“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
“Lo bilang, Shelina ‘kan sakit, Bro. Kok itu dia udah ngampus sih? Lo nggak larang dia supaya jangan masuk dulu?”
Satria bertanya pada Argantara yang saat ini menikmati pasta dan juga milkshake dalam diam. Tapi Satria sekali mendapati Argantara melirik ke arah Shelina yang sedang menikmati makan siang di kantin bersama dua orang temannya.
Satria menebak, Argantara mungkin penasaran kenapa Shelina sudah ada di kampus tapi Argantara mungkin gengsi mau bertanya langsung. Satria juga sengaja memancing Argantara supaya beranjak menghampiri Shelina dan bertanya langsung pada Shelina.
“Nggak ada niat samperin?” Tanya Denis yang dibalas dengan gelengan kepala dari Argantara.
“Nggak usah, kalau dia udah ngampus berarti dia udah sehat,”
“Coba gue samperin ah,”
Karena Argantara tidak menghampiri, tapi nampaknya penasaran, akhirnya Denis berinisiatif untuk menghampiri Shelina.
“Ngapain sih?“
Argantara ketus bertanya pada Denis yang akan beranjak. Denis menggaruk pelipisnya bingung.
“Emang kenapa sih? Suka-suka gue lah,”
“Lo mau pedekate sama Shelina ya?” Tanya Ardan pada Denis.
“Nggak lah, anjir. Takutnya temen gue gila gara-gara gue deketin tunangannya. Udah dikhianati sama pacar yang dulu jadi mantan, eh masa gue deketin tunangannya. Itu mah udah pasti bakalan stres,”
“Lo nyindir gue? Hah?”
“Nggak, anjir. Gue nyindir teman gue,”
“Ya teman lo yang tunangan sama Shelina ‘kan gue, emang siapa lagi? Emang tunangan Shelina ada yang selain gue?”
“Wuidih, tegas amat itu ngomongnya,” ejek Denis setelah Argantara menegaskan statusnya bahwa Ia satu-satunya tunangan Shelina, tidak ada yang lain. Jadi kalau ada yang membicarakan tunangan Shelina, menyindir bahkan, berarti itu ditujukan untuknya. Karena tidak ada lagi tunangan Shelina selain dirinya.
“Aciee mulai pocecip,”
“Apaan sih? Siapa yang mulai posesif? ‘Kan gue ngomong kenyataan,”
“Udah ah, gue mau nyamperin Shelina,”
Denis benar-benar beranjak meninggalkan kursi kantin yang Ia duduki. Argantara geleng-geleng kepala melihat temannya yang menghampiri Shelina dengan rasa percaya dirinya.
“Lo nggak cemburu apa?”
“Nggak, ngapain gue cemburu?”
“Lo belum cinta sama Shelina?”
“Belum lah, emang segampang itu,”
“Tapi udah lupa sama Alya?”
“Ya ini gue lagi belajar,”
Satria dan Ardan saling menatap satu sama lain kemudian tersenyum. Mereka senang mendnegar ucapan Argantara yang ternyata sedang belajar untuk melupakan mantan kekasihnya yang sudah melukai hatinya.
“Udah nerima Shelina belum?”
“Nggak tau lah. Banyak nanya lo ah,”
Satria hampir saja tersedak karena ucapannya malah dijawab ketus oleh Argantara yang wajahnya tidak bersahabat lagi.
“Udah-udah, jangan nanyain orang yang lagi cemburu, Bro. Takutnya nanti dia kebakaran,”
“Diem lo, Dan! Banyak omong banget. Siapa yang cemburu?”
“Ya lo lah, siapa lagi?”
“Gue nggak cemburu, emang siapa coba yang gue cemburuin?”
“Ya si Denis sama Shelina lah,”
“Nggak, anjir. Jangan sok tau!“
Satria dan Ardan mengangguk, pura-pura mengiyakan. Mereka menebak ada yang tidak suka melihat Denis menghampiri Shelina, dan itu adalah Argantara.
“Hai, Shel,”
Shelina dan dua orang temannya, Lifa dan Tita menoleh ketika ada yang menghampiri mereka, yaitu Denis.
Lelaki itu langsung duduk dan tersenyum menatap ketiganya. “Boleh ‘kan duduk di sini?”
“Boleh kok, silahkan,” jawab Shelina dnegan senyum ramahnya.
“Iya ini ‘kan tempat umum, santai aja, Den,”
“Thanks, oh iya Shel, lo bukannya lagi sakit ya?”
“Kok kamu tau? Darimana taunya?”
“Ada lah, dari seseorang,”
“Dari siapa? Arga ya?“
Denis terkekeh dan menganggukkan kepalanya membenarkan tebakan Tita. Shelina tidak mengira kalau Argantara lah yang memberitahu Denis tentang Shelina yang sempat sakit.
“Kok kamu ngampus? Emang keadaan kamu udah mendingan?”
“Syukurnya udah, Den,”
“Wah, senang dengarnya. Ini gue ke sini wakilin temen gue aja sih,”
“Hmm? Maksudnya?”
Denis terkekeh dan menggelengkan kepalanya. Ia sudah tahu keadaan Shelina, sekarang waktunya Ia kembali bersama ketiga temannya dan Ia melaporkan keadaan Shelina pada Argantara. Ia ingin tahu reaksi Argantara nanti. Kalau dia lega berarti memang sebenarnya Argantara benar-benar penasaran dengan keadaan Shelina. Tapi kalau reaksi Argantara biasa saja, artinya Argantara tidak berharap tahu apapun.
“Eh bro, Shelina udah mendingan makanya dia ngampus,”
“Ya terus?”
“Lo penasaran ‘kan?”
“Biasa aja sih, gue ‘kan udah bilang semalam sama dia kalau keadaannya belum mendingan ya nggak usah kuliah. Nah sekarang dia kuliah berarti dia udah sehat,”
Denis mendengus karena reaksi Argantara hanya seperti itu. Susah untuk ditebak. Mungkin perlu cara lain supaya Argantara terpancing.
.