Andrian, seorang pria sukses dengan karir cemerlang, telah menikah selama tujuh tahun dengan seorang wanita yang penuh pengertian namun kurang menarik baginya. Kehidupan pernikahannya terasa monoton dan hambar, hingga kehadiran Karina, sekretaris barunya, membangkitkan kembali api gairah dalam dirinya.
Karina, wanita cantik dengan kecerdasan tajam dan aura menggoda yang tak terbantahkan, langsung memikat perhatian Andrian. Setiap pertemuan mereka di kantor terasa seperti sebuah permainan yang mengasyikkan. Tatapan mata mereka yang bertemu, sentuhan tangan yang tak disengaja, dan godaan halus yang tersirat dalam setiap perkataan mereka perlahan-lahan membangun api cinta yang terlarang.
Andrian terjebak dalam dilema. Di satu sisi, dia masih mencintai istrinya dan menyadari bahwa perselingkuhan adalah kesalahan besar. Di sisi lain, dia terpesona oleh Karina dan merasakan hasrat yang tidak terkonfirmasi untuk memiliki wanita itu. Perasaan bersalah dan keinginan yang saling bertentangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sorekelabu [A], isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Bab 10: perasaan curiga terus mengganggu
Pagi itu, sinar matahari menyelinap lembut melalui tirai jendela di kamar Andrian. Ia terbangun dengan perasaan yang sulit dijelaskan, sebuah kebahagiaan yang begitu mendalam dan hangat. Ya, semalam adalah malam yang tidak akan pernah ia lupakan—malam ketika ia dan Kirana, sekretarisnya yang selalu menggoda, akhirnya memutuskan untuk saling berbagi cinta secara fisik.
Dengan senyum lebar di wajahnya, Andrian menggeliat di tempat tidurnya. Kenangan indah semalam masih segar dalam ingatan—senyuman Kirana yang menggoda, sentuhan lembut tangannya, dan saat-saat intim yang membuat jantungnya berdetak kencang. Dia tahu ini bukan sekadar hubungan seksual, melainkan sebuah kedekatan emosional yang telah lama terpendam antara mereka.
Andrian membuka jendela untuk membiarkan udara segar pagi masuk. Aroma kopi menggoda menyebar dari dapur, dan ia merasakan urgensi untuk segera bertemu Kirana. Ia mengenakan pakaian kantor, lalu berjalan cepat menuju mobil.
Kirana sudah ada di kantor, berpakaian rapi dengan blus putih yang menonjolkan bentuk tubuhnya. Dia sedang menyeduh kopi dan tampak sangat cantik meski tanpa riasan berlebihan. Ketika Andrian masuk, matanya berbinar, dan senyumnya merekah.
"Selamat pagi, Pak. Mau kopi?" tanya Kirana dengan nada ceria, seolah tidak ada yang terjadi semalam.
Andrian merasakan dadanya berdegup kencang. "Selamat pagi. Tentu saja, aku sangat butuh kopi untuk memulai hari ini."
Kirana menyajikan secangkir kopi, lalu duduk di sebelah Andrian. Mereka berbincang-bincang ringan, namun ada ketegangan yang menyelimuti suasana. Andrian tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingat momen-momen indah yang mereka alami semalam.
"Bagaimana rasanya semalam?" Andrian bertanya dengan nada menggoda, sambil tersenyum nakal.
Kirana tertawa kecil, wajahnya merona. "Sangat… berkesan. Tapi kita harus berhati-hati, Pak. Ini bisa menjadi rumor jika tidak dijaga."
Andrian mengangguk, tapi hatinya menolak untuk dipisahkan dari Kirana. "Aku paham. Tapi aku tidak bisa menahan perasaanku. Aku ingin selalu dekat denganmu."
Kirana terdiam sejenak, matanya menemukan tatapan Andrian yang penuh harapan. "Aku juga merasakan hal yang sama. Namun kita harus memastikan bahwa kita bisa menjalani ini dengan bijak."
Mereka menghabiskan sarapan dengan obrolan yang semakin akrab. Andrian merasa semakin dekat dengan Kirana, dan ia tidak ingin perasaan itu hilang. Setelah sarapan, Andrian mengajak Kirana ke depan jendela untuk menikmati suasana pagi yang cerah.
Mereka berdiri berdampingan, memandangi taman di bawah. Angin pagi berhembus lembut, membawa wangi bunga yang merekah. Andrian tidak bisa menahan diri dan menggenggam tangan Kirana.
"Kirana, aku ingin kita menjalani hubungan ini lebih lama."
Kirana menatapnya dengan serius, namun senyum lembut tetap mengembang di wajahnya. "Andrian, aku sudah siap. Tapi ingat, kita harus bisa menjaga rahasia ini dari semua orang."
Andrian mengangguk, merasa lega. "Aku akan melakukan yang terbaik. Kita bisa mulai pelan-pelan."
Mereka saling tersenyum, dan Andrian merasakan betapa bahagianya ia memiliki Kirana di sisinya. Pagi itu menjadi awal baru bagi mereka—sebuah hubungan yang penuh dengan cinta, gairah, dan tantangan.
Hari itu mereka kembali memulai kerja dengan semangat baru. Andrian merasa seolah seluruh dunia terbuka lebar untuknya, dengan Kirana sebagai pendamping di sisinya. Dan di balik semua itu, ia bertekad untuk menjaga cinta mereka dengan penuh tanggung jawab, melewati setiap rintangan yang mungkin menghadang di depan.
