Karena sebuah wasiat, Raya harus belajar untuk menerima sosok baru dalam hidupnya. Dia sempat diabaikan, ditolak, hingga akhirnya dicintai. Sayangnya, cinta itu hadir bersama dengan sebuah pengkhianatan.
Siapakah orang yang berkhianat itu? dan apakah Raya akan tetap bertahan?
Simak kisah lengkapnya di novel ini ya, selamat membaca :)
Note: SEDANG DALAM TAHAP REVISI ya guys. Jadi mohon maaf nih kalau typo masih bertebaran. Tetap semangat membaca novel ini sampai selesai. Jangan lupa tinggalkan dukungan dan komentar positif kamu biar aku semakin semangat menulis, terima kasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandyakala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kondisi Raya
Tak terasa sudah lima bulan lebih Raya terbaring koma di rumah sakit dan selama itu pula keluarga Hadinata masih berusaha mencari tahu siapa pelaku tabrak lari itu?.
Meski sudah melihat rekaman cctv, tapi tidak banyak informasi yang bisa didapatkan, bahkan nomor polisi kendaraan yang terekam pun ternyata nomor palsu.
Sore ini, Ezra menyempatkan diri datang ke pemakaman keluarga. Entah untuk kali keberapa dia mengunjungi pusara bayinya yang tidak selamat akibat kecelakaan yang dialami Raya.
"Selamat sore, anakku sayang. Ayah datang lagi untuk mengunjungimu. Bagaimana kabarmu di sana, Nak? Tuhan pasti sangat menyayangimu ya. Ayah minta maaf belum bisa mengajak Bundamu datang ke sini. Bantu Ayah meminta pada Tuhan ya, agar Bunda cepat sadar dan sehat kembali", Ezra menatap sendu nisan di depannya.
"Maafkan Ayah ya, Nak. Ayah tidak bisa menjaga kamu dan Bundamu dengan baik. Andai Ayah ada, saat ini kamu pasti tumbuh sehat di rahim Bunda dan kami dengan sangat bahagia menunggu kelahiranmu", lanjut Ezra dengan mata berkabut.
Etah sampai kapan Ezra akan terus merasa bersalah dan tersiksa dengan keadaan ini. Mungkin inilah hukuman dari Tuhan karena dirinya sudah membohongi dan mengkhianati pernikahan yang selama ini dia jaga bersama Raya.
"Nak, Ayah pulang dulu ya. Ayah mau ke rumah sakit untuk menemani Bunda. Ayah janji, kalau Bunda sudah sehat, Ayah pasti akan membawanya ke sini. Ayah sayang kamu, Nak", Ezra mencium nisan anaknya lalu beranjak pergi.
Sebelum ke rumah sakit, Ezra terlebih dahulu mampir ke toko bunga. Kali ini dia kembali membeli satu buket mawar putih.
"Wah, Anda sangat romantis sekali, Tuan. Hampir setiap hari Anda membeli bunga ini di toko kami", ucap seorang lelaki paruh baya pemilik toko bunga itu.
Ya, semenjak Raya sakit, setiap dua hari sekali Ezra selalu membeli bunga ke toko itu sampai sang pemilik toko mengenalinya.
Ezra tersenyum tipis, "Bapak bisa saja. Semoga istri saya senang ya menerima ini".
"Pasti, Tuan. Setiap wanita pasti senang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang yang dicintainya", jawab Bapak pemilik toko lagi.
Setelah membayar buket bunga itu, Ezra berpamitan dan segera melajukan kembali mobilnya ke Rumah Sakit Matahari.
Dia turun dan bergegas menuju ruang VVIP yang menjadi ruang rawat untuk Raya.
"Akhirnya kamu datang, Zra", sambut Mama Laura yang sedari pagi sudah ada di sana.
Ezra tersenyum tipis, "Maaf ya, Ma hari ini aku membuat Mama lelah", Ezra mencium tangan Sang Mama.
"Tak apa, kamu pasti dari makam lagi ya?. Mama sama sekali tidak merasa lelah kok. Hanya saja hari ini ada sesuatu yang terjadi dengan istrimu".
"Iya, Ma. Ada sesuatu? apa itu, Ma? apa Raya anfal?", berondong Ezra. Dia segera mendekati istrinya yang masih terbaring di brankar dengan banyak peralatan medis menempel di tubuhnya.
Mama Laura menggelengkan kepala, "Tidak. Justru hari ini Mama melihat Raya menggerakkan jari tangannya. Sepanjang hari ini, sudah tiga kali Mama melihatnya dan sudah Mama laporkan juga pada Dokter Firman", terang Mama Laura.
"Benarkah? ya Tuhan, semoga ini pertanda baik", Ezra menatap wajah istrinya yang tampak tenang.
Mama Laura mengusap bahu putra semata wayangnya itu, "Semoga saja ya, Zra. Tadi kata Dokter Firman apa yang ditunjukkan Raya adalah perkembangan yang bagus. Harapan dia sembuh semakin besar".
Kedua mata Ezra berkaca-kaca. Dia benar-benar sangat menginginkan kesembuhan Raya.
"Sayang, aku yakin kamu pasti bisa mendengarku. Aku yakin kamu wanita yang kuat, aku di sini menunggu kamu kembali", ucap Ezra lembut dengan mengecup punggung tangan kanan Raya.
