"Aku akan membantumu!"
"Aku akan mengeluarkan mu dari kehidupanmu yang menyedihkan itu! Aku akan membantumu melunasi semua hutang-hutang mu!"
"Pegang tanganku, ok?"
Pada saat itu aku masih tidak tahu, jika pertemuan ku dengan pria yang mengulurkan tangan padaku akan membuatku menyesalinya berkali-kali untuk kedepannya nanti.
Aku seharusnya tidak terpengaruh, seharusnya aku tidak mengandalkan orang lain untuk melunasi hutangku.
Dia membuat ku bergantung padanya, dan secara bersamaan juga membuat ku merasa berhutang untuk setiap bantuan yang dia berikan. Sehingga aku tidak bisa pergi dari genggamannya.
Aku tahu, di dunia ini tidak ada yang gratis. Ketika kamu menerima, maka kamu harus memberi. Tapi bodohnya, aku malah memberikan hatiku. Meskipun aku tahu dia hanya bermaksud untuk menyiksa dan membalas dendam. Seharusnya aku membencinya. Bukan sebaliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little turtle 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Hanya Remahan
Luna keluar supermarket itu dengan tergesa-gesa. Barang yang dia butuhkan tidak jadi dia beli. Lebih baik pergi dari sana daripada kesialan terus mengganggunya.
"Jika beli telur saja seharusnya aku ke minimarket, di sana juga ada. Tapi aku terlalu sok dan lebih memilih ke supermarket.." gumamnya sambil mengacak-acak rambutnya.
Luna berlari menyusuri trotoar jalan. Tanpa sadar air matanya mulai menetes. Dia sedikit bersyukur karena berita Ayahnya tidak menyebar begitu luas. Dari reaksi mereka tadi, sepertinya itu bukan kasus yang digemborkan dimana-mana. Luna sedikit bersyukur akan hal itu.
Karena dia akan sangat tidak tahan kalau Ayahnya dihina. Luna yakin Ayahnya tak bersalah. Itu hanya fitnah.
brukk~
Benar. Sekali kesialan menghampiri, itu akan terus menempel padanya seperti sebuah takdir, atau mungkin kutukan?
"Apa kau tidak punya mata?" suara yang terdengar sangat angkuh dan dingin itu membuat Luna mengangkat kepalanya, karena sepertinya dia pernah mendengar suara menyebalkan itu di suatu tempat.
"Sepertinya kau sangat hobi menabrak orang lain.." lanjutnya.
"Pria brengsek ini lagi!" gumam Luna sambil menyorot tajam pria di hadapannya itu.
"Aku yang jatuh. Jadi bukan aku yang menabrak, tapi kau!" tegas Luna.
Dia mencoba bangkit untuk pergi, sayangnya pergelangan kakinya terkilir. Dia merintih pelan sambil memijat kakinya.
Dan pria dihadapannya itu, Elio dengan wajah tak bersalahnya dia hanya menatap Luna yang sedang berusaha berdiri dengan dingin. Tanpa basa-basi menolong atau semacamnya.
"Manusia tak bernurani!" maki Luna setelahnya dia berhasil berdiri.
"Kau akan tersingkir dari masyarakat jika sopan santun mu minus!" tekannya lagi sebelum pergi.
"Kau harus memperbaiki sifatmu terlebih dahulu sebelum mengkritik ku!" seru Elio.
Luna hanya melirik sambil melewatinya.
Dia pikir kesialannya akan berakhir di sana. Namun ternyata tidak setelah seseorang dibelakang sana berteriak.
"Hei jalang kecil!"
Tanpa menoleh, tanpa memastikan siapa yang berteriak, dan siapa yang dimaksud. Dengan kaki pincangnya, Luna berlari semampunya. Karena tanpa memastikan pun dia sudah tahu jawabannya. Dialah orang yang mereka maksud.
"Aku akan mencekik mu kalau kau tertangkap!" teriak tiga orang preman dibelakang sana.
Elio menatap penampakan dihadapannya itu sama seperti terakhir kalinya. Tatapan dingin tanpa rasa iba.
"Berhenti kau jalang!"
Mungkin itu akan menjadi akhir dari kesialan Luna hari ini. Dia terjatuh karena kakinya yang sudah tidak kuat lagi untuk berlari.
Salah satu dari ketiga preman itu menjambak rambut Luna dan menyeretnya, lalu menghempasnya ke sebuah tembok bangunan dipinggir jalan.
Elio masih saja tak tergerak. Dia masih menyaksikan, seberapa jauh gadis itu bisa menahan semuanya.
Preman itu menendang Luna dan memakinya dengan ucapan kasar. Orang-orang sekitar hanya melihat dan kemudian menghindarinya, tanpa berani untuk menolong.
Melihat hal itu membuat Elio teringat akan masa lalunya. Dia tenggelam akan ingatan dimasa lalu.
Namun..
'...hanya remahan, atau mungkin serbuk.'
Tanpa izin ucapan itu terlintas begitu saja di kepalanya. Menerobos semua pikirannya.
Dan saat Elio kembali melihat Luna, entah darimana preman itu mendapatkan kayu ditangannya.
Langkahnya pun mulai tergerak. Tepat waktu saat preman itu mengayunkan kayu di tangannya ke wajah Luna.
