NovelToon NovelToon
Jodoh Masa Kecil

Jodoh Masa Kecil

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Dosen / Perjodohan / Patahhati / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah
Popularitas:299.8k
Nilai: 5
Nama Author: N. Mudhayati

Gendhis... Gadis manis yang tinggal di perkampungan puncak Sumbing itu terjerat cinta karena tradisi perjodohan dini. Perjodohan itu disepakati oleh keluarga mereka saat usianya delapan bulan dalam kandungan ibunya.
Gadis yang terlahir dari keluarga sederhana itu, dijodohkan dengan Lintang, anak dari keluarga kaya yang tersohor karena kedermawanannya
Saat usia mereka menginjak dewasa, muncullah benih cinta di antara keduanya. Namun sayang, ketika benih itu sudah mulai mekar ternyata Lintang yang sejak kecil bermimpi dan berhasil menjadi seorang TNI itu menghianati cintanya. Gendhis harus merelakan Lintang menikahi wanita lain yang ternyata sudah mengandung buah cintanya dengan Lintang
Seperti apakah perjuangan cinta Gendhis dalam menemukan cinta sejatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Mudhayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gejolak Hati

Seusai makan malam di rumah jodoh masa kecilnya, Gendhis membantu Bu Parti beberes meja makan. Sejak pulang dari asrama, Gendhis belum sempat menghabiskan waktu berdua dengan Lintang. Hanya sebatas saling menyapa saja, karena kebetulan hari ini jadwal Gendhis di sekolahnya cukup padat. Ada beberapa anak didiknya yang belum bisa membaca, menulis dan berhitung, karenanya Gendhis harus memberinya pelajaran ekstra di luar jam sekolah.

Entah kenapa, ia merasa ada yang aneh dengan sikap Lintang. Tak biasanya Lintang pergi tanpa memberi tahunya. Gendhis berusaha menghibur dirinya,

"Mungkin Mas Lintang sedang ada acara mendadak, jadi nggak sempat kasih kabar." Ucapnya dalam hati.

"Tapi... sorot matanya begitu aneh. Tak biasanya dia mengalihkan pandangan saat aku menatapnya. Justru dia yang selalu menatapku dalam-dalam, membuatku ingin, tapi malu membalas tatapannya. Dan hari ini... dia kelihatan gugup saat aku mencoba menatap matanya. Ada apa ya Allah? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sakit? Ah... hentikan khawatir mu yang berlebihan itu Gendhis..." Ia masih melamun, tanpa sadar air teh yang ia tuangkan ke dalam gelas tumpah hingga ke atas nampan kayu yang hendak ia bawa ke ruang tamu.

Bu Parti yang sedang berjalan menuju dapur itu segera menghampiri Gendhis.

"Nduk... awas teh nya tumpah..." Ucapan Bu Parti mengejutkan Gendhis.

Segera ia tersadar lantas menaruh teko di atas meja.

"Oh... iya, Bu... maaf..." Gendhis gugup.

"Kamu kenapa, Nduk? Kok ngelamun, lagi mikir apa?" Tanya Bu Parti.

"Nggak, Bu. Gendhis cuma teringat anak-anak tadi di sekolah... masih banyak yang belum lancar bacanya." Gendhis berusaha menyembunyikan kecemasannya dari Bu Parti.

Bu Parti tersenyum. Dia sangat bangga juga bahagia memiliki calon menantu sebaik Gendhis yang amat peduli dengan pendidikan anak-anak di Kampung Merangi.

"Nak... kamu yang sabar ya, ibu yakin... dengan kebaikan dan ketekunan mu mengajar mereka, pasti akan membuahkan hasil di kemudian hari." Ucap Bu Parti sambil tangan kanannya mengusap lembut pipi Gendhis.

"Iya, Bu... berkat doa juga dukungan dari Ibu dan Pak Argo lah mereka tetap bisa belajar seperti sekarang." Kata Gendhis.

"Ya sudah... biar ibu yang bereskan. Kamu bawa kue ini saja ke depan." Ucap Bu Parti sambil memberikan dua piring berisi kue bolu caramel.

"Iya, Bu..." Gendhis membawa piring itu lantas berjalan menuju ruang tamu.

Gendhis melihat Lintang yang tengah bercakap-cakap dengan ayahnya, juga orang tua Gendhis.

Sekali lagi Gendhis mencuri pandang menatap wajah Lintang. Dan kali ini... Lintang membalas tatapannya dengan senyuman. Gendhis merasa lega, berharap apa yang ia fikirkan saat di dapur tadi hanyalah sebatas kekhawatiran belaka.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB. Pertemuan dua keluarga itupun ahirnya selesai. Pak Ratno dan Bu Sari sudah lebih dulu pulang meninggikan Gendhis. Baik mereka atau orang tua Lintang sengaja pulang lebih dulu agar Gendhis dan Lintang bisa mengobrol.