Mama Laura terharu melihat pemandangan itu. Dia bisa melihat kilatan cinta yang tulus dari kedua mata putranya. Mama Laura tidak menyangka jika Ezra bisa berubah sebaik ini dan bisa menerima Raya dalam hidupnya. Padahal dulu, saat ia diminta untuk menikah, Ezra bersikeras menolak hingga pernah pergi meninggalkan rumah karena tidak setuju dengan pernikahan itu.
"Ehm ...".
Ezra dan Mama Laura menoleh bersamaan. Rupanya itu suara Papa Hadi yang juga baru saja tiba di rumah sakit.
"Bagaimana kondisi Raya hari ini?", tanya Papa Hadi to the point.
"Kata Mama, hari ini Raya menggerakkan jari tangannya, Pa sampai tiga kali", jawab Ezra cepat.
"Syukurlah, Papa senang mendengarnya. Ezra, apa kamu tidak ingin membawa Raya berobat ke luar negeri?", tanya Papa Hadi.
Sebetulnya Sang Papa sudah beberapa kali menawarkan pengobatan dan perawatan terbaik untuk Raya di negara Y pada Ezra. Papa Hadi bahkan sempat menghubungi koleganya yang seorang dokter spesialis bedah dan syaraf di negara tersebut, tapi Ezra menolaknya. Dia tidak ingin Raya dibawa ke tempat di mana Sindy juga ada di sana.
"Ezra yakin Pa, pengobatan di rumah sakit ini juga tidak kalah bagus dengan rumah sakit di luar negeri" Ezra beralih menatap istrinya yang masih terbaring koma.
Papa Hadi menarik nafas dalam, dia sudah bisa menebak jawaban Ezra.
"Iya, Pa. Mama juga yakin kok di sini Raya akan mendapatkan pengobatan dan perawatan terbaik", imbuh Mama Laura.
"Ya Papa kan hanya menawarkan saja, Ma. Siapa tahu kalau di bawa ke luar negeri, proses penyembuhannya bisa lebih cepat. Tapi kalau Ezra yakin dengan perawatan di sini, Papa bisa apa", ucap Papa Hadi.
Suasana kamar VVIP itu sejenak hening, hanya ada suara peralatan medis yang menopang hidup Raya saja yang terdengar nyaring.
Keheningan itu pecah saat gawai Papa Hadi berbunyi. Lelaki paruh baya itu segera menerima panggilan masuk di gawainya.
"Ok. I try to re-arrange the schedule. I will inform to you soon", Papa Hadi tampak serius berbincang di telepon.
"Give me two days for prepare, agree?".
"Ok, thank you", Papa Hadi lalu mengakhiri teleponnya.
"Ada masalah, Pa?", Mama Laura yang sudah sangat hafal dengan ekspresi suaminya dengan cepat bertanya.
Papa Hadi menghela nafas dalam, "Kita harus segera kembali ke negara Y, Ma. Ada masalah di perusahaan. Asisten Papa tidak bisa menghandle itu".
Mama Laura terdiam.
"Tak apa, kalau Mama dan Papa mau pulang, it's ok. Ezra bisa mengurus sendiri semua urusan di sini", Ezra bergantian menatap kedua orang tuanya.
"Tapi, Zra ...".
"Ma, trust to me. Aku sama Raya pasti baik-baik saja. Maaf, bukannya Ezra mengusir Mama dan Papa, tapi kasihan Papa kalau Mama tetap di sini. Ezra paham masalah bisnis itu bukan hal sepele", jawab Ezra cepat sebelum Sang Mama berbicara lebih banyak.
Ya, sebagai putra tunggal keluarga Hadinata, Ezra memang sudah sejak muda dilatih berbisnis oleh Sang Papa. Di usianya saat ini tentu Ezra memiliki pemikiran dan kepekaan yang tajam terhadap perkembangan bisnis sebagaimana yang Papa Hadi lakukan.
"Tak apa kalau Mamamu mau di sini, Papa tidak keberatan. Tapi Papa terpaksa lusa harus segera kembali ke sana, Papa tidak bisa ikut merawat Raya sampai dia sembuh", ujar Papa Hadi seolah bisa membaca keinginan istrinya.
"Papa serius Mama boleh tetap di sini? terima kasih", Mama Laura spontan memeluk suaminya.
"Kamu ini seperti sama orang lain saja. Kita sudah bersama lebih dari tiga puluh tahun, tentu saja Papa tahu apa yang kamu mau dan Papa izinkan itu. Sudah seharusnya kita menjaga dan merawat Raya karena dia juga anak kita, Ma", Papa Hadi memeluk erat istrinya.
"Iya, Pa. Terima kasih atas pengertiannya", ucap Mama Laura lagi.
Ezra tersenyum tipis melihat pemandangan di depannya. Meskipun Papa Hadi adalah sosok yang keras, tapi Ezra tahu Sang Papa tetaplah orang yang baik dan setelah semua ini, semoga Papa Hadi benar-benar bisa menerima Raya sepenuhnya dan membiarkan Ezra hidup bahagia bersamanya.
semoga tidak ada lagi yang menghalangi kebahagiaan kalian
setelah aku ikuti...
tapi cerita nya bagus biar diawal emosian 🤣🤣🤣
semoga aja raya bisa Nerima anak kamu dan Sindi ya...
semangat buat jelaskan ke raya
aku penasaran kek mana reaksi Sindi dan papanya tau ya kebusukan anak nya
semoga tidak terpengaruh ya....
taunya Sindi sakit tapi kalau kejahatan ya harus di pertanggung jawaban