NovelToon NovelToon
Di Balik Penolakan

Di Balik Penolakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Reito(HxA)

Dion, seorang siswa kelas 10 yang ceria dan penuh semangat, telah lama jatuh cinta pada Clara, gadis pendiam yang selalu menolak setiap usaha pendekatannya. Setiap hari, Dion mencoba meraih hati Clara dengan candaan konyol dan perhatian yang tulus. Namun, setiap kali dia mendekat, Clara selalu menjauh, membuat Dion merasa seperti berjalan di tempat.

Setelah sekian lama berusaha tanpa hasil, Dion akhirnya memutuskan untuk berhenti. Ia tak ingin lagi menjadi beban dalam hidup Clara. Tanpa diduga, saat Dion menjauh, Clara mulai merasakan kehilangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Kehadiran Dion yang dulu dianggapnya mengganggu, kini malah menjadi sesuatu yang dirindukan.

Di tengah kebingungan Clara dalam memahami perasaannya, Dion memilih menjaga jarak, meski hatinya masih menyimpan perasaan yang dalam untuk Clara. Akankah Clara mampu membuka diri dan mengakui bahwa ada sesuatu yang tumbuh di hatinya untuk Dion?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Pertemuan Luna dan Lala

Hari berikutnya, toko buku Dion kembali sepi seperti biasa, dengan hanya suara derit pelan dari kipas angin tua di sudut ruangan yang menemani. Dion duduk di balik meja kasir, menunggu siapa pun yang mungkin mampir ke tokonya. Hari itu tampak begitu biasa, hingga tiba-tiba pintu kaca toko berdering pelan, memberi tanda bahwa seseorang telah masuk.

Dion mengangkat pandangannya dan terkejut melihat Lala, yang membawa senyum ramah dan kantong kecil di tangannya.

"Hai, Dion. Aku janji bakal mampir lagi, kan?" kata Lala, tersenyum cerah. "Dan kali ini aku bawa sedikit camilan buatmu."

Dion menyambutnya dengan senang hati. “Wah, terima kasih banyak, Lala. Kau baik sekali.”

Saat Lala menaruh kantong di atas meja, pintu toko kembali terbuka. Kali ini, suara langkah yang akrab memasuki ruangan—Luna, sepupunya, muncul dengan ekspresi usil di wajahnya. Dia membawa beberapa barang belanjaan kecil dan berjalan dengan santai, tidak menyadari Lala yang berdiri di depan.

“Yo, Dion! Jangan bilang kau kelaparan sampai perlu minta belas kasihan pengunjung?” Luna bercanda sambil tertawa kecil. Namun, tawa Luna terhenti ketika dia akhirnya menyadari Lala.

Lala dan Luna saling memandang dalam keheningan, seolah-olah waktu berhenti untuk sesaat.

“Lala?” Luna memiringkan kepalanya, terlihat sedikit bingung namun tersenyum kecut. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Luna! Tidak menyangka kita bertemu di sini,” Lala menjawab, terkejut sekaligus senang. “Aku nggak tahu kau kenal Dion.”

Dion, yang berada di antara keduanya, kini bingung. “Kalian... saling kenal?”

“Kami pernah bertemu di luar sekolah, bukan di SMA Gemilang, Dion,” jelas Luna, sambil meletakkan belanjaannya di meja. “Lala ini suka bantu di acara sosial yang pernah aku ikuti. Kami sering terlibat di sana.”

Lala mengangguk, tersenyum hangat. “Ya, aku dan Luna pernah bekerja sama dalam beberapa acara amal. Senang sekali bisa ketemu lagi. Dunia memang sempit.”

Dion tertawa kecil, melihat bagaimana dua wanita ini saling mengenal di luar dugaan. "Wah, kalian berdua benar-benar punya banyak kesamaan, ya."

“Jadi, Lala," Luna berkata dengan nada bercanda, "kau datang ke sini untuk membantu sepupuku ini menghidupkan toko buku sepinya atau hanya untuk melihat apakah dia benar-benar bekerja?"

Lala tersenyum dan meletakkan beberapa buku yang dia bawa ke meja. "Sebenarnya, aku ingin membeli beberapa buku yang kemarin aku lihat. Dan juga, aku berhutang terima kasih ke Dion karena dia menolong adikku, Dimas."

"Oh? Dimas? Apa yang terjadi?” tanya Luna, penasaran.

