Sebagai seorang istri Maysa adalah seorang istri yang pengertian. Dia tidak pernah menuntut pada sang suami karena wanita itu tahu jika sang suami hanya pegawai biasa.
Maysa selalu menerima apa pun yang diberi Rafka—suaminya. Hingga suatu hari dia mengetahui jika sang suami ternyata berbohong mengenai pekerjaannya yang seorang manager. Lebih menyakitkan lagi selama ini Rafka main gila dengan salah seorang temannya di kantor.
Akankah Maysa bertahan dan memperjuangkan suaminya? Atau melepaskan pria itu begitu saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Penjual kain
"Sebelumnya aku minta maaf. Memang benar kalau ada seseorang yang memintaku untuk datang menemuimu. Dia memintaku agar mau membantunya. Dia sahabatku yang juga pernah menolongku karena itu, aku merasa tidak enak menolak keinginannya. Lagipula, niat sahabatku juga baik, kok. Sekali lagi saya minta maaf," ucap Bu Ira.
"Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mau jujur. Seperti yang saya katakan tadi, bahwa saya akan tetap membayar utuh kain yang saya ambil. Bu Ira bisa mengembalikan uang itu padanya, tapi jika Buk Ira tidak mau, terserah Anda. Yang penting saya membeli kainnya dengan utuh," ujar Maysa dengan yakin.
"Apa kamu tidak penasaran, siapa yang sudah membantu kamu?"
"Itu tidak perlu. Siapa pun dia, aku rasa itu tidak terlalu penting untuk aku ketahui."
Bu Ira tersenyum sinis, kemarin sahabatnya begitu memuja wanita yang ada di depannya. Akan tetapi, saat dia bertemu langsung seperti ini, tidak ada yang spesial darinya. Wanita itu berpikir jika sahabatnya hanya membual saja.
"Jujur, aku merasa iri dengan kamu. Kamu sudah tidak memiliki hubungan apa pun dengannya, tapi dia masih sangat perhatian padamu. Jarang sekali ada seorang pria seperti itu."
Maysa bisa menyimpulkan dari kata-kata Bu Ira, pelakunya adalah Rafka, tetapi dia tidak mau bertanya lebih lanjut. Wanita itu tidak ingin mengetahui apa pun tentang mantan suaminya. Sudah cukup masa lalu menyakitkan itu dia kubur dan Maysa tidak ingin mengingat lagi. Bu Ira bisa mengatakan jika dirinya sangat beruntung karena wanita itu sama sekali tidak tahu apa saja yang sudah dilewatinya.
"Baiklah kalau kamu masih tetap ingin membayar kain dengan utuh, kamu bisa berurusan dengan pegawaiku. Nanti mereka yang akan membimbing kamu memilih kain seperti yang kamu inginkan," lanjut Bu Ira.
"Terima kasih, Bu."
Bu Ira pun memanggil seorang pegawainya lewat sambungan telepon. Maysa hanya diam memperhatikan, dia merasa lega karena bisa mendapatkan apa yang diinginkan tanpa berurusan dengan masa lalu. Dia berharap setelah ini usahanya bisa berjalan lancar.
"Permisi, Bu. Anda memanggil saya?" tanya seorang pegawai yang baru memasuki ruangan.
"Kamu bisa temani Bu Maysa memilih kain?"
"Oh, tentu. Mari, Bu! Akan saya tunjukkan beberapa kain yang berkualitas di sini." Maysa mengangguk dan mengikuti pegawai Bu Ira menuju sebuah ruangan yang lebih disebut dengan gudang kain. Wanita itu begitu takjub dengan apa yang ada di sini. Semuanya berjajar rapi dari warna dan juga kualitas kain tersebut.
"Ibu mau yang seperti apa?"
"Apa saja, sesuai kebutuhan. Saya mau lihat-lihat dulu, barangkali nanti bisa ketemu."
"Oh, tentu, silakan." Pegawai itu pun sedikit banyak menjelaskan mengenai kain yang ada di sana. Maysa tersenyum mendengarnya. Dia senang karena bisa memilih secara langsung apa yang diinginkan. Wanita itu juga banyak tahu tentang kain dari pegawai tadi yang mencatat apa saja yang Maysa beli.
"Nanti kainnya akan dikirim habis dhuhur bersamaan pembeli yang lain. Tolong isi data alamat tempat Ibu," ucap pegawai tersebut sambil menyerahkan buku dan pensil. Maysa pun menulis alamatnya.
Setelah semua selesai, dia pergi meninggalkan toko. Wanita itu harus segera kembali ke butik karena baru saja Riri mengirim pesan kalau ada yang datang mencarinya. Adiknya bilang tidak mengenal orang itu, entah siapa yang datang. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan karena harus terjebak macet, akhirnya Maysa sampai juga di depan butik. Dia segera masuk dan ternyata yang datang adalah penjual kain yang sebelumnya.
