Wanita Janda Istri Sang Dokter

Amira menoleh ke belakang, tangannya tertahan dengan sebuah cengkeraman kuat saat ia akan menampar Saras. Pergelangan tangannya perlahan mulai terasa sakit. "Lepaskan tanganku!" bentaknya lantang.

"Sampai kapan Mama akan bersikap kasar seperti ini!" Fahmi tidak kalah lantangnya. Ia sudah amat sabar membiarkan Saras terus direndahkan, dan mulai detik ini ia yang akan menjadi tameng perlindungan bagi istri pertamanya itu.

"Aku tidak sudi menerima dia menjadi bagian dari keluarga kita. Ceraikan dia sekarang juga jika kamu tidak takut menyesal !" Amira menunjuk Saras dengan sorotan mata kebencian.

"Dia sekarang adalah tanggung jawabku. Jika Mama membenci Saras itu artinya Mama juga membenciku. Hanya karena perbedaan kasta, Mama sampai begitu membencinya. Ingat Ma, profesi, jabatan dan harta tidaklah selamanya kekal abadi. Jangan menjadikan kekayaan itu sebagai patokan untuk kebahagiaan. Biarkan aku menjalani kehidupanku seperti apa adanya sekarang." Fahmi melepaskan tangannya lalu menarik tangan Saras pergi menjauhi Amira.

Amira mengumpat. "Dasar wanita liar rendahan ! Aku bersumpah akan memisahkan kamu dari anakku ! Fahmi hanya boleh menjadi suaminya Sesil !"

Teriakan Amira tidak begitu dihiraukan.

Saras ditarik tangannya. Saras ragu untuk mengatakannya, tapi sebagai seorang istri ia harus mengingatkan jika apa yang dilakukan oleh suaminya itu tidak lah benar.

"Mas Fahmi tidak perlu membelaku seperti tadi. Bagaimana pun nyonya Amira adalah seorang ibu yang harus kamu hormati." ujar Saras yang membuat Fahmi menghentikan langkahnya lalu melepas tangan Saras dengan sedikit tarikan.

"Apa kamu bilang ?" Fahmi menyipitkan kedua matanya hingga tampak dahinya berkerut. Seketika tatapan mereka beradu. Bola mata yang indah menyihir Fahmi tak berkedip. Saras sungguh berbeda, tampil sangat elegan dari biasanya. Kemudian Fahmi terkesiap.

" Lalu bagaimana dengan dirimu, selalu saja lebih mengutamakan perasaan orang lain ketimbang perasaan kamu sendiri. Aku harus diam saja, begitu ? Bagaimana nanti pertanggung jawabanku dihadapan Tuhan, membiarkan istrinya dihina sementara aku diam saja. " sahut Fahmi kesal lantaran Saras tak menghargai jerih payahnya membela dia.

"Aku hanya tidak mau Tuhan marah karena kamu durhaka pada ibumu. " ujar Saras mengingatkan.

Saras memang tak tegaan. Hal semacam tadi yang dilakukan Amira sudah kerap kali ia alami semenjak menjadi istrinya Joni. Jadi, sebuah tamparan bukanlah apa - apa baginya.

"Tuhan tidak tidur, Dia tahu siapa yang salah. Aku rasa tadi bukan lah termasuk tindakan yang durhaka melainkan sebuah penegasan."

Belum kelar pembicaraan mereka, Sesil datang. Ia tak suka melihat Fahmi berdekatan dengan istri tuanya. "Hari sudah siang, aku capek ingin istirahat." ujarnya datar seraya menatap Saras. Saras tadi belum sempat mengucapkan selamat pada kedua pasangan pengantin. Dan saat Saras menyodorkan kedua tangganya hendak menyalami dengan cepat Sesil membalikkan tubuh mengapit lengan Fahmi. "Ayo kita pulang!" rengeknya manja dan diangguki oleh Fahmi.

Fahmi melangkah pergi tanpa berpamitan dulu pada istrinya. Saras menyesal, memang sebaiknya ia tidak datang hari ini.

Hendra mendekati Amira untuk menegurnya, "Ma, ini di tempat umum. Jagalah sikap mu untuk tidak membuat malu !"

Amira menyolot, "Janda itu Pa yang membuat malu!" pekik nya tak suka bahkan suaminya terlalu membelanya.

