukanya."
suara dokter Rinka menyadarkan Gavin. Bintang dan Yasmin bergeser memberi ruang ke sih dokter, Gavin tetap disebelahnya mengamati proses pengobatan dokter Rinka. Ia menatap dokter itu setelah melihat sang dokter selesai dengan pekerjaannya. Ekspresinya jelas sekali seperti ingin tahu bagaimana keadaan Yaya.
Dokter Rinka menarik nafas panjang menatap tiga makhluk didepannya itu bergantian dan berhenti di Gavin.
"Lukanya terbuka dan darahnya banyak keluar karena itu ia tiba-tiba menggigil dan mengalami demam." jelas sang dokter dengan tangan terlipat didepan dada.
Bintang dan Gavin sama-sama menatap Yasmin yang kini menunduk. Ia merasa bersalah, kali ini ia sungguh-sungguh menyesali perbuatannya. Dalam hal ini, memang dia yang salah.
"Kenapa dia bisa terluka begitu? Harusnya dia istirahat dulu di rumah selama beberapa hari ini, sampai keadaannya benar-benar pulih." tanya dokter Rinka sekaligus memberi pendapat.
"Kami pikir dia bercanda dok." ujar Bintang tersenyum kikuk.
Dokter Rinka langsung melemparkan tatapan tajamnya. Bercanda? Yang benar saja, luka serius begini dianggap bercanda? Astaga, ia tidak mengerti pikiran anak-anak muda jaman sekarang.
"Kalian keluar dulu, biarkan dia istirahat. Gadis ini demam, saya akan meminta wali kelas kalian menghubungi keluarganya dan membawanya pulang." kata dokter itu lagi.
Gavin menatap Yaya lama. Ia tidak tahu kenapa tapi hatinya seperti tidak mau pergi dari situ. Ia ingin melihat gadis itu membuka matanya. Ingin tahu bagaimana gadis itu terluka dan siapa yang melukainya. Pria itu mengusap wajahnya kesal. Astaga, apa yang salah dengannya? Tidak, tidak. Ia mencoba menyadarkan dirinya sendiri supaya tidak terpengaruh dengan ketidakberdayaan gadis itu. Tapi kenapa dirinya masih merasa gelisah?
"Kapan kalian akan keluar? Sudah kubilangkan teman kalian ini perlu istirahat. Jangan mengganggunya dulu."
Dokter Rinka tidak habis pikir. Kenapa tiga murid didepannya ini terus menatap Yaya. Mereka juga sepertinya tidak ada tanda-tanda mau keluar dari situ jadi dia memutuskan untuk memberi ancaman.
"Kalian ingin wali kelas kalian yang menyeret kalian keluar dari sini?" ancam dokter Rinka. Nadanya agak tinggi.
Gavin akhirnya berbalik memutuskan pergi. Bukan karena takut dengan ancaman dokter Rinka, hanya saja ia mencoba untuk tidak peduli. Saat ini ia lebih takut pada perasaannya sendiri. Yang penting sekarang, Yaya sudah ditangani oleh dokter. Pasti akan baik-baik saja. Keluarganya juga akan datang sebentar lagi. Ia tidak perlu khawatir.
Sementara itu di kelas, Clara tidak berhenti merasa heran kenapa Yasmin peduli sekali sama Yaya. Kan mereka sama-sama tidak suka pada gadis itu. Tapi tadi dia lihat Yasmin ikut-ikutan panik dan menyusul keluar melihat keadaan Yaya. Clara jadi sebal pada teman sebangkunya itu.
"Yas, kok lo ikut-ikutan ngeliatin keadaannya sih cewek belagu itu sih?" sembur Clara ingin tahu. Biar saja tuh cewek, lagian udah ada Gavin dan Bintang juga yang ikut ke UKS.
Yasmin sama sekali tak menghiraukan perkataan Clara, ia malah duduk lemas dibangkunya. Ia masih merasa bersalah. Ia ingat jelas bagaimana dirinya mendorong keras kepala Yaya dan menekan lukanya tadi. Gadis itu menunduk tak menghiraukan pertanyaan Clara. Otaknya terus berdoa supaya Yaya tidak kenapa-napa. Ia tidak mau keadaan Yaya lebih serius akibat ulahnya.
Dibangkunya, Bintang dan Gavin sama-sama membisu. Bintang masih sibuk merasa tidak enak karena tidak percaya pada Yaya dan menuduhnya hanya berakting. Sedang Gavin, pria itu berusaha keras menghilangkan gadis itu dari benaknya. Semenjak Yaya memenuhi otaknya, pikirannya selalu gelisah. Pokoknya ia harus menyingkirkan pikiran tentang gadis itu.