"Ibu, maaf sudah menunggu lama," ucap Maysa sambil menjabat tangan tamunya.
"Oh, tidak, baru saja."
"Silakan duduk dulu. Maaf ada yang bisa saya bantu?"
"Tidak, saya mau bertanya, kenapa Bu Maysa tidak mengambil kain lagi? Biasanya kain pesanan Ibu sangat cepat habisnya, tapi sekarang sudah tidak pesan lagi."
"Maaf, Bu. Sebelumnya saya 'kan sudah bilang kalau saya mau berhenti ngambil kain di sana."
"Pembelian kain yang sebelumnya itu 'kan Ibu sudah tahu, kalau bukan cuma ada di toko saya, tapi hampir semua penjual. Kenapa jadi dipermasalahkan?"
"Iya, Bu, benar. Karena itu saya mengutamakan kualitas. Saya akan membeli kain sesuai dengan kualitasnya. Sedangkan kemarin Anda tahu sendiri kualitasnya berbeda dari perkiraan saya. Bahkan saat ini pun kainnya masih ada karena tidak ada yang mau. Pembeli memilih datangnya kain baru daripada kain yang ada."
"Tidak bisa begitu dong! Masalah kain bukan cuma di toko saya saja, tapi kenapa kamu selalu mengatakan jika kesalahan kemarin itu karena toko saya!"
"Maaf, saya tidak pernah mengatakan sesuatu tentang toko Ibu. Saya juga tidak pernah membicarakan Ibu dengan orang lain. Kalau mengenai saya berhenti mengambil kain di toko Ibu, itu hak saya. Sebagai penjahit juga punya hak sendiri untuk membeli kain di mana. Sama seperti berbelanja, kita mau belanja di mana, terserah kita."
"Tapi tetap saja Anda harus tetap mengambil kain di tempat saya."
"Maaf, Bu. Itu namanya pemaksaan dan saya tidak suka. Sampai kapan pun saya tidak akan lagi membeli kain di toko Ibu. Terima kasih selama ini sudah membantu saya, tapi maaf saya tidak bisa membeli kain di sana."
"Kamu sekarang sombong sekali. Kamu itu cuma designer baru, tapi kamu sudah sok-sokan tidak butuh penjual kain seperti kami. Designer senior saja masih tetap membeli sama saya."
"Itu hak mereka, Bu. Setiap orang berhak membeli kain di mana. Anda tidak bisa memaksa saya. Yang lain masih mau mengambil kain di tempat Anda, itu silakan! Saya juga tidak ada urusannya dengan mereka."
Maysa masih mencoba untuk menahan diri agar tidak emosi. Dia tahu jika selama ini banyak designer yang mengambil kain di toko wanita yang ada di depannya karena mereka bayar belakangan. Sedangkan dia selalu bayar di muka. Itulah kenapa Maysa sama sekali tidak terpengaruh dengan gertakan wanita itu.
"Bicara kamu sama kamu itu cuma buang-buang waktu. Kamu sama sekali tidak mengerti," ucap wanita itu yang segera berlalu dari sana tanpa berpamitan.
Maysa hanya menggelengkan kepala. Bisa-bisanya ada orang seperti itu. Dia menjual kain, tapi kenapa memaksa Maysa untuk membeli di sana? Padahal sudah jelas-jelas kemarin Maysa sudah mengatakan tidak akan mengambil lagi.
"Bisa-bisanya Kakak mengambil kain di toko wanita seperti itu. Serem banget dia," ucap Riri yang baru datang dan duduk di samping kakaknya.
"Kamu dari tadi nguping pembicaraan kakak?" tanya Maysa sambil menatap sang adik.
"Bukan nguping, Kak, tapi pembicaraan Kakak memang terlalu keras. Bahkan Via juga pasti mendengar apa yang kalian bicarakan tadi. Iya, kan, Via!" teriak Riri di akhir kalimatnya, membuat Via menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal karena bingung harus menjawab apa. Nyatanya gadis itu memang mendengar pembicaraan atasannya dan wanita tadi.
"Seharusnya tadi aku ngajak bicara di ruanganku. Di sini malah adi konsumsi publik, kan?"
"Buat apa juga menghormati orang yang tidak bisa menghormati kita. Biarkan saja."
Maysa mengembuskan napas kasar. Semua sudah terjadi, biarkanlah. Untung saja tidak ada pembeli yang datang.
.
.
mknya muka nya familiar
sayang nya sama Eira tulis bgt
entah dia dari keluarga yg penuh tekanan,semua udah dia atur dia dia harus ngikutin semua aturan itu.
dan dia udah punya jodoh sendiri
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu
kadang bingung ya..sama lelaki.
udah punya yg spek bidadari malah nyari yg kyk gelandang.
yah... begitu lah seni nya peselingkuhan.
lu makan aja tu pilihan lu