"Tu- Tuan Muda Elio.." gumam preman itu.
Elio merampas kayu itu dari tangannya dan memukulnya keras hingga preman itu tersungkur dan darah mengalir dari kepalanya.
"Jangan memanggilku dengan mulut kotor mu, itu menjijikkan.." lirih Elio.
Dua preman lainnya membantu orang itu untuk berdiri, lalu berlari pergi.
Sedangkan Luna, dia masih meringkuk dengan tubuhnya yang gemetar.
Elio menghela napas dengan kasar sambil menatap ke sembarang arah.
"Berdiri!" ucap Elio dengan nada bicara kesehariannya.
"Hei!" seru Elio karena Luna tak menghiraukannya.
"Apa kau juga tuli?!" ucap Elio semakin keras.
Luna yang tak menunjukkan sedikit respon itu membuat Elio geram. Dia menurunkan pandangannya dan menatap Luna yang meringkuk di sudut sana, kemudian menarik lengannya dengan kasar.
Dan Luna pun berteriak histeris.
"Lepaskan! Aku mohon ampuni aku, aku akan membayarnya sesegera mungkin~"
Elio terkesiap melihat hal itu. Penampilan yang sangat kacau balau. Air mata deras dan juga tubuhnya yang gemetar hebat.
'...hanya remahan, atau mungkin serbuk...'
Lagi-lagi ucapan itu menggoyahkan pertahanannya.
"Sial!" umpat Elio seraya melepas jas nya. Lalu melemparkannya ke atas kepala Luna.
"Kau terlihat sangat buruk dan menyedihkan!"
"Seharusnya kau tak berurusan dengan orang seperti mereka.."
Tangis Luna terhenti. Dia mengusap wajahnya, lalu mengangkat kepalanya. Dia menatap Elio penuh dengan kebencian.
Dia bangun, lalu melempar kembali jas milik Elio ke wajahnya. Elio memejamkan matanya sejenak untuk menahan emosinya yang hampir saja meledak.
"Kau tau apa tentang hidupku?"
"Kau tidak akan pernah tau apa yang kurasakan! Orang sombong seperti mu tidak akan pernah tau!" teriak Luna.
Elio hanya diam dan mengepalkan tangannya. Dia berusaha menahan emosi yang sedari tadi sudah berada di puncak kepalanya.
Luna menghela napas beratnya lalu berbalik dan pergi. Tidak ada hal baik yang terjadi ketika dia bertemu dengannya. Itu yang Luna pikir.
"Kau tau, ada saatnya orang berada dibawah, dan ada saatnya pula orang berada diatas. Roda kehidupan itu terus berputar. Tuhan pun juga adil.."
Ucapan Elio menghentikan langkah Luna.
"Jadi jangan merasa dirimu adalah orang yang paling menderita di dunia ini. Dan jangan berpikir hanya kau yang pernah mengalaminya.."
Bulir bening kembali menggenang di wajahnya. Apa yang diucapkannya tidak salah.
"Apa aku terlalu berlebihan dalam mengartikan kehidupan?" gumam Luna.
Elio mendekat, kemudian mencengkeram kedua bahu Luna. Luna yang telah kehabisan tenaga dengan isi kepalanya yang kosong itu hanya diam seperti mayat hidup.
"Ku kira ucapannya benar. Tapi apa ini?" gumam Elio.
"Tubuhmu bahkan sudah seperti kain lap hanya karena digertak sedikit. Sepertinya akan lebih mudah untuk menghancurkan mu.." lanjutnya sambil mencubit dagu Luna.
"Kau seharusnya lebih berusaha lagi untuk menyembunyikan kelemahan mu, agar ucapan orang itu bisa meyakinkan ku!"
Elio menyiah rambut Luna dan mendekatkan wajahnya di samping telinga Luna.
"Kau memang benar-benar tak pantas mendapatkan belas kasihan ku!"
Luna menengadahkan kepalanya menatap Elio dengan tatapannya yang kosong itu. Dan secara tiba-tiba dia mengulurkan tangannya pada wajah Elio. Tentunya hal itu membuat Elio tersentak kaget.
"Luka apa ini?"
Dengan berani Luna menyentuh bekas luka gores sepanjang kening hingga bawah mata di sisi kiri wajah Elio.
"Apa kau mendapatkan nya karena terlalu banyak mengatakan omong kosong?"
Dia menggerakkan tangannya dan kini berhenti di depan bibir Elio.
"Kau mau mendapatkannya disini?"
"Agar kau bisa menutup mulutmu!"
Setelah melakukan keberanian sebesar itu, Luna berbalik dan pergi begitu saja. Tanpa takut pria itu akan mengejar dan menghabisinya. Meskipun hal itu terjadi, Luna sudah tak perduli lagi.
'Jika aku mati, aku tidak perlu bersusah payah banting tulang untuk melunasi hutang Mama,' batinnya saat itu.
Elio menahan tawanya sambil menyiah rambutnya. Kemudian menendang jas nya yang Luna lempar ke tanah. Lalu tertawa seperti orang gila.
"Dia sungguh menarik.."
"Sepertinya hidupku akan sedikit menyenangkan kalau aku bisa menggenggamnya di tanganku,"
mampir juga dong ke karya terbaruku. judulnya "Under The Sky".
ditunggu review nya kaka baik... 🤗