"Mas Lintang, aku pamit pulang dulu..." Kata Gendhis pada Lintang di ruang tamu.

"Aku antar kamu ya..." Kata Lintang sambil bangkit dari sofa.

"Nggak usah Mas..., cuma di depan rumah aja kok." Cegah Gendhis.

Tapi Lintang tak menghiraukan ucapannya. Dia berjalan di samping Gendhis menuju teras rumah. Sesampainya di teras rumah, Lintang menghentikan langkah dan memanggilnya,

"Dis..."

"Iya... Mas... kenapa?" Gendhis berhenti di samping Lintang dengan wajah tertunduk.

Lintang menatapnya.

"Dis... aku sudah lama nggak pulang ke rumah, kita juga sudah lama nggak ketemu, tapi kenapa kamu cuma diem aja ketemu aku?" Pertanyaan Lintang tiba-tiba mengejutkan Gendhis.

"Emang aku harus ngomong apa Mas? Bukannya tadi siang kita sudah bicara?" Maksud Gendhis saling menyapa.

Lintang menarik nafas panjang.

"Gendhis... bukan itu maksud aku... ngomong sesuatu apa gitu?" Ucap Lintang.

Gendhis hanya terdiam. Sebenarnya ia tahu maksud ucapan Lintang dan bisa merasakan apa yang Lintang rasakan saat mereka bersama, tapi sekali lagi... Gendhis bukan gadis yang suka mengumbar kemesraan pada lelaki, meskipun mereka sudah bertunangan.

"Dis... kamu nggak kangen ya sama aku?" Ahirnya Lintang harus lagi dan lagi yang mengawali perbincangan manis di antara mereka.

"Yaaa... seperti yang Mas Lintang tahu..." Kata Gendhis.

"Tau apa, Dis? Gimana aku bisa tahu kalau kamu diem aja nggak ngomong. Sekali-kali ngomong duluan gitu kalau kamu kangen apa susahnya? Sebenarnya kamu masih sayang nggak sih sama aku?" Sepertinya Lintang masih terbawa suasana saat bertemu dengan Gabby sore tadi. Ia berfikir, kenapa Gendhis tak seperti Gabby yang bisa dengan mudah mengungkapkan isi hati dan perasaannya? Haruskah selalu Lintang yang memulai duluan untuk bicara manis?

Gendhis terkejut mendengar pertanyaan itu. Ekspresi Lintang juga sedikit lain dari biasanya. Lintang tak pernah berkata setegas ini pada Gendhis, meski dia sedang marah sekalipun.

"Mas Lintang... apa maksud Mas Lintang aku harus selalu berbicara manis dan romantis saat kita bertemu? Apa Mas Lintang yakin, bicara saja bisa mewakili semua perasaan dan isi hatinya? Mas Lintang sudah mengenalku bahkan sejak aku masih kecil. Apakah Mas Lintang masih meragukan ku?" Gendhis bertanya dan kali ini dia beranikan diri untuk menatap wajah Lintang. Namun Lintang yang tak berani membalas tatapan Gendhis. Dia justru mengalihkan pandangannya ke arah halaman rumah nan luas itu. Lintang takut, Gendhis akan dapat membaca penghianatan yang telah ia lakukan hari ini.

"Mas Lintang ini kenapa? Kenapa tiba-tiba menanyakan hal ini? Apa Mas Lintang sedang ada masalah?" Tanya Gendhis penuh perhatian.

"Udah lah Dis, lupain aja... anggap aku nggak pernah bertanya soal ini. Pulanglah... orang tua mu sudah menunggu." Ucap Lintang menyerah.

"Ya sudah, mungkin Mas Lintang lelah, karena baru tadi pagi sampai rumah, dan sore hari sudah ada kegiatan lagi sampai malam. Selamat istirahat, Mas... Assalamu'alaikum..." Pamit Gendhis lantas ia berjalan pulang meninggalkan Lintang.

"Haaiiihhh..." Lintang mengepalkan tangan kanannya dan memukul tiang di teras rumahnya yang tak bersalah itu.

"Lintang... apa yang sudah kamu lakukan? Jelas-jelas Gendhis bukan Gabby, kenapa masih kamu bandingkan?" Lintang merasa hatinya semakin tak menentu semenjak ia menerima cinta Gabby.

Dia tak tahu apakah harus bahagia karena hasratnya memiliki kekasih gadis dari kota yang cantik, berpendidikan, mapan, moderen, juga seksi sudah tercapai, atau kah dia harus merasa bersalah telah menduakan gadis yang selama ini begitu mencintainya.

*****

Malam itu, di kamarnya Lintang belum dapat memejamkan mata. Hatinya masih gundah gulana memikirkan dua gadis yang telah singgah di dalam hatinya. Dia teringat saat ibunya menyematkan cincin tunangan ke jari manis Gendhis.

