Ayana Malika Ifana, harus rela menjadi pekerja terselubung demi membayar uang sekolah, dirinya bekerja disebuah perusahaan sebagai cleaning servis karena usianya yang belum genap 17 tahun, jadi dirinya dipekerjakan diam-diam oleh tetangganya yang bekerja bebagai kepala bagian, dan karena membutuhkan uang AMI panggilan nama singkatan miliknya, rela menjadi pekerja terselubung untuk mendapatkan uang.
Dan dirinya juga harus terjebak dengan pria yang dia panggil OM, pria itu yang sudah membuat dirinya kehilangan semua mimpinya.
Bagaimana Ayana Malika Ifana, bisa melalui ujian hidupnya, dan dipertemukan dengan pria yang sudah matang untuk usianya yang belum genap 17 tahun.
Yukk ah, kepoin ceritanya, hanya di NovelToon, jika terdapat cerita yang sama maka itu adalah plagiat, karena saya hanya membuat karya ini hanya di NovelToon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan
"Wahh..kita makan besar." Olive bertepuk tangan kegirangan ketika melihat banyak yang Ami pesan.
"Ya, ini yang pertama untuk kita, yeyy.." Ami juga ikut bertepuk tangan, kedua gadis itu seperti tidak pernah melihat makanan enak dan banyak, nyatanya mereka memang tidak pernah merasakannya.
Ami mengajak Olive makan di pinggir jalan, banyak yang berjualan kaki lima dia jalan itu, beraneka makanan terjual disana dan Ami memilih satu tempat untuk mereka memesan semua yang di inginkan, ada sate, bebek goreng, ayam bakar, soto Betawi dan tidak lupa Ami memesan cah kangkung dan tempe goreng sayur kesukaannya.
Ditempat itu juga ramai, mereka makan dengan lahap sambil bercanda, lupa jika waktu semakin malam.
Nathan duduk diruang tamu sudah lebih dari dua jam, menunggu seseorang yang sejak sore belum pulang ke apartemen. Ingin mendatangi rumah mertuanya Nathan malu.
Tidak biasanya Nathan menunggu Ami di rumah, karena biasanya dia pulang kantor sudah malam, dan dia pikir gadis itu pasti sudah tidur.
Padahal Ami pulang ke apartemen di jam sembilan malam, karena harus bekerja lebih dulu setelah pulang sekolah.
Karena menunggu tidak jelas Nathan memilih masuk keruang kerjanya, untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai dikantor.
Ami mengayuh sepedanya dengan wajah ceria dan tersenyum, dirinya begitu senang ketika menerima gaji pertama.
"Bundaaa.." Ami berteriak ketika sampai di depan rumah raya, memanggil bundanya dengan hati riang.
"Ami?" Bunda Raya yang melihat putrinya di depan rumah merasa terkejut dan heran apalagi jam sudah menunjukan pukul sembilan malam, dan Ami masih memakai seragamnya.
"Bunda.." Ami langsung memeluk bundanya ketika membuka pintu.
"Sayang, kenapa kamu malam-malam kesini?" Tanya bunda Raya, seketika membuat Ami mematung di pelukan bundanya.
Ami lupa jika seharusnya dia tidak pulang kesini, karena terlalu senang dan semangat dirinya lupa jika mengayuh sepeda ke arah rumahnya.
"Heee, Ami baru pulang kerja bunda." Ucap Ami jujur. "Karena senang Ami langsung kesini, bunda tahu." Tanya Ami, membuat bunda Raya menggeleng. "Ami baru gajian, dan Ami seneng banget karena uang nya lumayan banyak." Wajah Ami berbinar senang ketika bercerita, namun wajah bunda Raya malah sebaliknya.
Ami berjalan ke meja makan, melihat di meja hanya ada nasi dengan lauk tempe dan tahu. Beruntung dia tadi membungkus dua lauk untuk bunda Raya.
"Bunda Ami belikan sate sama bebek goreng kesukaan bunda." Ami tersenyum ceria, semakin membuat bunda Raya penasaran. Pikiranya berkecamuk melihat putrinya yang masih bekerja dan datang sendiri dengan baik sepeda malam-malam seperti ini.
"Ami, bunda mau bicara." Bunda Raya langsung duduk didepan putrinya.
"Bicara apa bunda, uang sekolah Ami sudah lunas tenang saja, besok Ami akan bayar hutang pada pak teguh." Ami masih nyerocos tanpa melihat raut wajah bundanya.
"Sayang apa kalian baik-baik saja?"
Deg
Ami yang mendengar mematung, dirinya meluapkan sesuatu.
"Em, maksud bunda." Ami sedikit gugup.
"Suami kamu, apa tidak melarangmu untuk bekerja dan keluar malam seperti ini?" Tanya bunda raya dengan menatap wajah putrinya intens, menunggu jawaban Ami.
Ami meremas roknya, dia lupa jika sudah menikah. "Ta-tahu, dan Ami yang meminta ijin utuk masih tetap bekerja." Jawabnya dengan sesantai mungkin, tidak ingin membuat bundanya curiga dengan apa yang dia alami.
"Dan suamimu mengijinkan?" Tanya bunda Raya dengan tatapan intimidasi.