"Hus, jaga bicaramu, Ma. Wanita janda itu sudah menjadi istri anakmu. Bayangkan jika anak - anak perempuanmu menjadi janda, Mama mau seperti Saras yang memiliki mertua kejam sepertimu?"

"Untuk apa Papa bicara seperti itu. Tentu saja aku tidak mau."

"Untuk itu jaga sikap Mama, " Hendra menggiring Amira untuk segera pulang padahal Amira belum selesai untuk mempermalukan Saras yang sering ia sebut wanita liar itu.

Fahmi membawa Sesil pulang ke rumahnya yang satu mobil dengan Hendra dan Amira. Sedangkan Ambar dengan Saras.

Saras minta untuk diantar pulang ke rumah barunya saja. Sedangkan Ambar ingin meminta Saras agar tinggal bersama tapi Saras menolak dengan satu alasan, "Terima kasih sudah berlaku baik padaku. Tapi, maaf untuk tinggal serumah sepertinya aku belum bisa. Nyonya Amira sangat membenciku. Aku tidak mau beliau sakit dan kambuh lagi migrainnya. Aku tidak apa-apa, lagi pula rumahku tidak begitu jauh, aku bisa mampir kapan saja dan membawakan tumisan bunga pepaya untukmu." Lagi, Saras mendahulukan perasaan orang lain.

Ambar tidak bisa mendesak lalu menyerah, "Terserah kamu sajalah."

Fenny sebenarnya ingin ikutan pulang bersama orang tuanya, tapi suaminya melarangnya.

Sedangkan suami Ambar belum bisa pulang, mendadak proyek yang ia pegang sedang mengalami masalah dan harus segera diatasi.

...****************...

Fahmi membuat jadwal tinggal bersama dengan kedua istrinya. Dalam berpoligami ia harus bersikap adil dalam apa pun termasuk urusan ranjang.

Sesil menolak jadwal yang dibuat itu, karena diawal Fahmi sudah menyampaikan jika ia tidak mencintai Saras, lalu untuk apa masih tinggal bersama ? Bukankah itu terlalu berbahaya, bisa saja Saras akan menggunakan ilmu hitam untuk menjerat Fahmi hingga sulit berpaling darinya. Pikiran Sesil sangat kolot.

Fahmi tetap pada keputusannya. Tiga setengah hari pertama ia akan tinggal bersama Sesil dan tiga setengah hari berikutnya ia akan ke tempat Saras.

Sekeras apa pun Sesil menolak tetap saja Fahmi yang menang. Sesil memilih mengalah dan menyusun rencana untuk mendepak Saras dari status istri menjadi janda lagi.

Dan malam pun tiba. Fahmi telah mendapatkan kesucian Sesil dan mereka melakukan hubungan itu lantaran suka sama suka.

Ia menatap Sesil yang sudah pulas lelah melayani dirinya. Kemudian ia menerawang jauh ke langit - langit kamarnya. Memikirkan Saras. Segelintir rasa itu membuatnya sulit tidur. Lalu ia bangkit menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia pikir setelah itu langsung bisa tidur, nyatanya kini malam yang semakin larut tetap betah membuatnya terjaga.

Ia menatap punggung tangannya yang selalu sering dikecup Saras yang meninggalkan rasa dan lagi, ia tidak tahu itu apa.

Mungkinkah benih cinta tumbuh di hati kecilnya, sepertinya itu bukan rasa cinta melainkan rasa yang condong ke arah kasihan.

Sementara Saras tidur sambil memeluk Bagas. Seminggu bersama Fahmi membuatnya merasa nyaman dan tidak ingin melepasnya pergi.

Buliran air matanya pun jatuh hingga mengenai wajah Bagas. Bagas mengintip untuk melihat apa yang terjadi, rupanya bundanya menangis.

Saras tidak boleh egois. Fahmi juga milik Sesil. Malah madunya itu yang paling berhak atas suaminya karena mereka saling mencintai. Sementara dirinya apa ? Ia hanya seorang wanita janda yang menjadi istri seorang dokter.

Fahmi terlalu sempurna untuk melengkapi kehidupannya.

Saras ingin menyerah tapi, hati kecilnya menasehati.

Jika kamu tak bisa mendapatkan hati maupun fisiknya, maka taatilah saja perintahnya sebagai bentuk balas budi atas kebaikannya menjadikan kamu seorang istri. Mengangkat derajatmu menjadi lebih berharga di matanya dengan gelar istri.