Lala menjelaskan singkat tentang insiden perundungan yang melibatkan Dimas dan bagaimana Dion datang menyelamatkannya dengan cara yang cukup heroik. Luna menatap Dion dengan penuh kekaguman yang pura-pura.

“Lihatlah, sepupuku ternyata seorang pahlawan! Siapa sangka!” Luna berkata dengan nada dramatis sambil memberi tepukan di punggung Dion. “Kapan kau belajar jadi begitu hebat?”

Dion hanya mengangkat bahu dan tersenyum kecil. "Ah, itu hanya kebetulan. Aku nggak bisa membiarkan anak kecil diganggu begitu saja."

Percakapan mereka berlanjut dengan santai. Lala mulai mengelilingi toko, mencari buku-buku lain yang menarik perhatiannya. Luna, di sisi lain, bersikap lebih santai dan terus mengganggu Dion dengan candaan-candaannya. Tapi di sela-sela percakapan ringan, ada momen di mana Lala dan Luna terlihat benar-benar nyaman satu sama lain, seolah mereka sudah lama menjadi teman dekat.

Dion memperhatikan interaksi mereka, merasa heran bagaimana kedua orang yang begitu berbeda bisa begitu akrab. Luna dengan sifat usilnya di rumah, sementara Lala adalah sosok yang anggun dan feminim di luar. Namun, keduanya terlihat menyatu dalam percakapan mereka. Dunia Dion yang semula sepi mulai dipenuhi oleh orang-orang yang tak terduga.

Menjelang sore, Lala akhirnya menyelesaikan belanja bukunya. Dia berpamitan dengan Luna dan Dion, menyampaikan janji untuk kembali lain kali. Setelah kepergian Lala, Luna tetap tinggal di toko, tampak puas dengan interaksi mereka hari itu.

“Jadi, kau nggak keberatan, kan, kalau dia sering mampir?” Luna bertanya dengan nada menggoda.

Dion tersenyum kecil, “Tentu saja nggak. Lala itu orang yang baik. Aku malah senang kalau dia sering datang.”

Luna tertawa, lalu berjalan ke pintu keluar. “Baiklah, besok aku ada rapat OSIS lagi, jadi mungkin kau akan kesepian tanpa aku di sini untuk mengganggumu.”

Dion mengangkat alis. “Rapat di tengah liburan?”

“Iya, kebayang nggak? Tengah liburan dan kami masih harus urus laporan dan segala macam.” Luna mengeluh sambil menghela napas panjang. “Kadang aku bertanya-tanya kenapa aku pernah setuju jadi wakil ketua OSIS.”

Dion tertawa kecil mendengar keluhannya. “Semangat, wakil ketua. Kamu pasti bisa menghadapinya.”

Dengan senyum setengah hati, Luna melambaikan tangan dan pergi, meninggalkan Dion sendirian lagi di tokonya. Tapi kali ini, toko yang tadinya sepi itu terasa sedikit lebih ramai dengan kehadiran orang-orang di sekitarnya, termasuk Luna dan Lala.

Setelah Luna pergi, Dion kembali duduk di meja kasir, mencoba menikmati sedikit ketenangan sebelum toko tutup. Namun, pikirannya melayang-layang, mengingat pertemuan yang baru saja terjadi. Kehadiran Lala yang tiba-tiba, pertemuan yang tak terduga dengan Luna, dan tentu saja, candaan-candaan Luna yang sedikit mengganggu tapi juga menghibur. Toko buku yang biasanya sunyi kini terasa lebih hidup, dan Dion bisa merasakan perubahan kecil tapi berarti dalam kesehariannya.

Sambil menatap keluar jendela, Dion kembali memikirkan Lala. Gadis itu begitu anggun, berbeda dari banyak orang yang pernah ia temui. Cara bicara Lala lembut, sopan, dan dia selalu terlihat tenang. Dion tersenyum sendiri ketika ingat bagaimana dia menolong adik Lala, Dimas, dan bagaimana Lala dengan tulus berterima kasih kepadanya.

"Dia kelihatan seperti anak kuliahan," gumam Dion pada dirinya sendiri. "Tapi, kenapa aku nggak menanyakannya langsung ya?"

Pukul dua siang lewat sedikit. Toko kembali sepi, dan Dion duduk sambil memeriksa ponselnya, membaca pesan di grup chat. Tapi belum lama bersantai, suara dering bel pintu toko kembali terdengar. Dion mengangkat pandangannya, dan seperti yang dia duga, Lala muncul di pintu. Namun kali ini, dia membawa sesuatu yang lebih dari sekadar senyum.

