Suka cerita tentang toko utama wanita yang tidak mudah ditindas? Di sinilah lapaknya!
Renata Carissa, seorang putri dari Panglima TNI yang berprofesi sebagai Psikiater. Memiliki kehidupan yang sempurna dengan memiliki suami yang begitu mencintainya dan anak laki-laki yang sangat tampan.
Sepeninggal suami tercintanya, Renata pun meninggal karena mengalami sakit keras.
"Aku berharap bisa bertanya kepadanya, mengapa aku tidak pernah tahu?"
"Apakah aku bisa bertemu dengan Jefra-ku lagi?"
Itulah harapan terakhir Renata.
Bukannya ke akhirat dan bertemu dengan suami tercintanya. Namun, Renata justru secara misterius berubah menjadi tokoh antagonis yang berperan menjadi pelakor. Nasib tokoh yang menyedihkan, hidup dalam penderitaan, dan berakhir bunuh diri.
Ya, dia masuk ke dalam novel!
Tidak ingin nasibnya berakhir tragis, Renata memutuskan untuk mengubah alur cerita yang sudah tertulis itu.
Dan takdir mempertemukannya kembali dengan Jefra, suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elwi Chloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Pengganti Arvin
Alvaro menarik pergelangan tangan Sanaya sampai keluar gedung Tj Corp, langkah mereka berdua sampai di sebuah taman yang yang cukup asri.
"Alvaro, sakit, le-lepaskan tanganku," protes Sanaya.
Langkah Alvaro berhenti, begitu pula dengan Sanaya. Lalu Alvaro menghempaskan kasar tangan Sanaya, terlihat pergelangan tangan istrinya yang memerah, cengramannya memang sangatlah keras.
Sanaya memegang pergelangan tangan yang memerah itu, wajahnya menunduk karena takut menatap Alvaro.
Alvaro menghembuskan napas berat untuk menghilangkan emosi, dia tidak boleh berbuat kasar pada istrinya sendiri, "Kenapa kamu melakukan itu, Sanaya?" tanyanya kemudian.
Sanaya hanya diam sambil mengigit bibir.
"Jawab! Apa kamu tahu jika perbuatanmu itu sudah mempermalukan suamimu?" sambung Alvaro dengan meningkatkan oktaf suaranya.
Sanaya sedikit terkejut dibuatnya. Tubuhnya bergetar dan kristal bening turun dari pelupuk mata. Terdengar isak tangis dari bibir mungil wanita itu.
Alvaro menyugar rambut, dia menjadi merasa bersalah karena melihat istrinya menangis.
"Sudahlah jangan menangis. Aku hanya meminta penjelasan darimu, Sanaya," ujar Alvaro dengan agak melembutkan suaranya, tapi tidak ada pergerakan untuk membawa sang istri ke dalam pelukannya.
Padahal Sanaya mengharapkan Alvaro memeluknya.
Sanaya menghapus jejak air matanya, "Aku hanya cemburu," ucapnya.
Alvaro mengerutkan kening, dirinya sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran dari seorang wanita.
Hanya karena cemburu katanya? Perbuatan Sanaya bahkan hampir menghancurkan karirnya. Karena saat ini Alvaro sedang diperhatikan Kakak laki-lakinya. Jika sedikit saja dia melakukan kesalahan, pasti Tuan J akan menurunkan lagi jabatannya. Lalu istrinya justru melakukan hal yang membuat citranya memburuk di mata para karyawan.
Alvaro memang tidak memiliki kekuasaan dibandingkan dengan Kakaknya. Terlebih lagi, dirinya hanyalah anak dari istri kedua Ayahnya.
"Aku cemburu pada Kak Renata. Sejak dirinya berubah, kamu seakan mengabaikan aku dan selalu memperhatikannya. Aku tahu jika kamu mulai tertarik dengannya lagi," sambung Sanaya dengan bibir yang bergetar.
Alvaro menatap Sanaya pelik, "Aku tidak tertarik dengannya lagi. Kamu jangan berpikir macam-macam tentang suamimu sendiri, Sanaya!" bantahnya.
Namun, ada sedikit keraguan di hati Alvaro.
"Ta-tapi insting seorang wani──"
"Persetan dengan itu," potong Alvaro.
Sanaya langsung terdiam, mengunci rapat-rapat bibirnya.
"Asal kamu tahu, kecemburuan dalam sebuah hubungan rumah tangga seperti garam dalam makanan. Sedikit dapat meningkatkan rasa, tetapi terlalu banyak dapat merusak rasa. Rasa kepercayaan dan cinta kita berdua."
Sanaya sontak mendongak untuk menatap wajah Alvaro, "Tidak, aku percaya padamu dan akan terus mencintaimu."
Alvaro berekspresi datar, "Apa benar seperti itu?"
"Ya," Sanaya mengangguk cepat.
"Coba renungkan sendiri perbuatan yang telah kamu lakukan. Ingatlah jika kecemburuan dapat memadamkan cinta seperti abu memadamkan api."
