WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 Ungkapan Hati Sang Bos
"Sekarang kamu tidak bisa menghindar lagi, Mas. Kamu harus segera menikahi aku," desak Mira membuat Bima tidak bisa berkutik. Dia terdiam dalam kehampaan setelah dengan nyata Sauza sudah menceraikannya.
Pada akhirnya Bima dengan terpaksa menikahi Mira yang sudah mengandung anaknya. Bagaimanapun yang dia lihat adalah perut Mira yang makin membesar.
Namun, nasib sial justru menimpa Bima dan Mira dihari pertama pernikahannya. Pak Kavi, papanya Bima mengetahui pernikahan Bima dan Mira. Untuk itu Pak Kavi begitu berang. Lantas ia mendatangi kediaman Bima dan mengusir Bima juga Mira dari rumah itu.
"Jangan tempati rumah ini, karena rumah ini milik Sauza menantuku yang kamu sia-siakan. Rumah ini ada karena atas pernikahan kamu dan Sauza. Jadi, selain Sauza, tidak boleh ada wanita lain yang menempati rumah ini," tegas Pak Kavi mengusir Bima dan Mira.
Mira terbelalak tidak percaya saat mertua barunya dengan tega mengusir dirinya yang sedang hamil.
"Papa, aku sedang hamil cucu papa, aku mohon jangan usir kami. Lagipula aku sudah menjadi istri dari anak papa, sudah sepatutnya aku tinggal di sini juga," sergah Mira tidak terima.
"Kamu tidak punya hak tinggal di sini, jadi saya mohon kalian segera angkat kaki dari rumah ini. Rumah ini hak penuh Sauza. Ayolah angkat kaki, Bima. Kamu mampu berkhianat pada Sauza, itu artinya kamu masih mampu membelikan rumah untuk dia. Bagaimanapun rumah ini hadiah pernikahan kamu dan Sauza, bukan hadiah pernikahan kamu dan wanita ular ini," umpat Pak Kavi keras seraya memasuki rumah yang dulu ditempati Bima dan Sauza.
"Papa, aku mohon, jangan, Pah," mohon Bima sembari mengatupkan kedua tangannya di depan papanya.
"Apa perlu aku bantu untuk mengeluarkan barang-barangmu?" tatap Pak Kavi tajam. Bima akhirnya mengalah, dia berjalan menuju kamarnya untuk mengeluarkan barang-barang miliknya yang penting dan baju beberapa potong.
"Mas, lalu kita mau tinggal di mana setelah ini? Kamu mau membuat aku dan bayiku hidup terlunta-lunta bagai gembel?" rengek Mira kecewa. Bima tidak berkata apa-apa lagi selain segera mengemasi barang-barangnya, dan keluar dari rumah itu.
"Cepat keluar, jangan banyak bicara!" sentak Pak Kavi tidak sabar. Kemarahannya benar-benar tidak terbendung lagi, dia merasa kecewa dengan sikap Bima yang sudah menyakiti Sauza, menantu kesayangannya.
"Kalau tidak ada orang tua Sauza yang berkorban, kita kemungkinan besar sudah jadi mayat waktu itu. Dasar manusia tidak tahu terimakasih," rutuk Pak Kavi benar-benar kecewa.
Bima tidak membalas. Wajahnya terlihat muram dan merasa bersalah. Jika ingat kejadian di mana musibah beberapa tahun lalu itu terjadi, ia menyadari betapa besar pengorbanan orang tua Sauza, dan Sauza kini sebatang kara setelah kedua orang tuanya pergi untuk selamanya karena telah menyelamatkan mobil kedua orang tuanya supaya tidak masuk jurang.
Bima melangkahkan kaki sembari menarik kopernya menuruni tangga, diikuti Mira yang merengut, setelah berhasil mengemasi barang-barang penting dan sebagian bajunya.
Mobil Bima segera melaju meninggalkan rumah yang kurang lebih tiga tahun ini menyimpan banyak kenangan indah bersama Sauza.
Beberapa kali mobil yang dikendarai Bima hampir oleng dan meresahkan pengendara yang lain. Beberapa mobil sempat membunyikan klakson tanda kesal.
"Mas, jangan melamun dan melakukan kesalahan. Lihatlah, pengendara lain marah dan merutuk," beritahu Mira kesal. Bima tersentak dan segera sadar. Kepergian Sauza dan perceraiannya telah benar-benar membuat Bima gila.