***
Di pagi hari, Melinda merasa ada yang berbeda. Sejak akhir-akhir ini, suaminya, Andrian, tampak lebih sibuk dari biasanya. Teleponnya sering berbunyi di tengah malam, dan ketika ia pulang kerja, ada kalanya Andrian membuat alasan untuk lembur. Melinda mencoba untuk bersikap pengertian, tetapi perasaan curiga terus mengganggu pikirannya.
Kejengkelan dan rasa ingin tahu puncaknya pada pagi yang cerah ini. Dengan mengenakan blazer berwarna navy dan skirt yang terlihat profesional, Melinda memutuskan untuk mengunjungi kantor Andrian tanpa memberi tahu suaminya. Ada sesuatu yang mendesak di dalam hatinya, dan ia merasa perlu untuk menemukan kebenaran, sekalipun itu menyakitkan.
Setibanya di lobi gedung perkantoran Andrian, ia disambut dengan suasana modern dan sibuk. Melinda menyapa kepada resepsionis, yang terlihat sedikit terkejut melihat kehadirannya.
"Saya ingin bertemu dengan Pak Andrian, tapi jangan memberi tahu dia." ucap Melinda sambil tersenyum, di balas anggukan oleh resepsionis.
Setelah beberapa menit, ia diizinkan masuk, dan menyusuri lorong panjang yang diapit oleh deretan kantor yang tertutup kaca. Ia merasakan jantungnya berdegup kencang saat mendekati ruang kerja Andrian. Di depan pintu, ia melihat nama Andrian tertera jelas di papan nama, dan di sampingnya, ada nama besar lainnya, Kirana.
Melinda berhenti sejenak. Kirana. Sekretaris baru yang dipekerjakan Andrian beberapa bulan lalu. Sejak saat itu, Melinda selalu mendengar namanya berkali-kali dalam obrolan santai suaminya. "Dia sangat pintar dan cepat." Puji Andrian suatu ketika. Namun, bagi Melinda, semua pujian tersebut terasa seperti duri yang tertanam di hatinya.
Dengan penuh rasa penasaran dan sedikit ragu, Melinda mengetuk pintu. "Masuk," suara Andrian terdengar dari dalam, tajam namun ramah. Melinda membuka pintu dan melangkah masuk, hanya untuk menemukan Andrian sedang berdiri di depan meja dengan Kirana di sampingnya.
Saat Melinda memasuki ruangan, suasana seketika berubah. Kirana yang awalnya tersenyum ceria, kini tampak terkejut dan canggung. Andrian, di sisi lain, langsung beranjak mendekatinya dengan wajah gelisah.
"Melinda! Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Andrian, mencoba tersenyum meski tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran di wajahnya.
Sebelum Melinda bisa menjawab, Kirana bergerak maju dengan senyuman yang supel, "Halo, Ibu Melinda! Senang bertemu dengan Anda. Pak Andrian baru saja menjelaskan beberapa proyek baru kepada saya." Suara Kirana mengalun manis, namun Melinda bisa mendengar nada yang lebih dalam, seolah ada yang tak beres.
Melinda mencuri pandang ke arah meja kerja, dan matanya menangkap sekilas foto mereka berdua yang tersimpan di sana, bersama catatan-catatan yang tampaknya penting. Melinda merasa terbelah antara rasa marah dan rasa ingin tahu.
"Saya hanya ingin memberi kejutan untuk mu, Mas," Melinda menjawab dengan dingin, berusaha menjaga ketenangan meski dalam hatinya gulungan emosi berkecamuk.
"Ternyata saya malah menemukan dua orang yang lagi sibuk bekerja."
Andrian berusaha menarik Melinda menjauh dari Kirana. "Melinda, ayo kita bicara sebentar di luar," katanya, suara tegas namun lembut. Melinda mengangguk, menyadari momen itu adalah momen penting untuk memahami sepenuhnya apa yang terjadi.
Ketika mereka keluar dari ruangan, Melinda bisa merasakan tatapan Kiraan di belakang mereka, seolah merasakan kepuasan.
Di luar, Andrian menatap Melinda dengan serius. "Melinda, aku bisa menjelaskan—"
"Kamu tidak perlu menjelaskan apa pun, Mas. Aku hanya ingin tau apakah ada sesuatu yang lebih dari sekadar rekan kerja antara kamu dan Kirana," potong Melinda, suara di dalam hatinya menggema.
"Kamu tau bagaimana aku merasa ketika kamu menghabiskan waktu lebih banyak di sini."
Andrian terdiam sejenak, wajahnya terlihat bingung dan kehilangan kata-kata. Dalam hatinya, ia merasakan beban berat dari kebohongan yang terpaksa ia bawa. Keduanya kini berdiri dalam keheningan, dikelilingi kesibukan kantor yang tidak mereka hiraukan.
"Aku akan menjelaskan semuanya," kata Andrian akhirnya. "Tapi sebelum itu, aku butuh kamu untuk mendengarkan…"
Melinda menghela napas dalam-dalam, siap untuk mendengarkan kebenaran yang bisa jadi mengubah segalanya. Di balik dinding kaca ruangan tersebut, banyak rahasia yang belum terungkap, dan kini semua itu bergantung pada keberanian Andrian untuk menghadapi apa yang telah terjadi.
Momen itu mungkin adalah awal dari segalanya, atau justru akhir dari sesuatu yang pernah mereka anggap kuat. Namun satu hal yang pasti, Melinda tidak akan mundur tanpa mendapatkan kebenaran.
heheheh mF cmn sekedar.....
asli sakit aku baca nya nasib melindaaa
dn Adrian buta