Jantung Sanaya hampir saja berhenti berdetak karena perkataan Alvaro. Tentu saja dia tidak ingin Alvaro berhenti mencintainya.
Karena bisa menikah dengan Alvaro saja membutuhkan usaha yang begitu susah.
Oh, memangnya apa usahamu itu, Sanaya?
**
"Jadi?"
"Hanya salah paham," jawab Renata dengan menghindari kontak mata dari Tuan J.
Kini gadis itu sedang berada di ruang sang CEO.
"Oh, begitu."
Tuan J terdiam setelah mengatakan itu. Lalu tatapan teralih pada berkas yang berada di atas meja.
Renata jadi canggung dengan keheningan yang mendadak itu. Kenapa Tuan J tidak menyuruhnya untuk kembali? Apa masih ada hal yang ingin ditanyakan lagi? Ingin langsung pergi, tapi dirinya jadi tidak enak sendiri karena teringat tentang kelakuannya kemarin.
"Aku dengar kamu ingin resign dari perusahaan ini?" tanya Tuan J kembali menatap Renata.
Renata masih menghindari kotak mata dari atasannya itu, "Kenapa Tuan J tahu tentang itu?"
Oh, Renata. Tentu saja pria itu tahu, seorang CEO pasti tahu apapun tentang perusahaan miliknya. Jangankan dirimu yang ketahuan ingin resign, jumlah semut yang berada di sela-sela dinding gedung perusahaan saja Tuan J tahu.
Sepertinya itu terlalu hiperbola. Renata meringis karena pemikirannya itu.
"Tatap mataku jika sedang berbicara. Ternyata bukan reputasi kamu saja yang buruk, tapi etika berkomunikasi kamu juga sama buruknya," Tuan J tidak menjawab pertanyaan Renata, tapi justru berkata pedas.
Renata sontak menatap wajah Tuan J yang tidak menunjukkan ekspresi apapun setelah mengatakan hal yang membuatnya tersinggung. Apakah ini sifat asli pria itu? Sungguh menyebalkan sekali.
Jelas pria itu bukanlah Jefra-nya. Jadi, untuk apa dia gugup menatap pria itu? Renata memang harus menyingkirkan rasa tidak nyamannya ketika melakukan kontak mata dengan Tuan J.
"Maaf kalau aku kurang sopan," ucap Renata menanggapi perkataan pedas Tuan J.
Tuan J hanya mengangguk, lalu disandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, tangannya bersedekap, serta mata bagai elang miliknya menatap tajam Renata.
"Tidak semudah itu untuk mengundurkan diri dari perusahaan ini. Kamu harus mempertanggung jawabkan kontrak kerja yang telah kamu tandatangani, karena perusahan ini bukanlah milik nenek moyangmu."
Pelipis Renata berkedut mendengarnya, dia juga tahu tentang itu. Pria itu sungguh menguji kesabarannya.
"Baik, Tuan J."
"Mulai besok kamu tidak usah bekerja sebagai Admin lagi."
Loh kok?
Renata berkedip beberapa kali untuk mencoba memahami apa maksud perkataan Tuan J.
"Apa aku benar-benar kena PHK?"
Tuan J menyeringai samar, "Kamu tidak di PHK. Tapi, kamu akan dipindah tugaskan untuk menjadi pengganti Arvin yang ingin cuti."
Renata terkesiap, "A-apa?"
"Aku tidak akan mengulang perkataanku," ucap Tuan J dingin.
Kenapa bisa jadi seperti ini? Padahal di alur novel tidak tertulis jika Angel akan menjadi Asisten CEO pengganti Arvin yang ingin cuti. Lantas kenapa alurnya sangat melenceng sekali? Jangan bilang jika ini terjadi karena dirinya telah memaki Tuan J. Sungguh sial sekali jika benar seperti itu.
Bagaimana bisa Renata menjadi asisten dari pria yang sangat mirip dengan suaminya, niat awal ingin menghindar, tapi justru terjebak karena ulahnya sendiri.
"Maaf, Tuan J. Aku tidak bisa," Renata mencoba menolak, meskipun dia tahu jika penolakannya tidak berarti apapun.
"Tidak, kamu bisa."
Tuh kan.
"Tapi aku hanya lulusan sekolah menengah atas, tidak mungkin aku bisa menjadi seorang Asisten CEO. Bukankah masih banyak karyawan lain yang lebih layak?" Renata masih mencoba menolak.
Menolak dengan cara yang halus tentunya.
"Kurasa kamu layak. Kamu adalah lulusan terbaik dari sekolah ternama, karena itu pula perusahan ini menerimamu bekerja di sini. Jangan meremehkan dirimu sendiri."
"Tapi──"
"Kamu tidak bisa membantah perintah dari orang yang paling berkuasa di perusahaan ini, Nona Angelica."
Skakmat.
Renata langsung menarik kembali bantahan yang masih ingin dilontarkan tadi. Benar-benar CEO yang sangat arogan dan tidak terbantahkan.
"Baiklah," patuh Renata dengan keterpaksaan.
Sepertinya kehidupan Renata di dunia novel tidak akan berjalan dengan mulus.
_To Be Continued_