Bima mengusap wajahnya kasar, dia berusaha mengusir perasaan galau yang kini melanda dirinya.
"Kita sekarang mau ke mana, Mas?" Dari tadi Mira belum berhenti bicara, membuat Bima sakit kepala dan kesal. Harusnya dalam keadaan seperti ini, Mira cukup duduk diam dulu dan tenang.
"Kita akan menyewa apartemen untuk sementara."
"Tapi, apartemennya yang bagus dan mewah. Aku tidak mau tinggal di tempat yang kecil atau kumuh," tuntutnya. Bima tidak merespon. Baru saja dinikahi secara resmi, tingkah laku Mira sudah membuatnya jengkel.
Mobil Bima tiba di sebuah apartemen biasa. Ia segera turun, begitu juga Mira. Sejak turun dari mobil, mata Mira terus mengamati sekitar apartemen. Lalu saat akan menaiki lift, matanya juga tidak berhenti bergulir.
Tiba di depan salah satu unit, Bima berhenti dan mencoba menggesekkan sebuah kunci yang mirip dengan kartu ATM. Pintu unit itu pun terbuka lebar. Bima masuk duluan sembari meletakkan kopernya.
"Tidak salah, Mas, apartemen sejelek dan bau seperti ini?" protes Mira dengan raut jijik.
"Sudahlah, kamu jangan banyak protes dulu. Masalah kotor atau bau, nanti bisa kita bersihkan bersama. Sekarang aku sangat lelah, aku ingin istirahat dulu sebentar saja." Bima memohon karena pada kenyataannya dia sangat lelah. Lelah fisik sekaligus pikiran.
"Istrinya mau bicara sedikit saja, kamu malah enak-enakkan pengen tidur," gerutu Mira kecewa. Bima tidak merespon lagi perkataan Mira, ia sudah melayang ke alam mimpi saking lelahnya.
"Huhh, dasar Mas Bima, tahu begini nyesel aku ngejar dia sampai aku goda dan jatuh ke dalam pelukan. Mana perusahaannya kini diambil alih papanya. Kalau hanya seorang staff biasa di kantor papanya, untuk apa aku kejar? Bisa gengsi aku jika ketemu teman-teman sosialitaku jika mereka tahu kalau suamiku hanya seorang staff biasa di kantor Kavilen Grup," dumel Mira menyesal.
***
Berbeda di tempat lain, Sauza yang kini sudah menyandang status janda atas bantuan Pak Kendra dan salah seorang Pengacara terkenal negeri ini, merasa beban hidupnya semakin ringan setelah menyandang status janda. Meskipun diawal sempat merasa sedih, tapi dengan hati yang bulat ia memutuskan mengambil keputusan yang menurutnya sudah tepat.
Semakin hari perasaan cinta yang Suaza rasakan terhadap Bima semakin pupus. Sauza kini mulai menata kehidupan barunya dengan bekerja penuh semangat. Hal ini sangat disukai sang Bos, yakni Pak Kendra Kafeela.
Lelaki 50 tahun itu semakin berjiwa muda saja ketika ia menghampiri meja kerja Sauza. Senyumnya selalu merekah saat dia berbicara dengan Sauza.
Sauza tidak bisa menghindar ketika bosnya itu selalu datang ke ruangannya.
"Bagaimana perasaanmu setelah menyandang status baru, Za?" Pertanyaan itu terlontar begitu santai dan terdengar akrab. Sauza merasa sedikit canggung, terlebih di hadapannya adalah bosnya. Tapi lelaki di hadapannya ini justru menganggap Sauza tidak seperti karyawan di restorannya.
"Saya merasa lebih ringan dan santai, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas bantuan Bapak dan Pak Saka selaku Pengacara yang membantu saya. Saya tidak tahu harus dengan apa saya membalas kebaikan Bapak. Yang saya bisa hanyalah berterimakasih dan mendoakan semoga Bapak dan Pak Saka selalu sehat dan sukses," ujar Sauza.
Pak Kendra hanya menatap lekat sejak Sauza berbicara. Matanya tidak berkedip sama sekali.
"Saya tidak perlu dibalas dengan apa-apa. Tapi, saya ingin jujur sama kamu. Sejak kedatangan kamu ke restoran saya, saya merasa suka terhadap kamu," lontar Pak Kendra entah sadar atau tidak. Tapi semua yang diucapkannya barusan sungguh-sungguh mengejutkan Sauza.
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.