"Dis... Andai..., sedikit saja kamu bisa mengerti keinginan ku... bahwa tak bisa dipungkiri, aku ini lelaki normal yang juga ingin mendapatkan sedikit saja sentuhan lembut dari kekasihnya. Andai saja, kamu lebih peka dan mengerti keinginan ku. Andai sekejap... saja kamu izinkan aku mendekapmu saat aku merindukanmu, mungkin... aku tak akan pernah berfikir untuk menerima cinta Gabby..." Lintang bicara sendiri.

Belum usai kegundahan hatinya terjawab, tiba-tiba handphonenya berdering.

"Lintang... kamu dari mana aja? Habis pulang dari taman tiba-tiba ngilang gitu aja nggak ada kabar. Aku telepon nggak aktif. Aku khawatir banget, kamu nggak papa kan?" Suara Gabby terdengar cemas.

"Oh... iya, Gab... sorry batre ku lowbat. Jadi nggak sempet kasih kabar kamu." Jawab Lintang berbohong. Ia khawatir acara makan malam dengan Gendhis dan keluarganya akan terganggu.

"Oohh... Tuhan... syukurlah kalau cuma lowbat. Aku khawatir tau.... takut kalau kamunya kenapa-napa." Gabby lega mendengar jawaban Lintang.

"Aku cuma pengen mastiin kamu baik-baik aja." Lanjut Gabby.

"Makasih yaaa... aku baik kok, Gab... cuma agak lelah aja." Kata Lintang.

"Ya udah kalo gitu, sekarang kamu istirahat yaaa..." Pesan Gabby...

"Okey... jamu juga yaaa... Malem..." Kata Lintang.

"Iya... met malem." Gabby menutup teleponnya.

Lintang masih terus berfikir, Gabby... gadis yang baru sore tadi menjalin hubungan dengannya, sudah bisa bicara se manis itu.

Lintang benar-benar telah tergoda dengan gadis kota itu.

*****

1
Nur Mashitoh
Riko cocoknya jd sahabat
Hairun Nisa
Kalau Lintang n Arnold masih Taruna, berarti Gaby yg sudah jadi Dokter... usianya jauh lebih tua donk ya?
Gandis juga baru lulus SMA kok bisa langsung jadi guru?
Nur Mashitoh
Tah jodohmu yg nolongin Dhis
Nur Mashitoh
kasihan Gendhis..beruntunglah nanti yg dpt jodoh Gendhis
Nur Mashitoh
Gala jodohnya Gendhis nih..sama² hatinya suci
Nur Mashitoh
pantaslah klo Lintang ga berjodoh dgn Gendhis yg sholeha karna Lintang punya sisi liar yg terpendam
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻
Ruzita Ismail
Luar biasa
⚘Senja
alur critanya mirip sinetron india "Anandi". ini menurutku ya kakak.
Afida Punya Hayat
bagus, ceritanya menarik
Sandisalbiah
penyesalan itu emang dari dulu selalu gak patuh dgn peraturan krn dia selalu datang terlambat dan sayangnya sampe sekarang gak ada yg bisa menegurnya buat sadar... hadehh.. lintang.. terima nasib aja deh...
Sandisalbiah
nah lo... sakit gak tuh... kamu yg menabur angin lintang, maka kamu yg akan menuai baday... tinggal nunggu karma buat si geby...
Sandisalbiah
karma mulai mereyap mendekat kehidupan lintang.. hemmm... selamat menikmati.... hubungan yg diawali dgn yg salah dan kebohongan juga hanya berlandaskan nafsu yaaa.. endingnya begini... rumah tangganya kacau...
Sandisalbiah
simalakama gini mah....
Sandisalbiah
nah.. makan yg kenyang hasil karya mu lintang... biar warga tau semua kebobrok kan mu... enak aja mau ngikat Ghendis, gak rela Ghendis diambil cowok aini... situ waras.... dasar kang selingkuh...
Sandisalbiah
thor.. enaknya si lintang ini kita ceburin ke kawah merapi yuk... udah egois, songong pula... pengen tak pites itu org...
N. Mudhayati: 😆😆😆 setuju bangeeet kakak.... 👍👍
total 1 replies
Sandisalbiah
pengecut berkedok pahlawan bertopeng kamu Lintang.. banci yg berkaris atas dukungan Lintang tp kamu bagai kacang lupa akan kulinya... jd gak sabar pengen lihat karma apa yg akan kamu terima karena tega menyakiti gadis yg tulus seperti Ghendis
Sandisalbiah
gak gampang buat nyembuhin luka hati pak dosen... se enggak nya perlu waktu dan kesabaran... semangat pak Gala... obatin dulu luka hati Ghendis baru rengkuh hatinya...
enokaxis_
bagus
Noer Anisa Noerma
lanjuuutttttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!