Ami hanya mengangguk. "Lagi pula Om Nathan juga sedang pergi keluar kota, jadi Ami mau nginap di sini." Biarlah dirinya berbohong, Ami yang sebenarnya sudah malas untuk pulang ke apartemen Nathan.
Bunda Raya hanya menghela napas, bagaiman pun Ami adalah putrinya, dia tidak akan rela jika putrinya di perlakukan dengan tidak baik, meskipun itu dengan suaminya sendiri.
"Bunda hanya khawatir jika kamu tidak baik-baik saja." Raya menatap putrinya dengan senyum tipis. "Karena bunda berharap kamu akan selalu bahagia hidup dengan pria yang menjadi suamimu." Bunda Raya menatap Ami sendu, meskipun pernikahan yang terkesan paksa, namun bunda Raya berharap Ami bisa meraih kebahagiaan nya.
"Iya bunda, Ami pasti akan bahagia." Jawab Ami tersenyum manis untuk membuat bundanya tidak usah khawatir. Meskipun sudah tahu berakhir seperti apa, namun Ami tetap menjaga perasaan bundanya, dan tidak ingin membuat bunda Raya kecewa lagi.
Ami menemani bundanya makan, baru satu minggu dia tidak pulang, rasanya Ami sudah merindukan bundanya dan rumah yang selama ini dia tinggali. Rumah sederhana namun banyak kenangan yang Ami rindukan.
Setelah selesai menemani bundanya makan, Ami masuk ke dalam kamar setelah membersihkan diri, hari ini terasa melelahkan selain berhadapan dengan Nesya yang menguras emosi, Ami juga merasa lelah setelah bekerja yang hari ini lumayan sangat ramai, dan begitu melihat bantal kesayangannya Ami langsung memejamkan mata tanpa menunggu lama.
Nathan yang sudah menyelesaikan pekerjaannya di jam sebelas malam, berjalan keluar untuk melihat apakah Ami sudah pulang.
Ceklek
Dengan perlahan Nathan membuka pintu kamar yang tidak pernah dia datangi sekali pun, dan sekarang dia membuka pintu kamar tamu untuk melihat seseorang, namun hasilnya nihil. Orang yang Nathan tunggu tidak terlihat di ranjangnya.
Kamar Ami masih rapi, dan seperti tidak berpenghuni lama.
"Kemana dia." Nathan mulai berpikir apakah Ami di rumah bundanya dan tidak pulang? lalu kenapa dirinya tidak bisa berhenti memikirkan gadis itu.
Nathan masuk ke kamarnya sendiri, tubuh dan pikirannya yang lelah, tidak perduli lagi dengan gadis itu. Lebih baik dirinya beristirahat.
"Stop mikirin dia Nat, dia bukan siapa-siapa." Nathan terus saja mengabaikan apa yang ada di pikirannya untuk tidak terlalu memikirkan gadis yang tidak penting baginya.
Nathan belum menyadari apa yang terjadi pada dirinya, selama seminggu ini Nathan memang tidak pernah bertemu dengan Ami, tapi dirinya selalu menyempatkan diri untuk melihat keadaan gadis itu setelah pulang kerja di jam sepuluh malam. Dan Nathan selalu tersenyum ketika melihat Ami sudah terlelap di bawah selimut.
Tidak ingin memikirkan terlalu jauh Nathan memilih untuk memejamkan matanya.
Pagi menyapa peradaban dunia, matahari mulai menampakkan sinar hangatnya, Ami yang sudah rapi dengan seragamnya segera berangkat ke sekolah setelah sarapan dan mendapat bekal dari sang bunda, Ami merindukan masakan bunda Raya.
Ami juga memberikan bundanya sedikit uang hasil kerja nya selama sebulan. Bunda Raya sempat menolak, tapi Ami memberi alasan jika dirinya juga mendapat uang jajan dari Nathan, dan bunda Raya percaya.
"Eh, lak teguh tunggu dulu..!!" Ami berteriak seperti anak-anak suaranya membuat beberapa orang menoleh ke arahnya.
"Heee maaf ya ibu bapak, suaranya kekencangan." Ucap Ami dengan senyum lebarnya menampilkan giginya karena merasa malu.
Pak teguh hanya geleng kepala, "Ada apa nak Ami?" Tanya pak Teguh yang sudah naik di atas motornya ingin berangkat kerja.
Ami mengambil uang yang dia taruh di dompetnya, "Ini pak, Ami mau kembalikan uang bapak yang Ami pinjam." Ami menyerahkan uang ratusan ribu yang lumayan banyak pada pak teguh.
"Nak Ami sudah kerja lagi?"
"Alhamdulillah setelah dah pak, jadi diterima ya pak terima kasih sudah membantu Ami." Ami tersenyum tulus.
"Sama-sama, semoga nak Ami jadi kebanggaan orang tua." Pak teguh menerima dan pamit untuk berangkat kerja, dan Ami kembali mengayuh sepedanya untuk menuju kesekolah.
"Semoga Tuhan tidak lagi mempersulit ku." Ami menatap langit pagi yang cerah, secerah harapan yang selalu dia harapkan.
gak prhatian ma istri harta juga gk hbis2 buat apa mngabaikan istri kmu.istri hilang baru tahu rasa kmu