"Hai, Dion!" Lala menyapa dengan riang. "Seperti yang aku bilang tadi, aku kembali lagi. Dan kali ini aku bawa bekal makan siang buatmu."

Dion terkesiap sesaat, terkejut tapi senang. "Wah, kamu baik banget, Lala. Aku sebenarnya belum makan siang."

Lala meletakkan kotak bekal di meja. "Aku pikir kau mungkin lapar, jadi aku buatkan ini. Aku harap kamu suka."

Dion membuka kotak bekal itu dan mencium aroma yang lezat. Di dalamnya, ada nasi, ayam goreng, sayuran segar, dan sambal. Makanan itu terlihat begitu rapi dan mengundang selera.

"Ini kelihatannya enak banget! Kamu yang masak ini sendiri?" tanya Dion sambil mengambil sendok.

Lala mengangguk dengan senyum bangga. "Iya, aku suka masak. Semoga rasanya sesuai harapan."

Tanpa ragu, Dion mencicipi makanan itu. Satu gigitan cukup untuk membuatnya tersenyum lebar. "Ini enak banget, Lala. Kamu jago masak."

Lala tersipu, sedikit malu tapi senang dengan pujian itu. "Terima kasih, Dion. Aku senang kamu suka."

Percakapan mereka berlanjut dengan obrolan santai. Lala duduk di kursi dekat rak buku sambil memperhatikan buku-buku yang berjajar rapi. Mereka berbicara tentang berbagai hal, dari kesukaan Lala membaca buku hingga bagaimana kehidupan Dion di toko yang sepi ini. Namun, di tengah percakapan mereka, Lala mengingatkan sesuatu.

"Omong-omong, Dion," kata Lala sambil menatapnya dengan tatapan serius namun lembut. "Aku ingin berterima kasih lagi karena kau sudah menolong Dimas. Dia cerita padaku betapa takutnya dia saat itu, dan kau benar-benar membantunya."

Dion mengangkat bahu, mencoba merendah. "Ah, nggak perlu berterima kasih lagi, Lala. Itu cuma hal kecil. Aku nggak bisa tinggal diam kalau melihat ada anak dirundung begitu."

Lala tersenyum lembut. "Tetap saja, itu sangat berarti buat Dimas dan buat aku. Dia sangat mengidolakanmu sekarang."

Dion hanya tersenyum kecil mendengar itu. Kemudian, mereka kembali membahas buku-buku yang ada di toko. Lala terlihat tertarik dengan beberapa buku klasik dan juga novel fiksi yang ada di rak depan.

"Aku ingin beli beberapa buku ini, tapi sayangnya aku nggak bawa uang tadi pagi," kata Lala sambil memegang salah satu buku.

Dion tertawa kecil. "Nggak apa-apa, kamu bisa membelinya lain kali. Lagipula, toko ini nggak akan ke mana-mana."

Waktu terus berlalu tanpa terasa. Percakapan mereka semakin akrab, dan Dion mulai merasa nyaman dengan kehadiran Lala. Tidak ada tekanan, tidak ada rasa canggung. Hanya percakapan yang mengalir dengan alami. Hingga ketika waktu menunjukkan pukul lima sore, Lala sadar bahwa dia harus pulang.

“Aku harus pulang sekarang, Dion,” kata Lala sambil berdiri dari kursinya. “Tapi aku pasti akan mampir lagi besok. Ada beberapa buku yang benar-benar aku ingin baca.”

Dion mengangguk, berdiri juga untuk mengantarnya. "Oke, aku tunggu kunjunganmu lagi."

Ketika mereka tiba di depan toko, Lala melambaikan tangan dan tersenyum. "Terima kasih, Dion. Sampai besok ya."

Dion membalas senyumnya. "Sampai besok, Lala."

Setelah Lala pergi, Dion kembali ke dalam toko dengan perasaan aneh. Seperti ada yang berubah dalam harinya, namun dia belum bisa menjelaskan apa. Kehadiran Lala membawa nuansa baru dalam kesehariannya yang sepi. Dan meskipun Dion belum tahu bagaimana hubungan mereka akan berkembang, satu hal yang pasti—kehidupan Dion di toko buku kini semakin menarik.

To be continued...

1
Kamsia
tuhhkan baperan clara ternyata
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!