Gubee, Pangeran Lebah yang ingin merubah takdirnya. Namun semua tidaklah mudah, kepolosannya tentang alam membuatnya sering terjebak, dan sampai akhirnya menghancurkan koloninya sendiri dalam pertualangan ini.
Sang pangeran kembali bangkit, mencoba membangun kembali koloninya, dengan menculik telur calon Ratu lebah koloni lain. Namun, Ratu itu terlahir cacat. Apa yang terjadi pada Gubee dan Ratu selanjutnya?
Terus ikuti ceritanya hingga Gubee terlahir kembali di dunia peri, dan peperangan besar yang akan terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R M Affandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Batu Zambrud Ajaib
Peri lebah tertua menyentuh batu zambrud yang ada di hadapannya. Batu Zambrud berbentuk persegi yang dua kali lebih tinggi dari Peri lebah itu memancarkan cahaya terang. Perlahan cahaya itu meredup, menampakkan sebuah gambar keadaan sebuah sarang lebah tempat di mana Gubee sebelumnya berada.
Apa yang terjadi di sarang Gubee diperlihatkan oleh batu itu. Terlihatlah ratusan semut merah berbaris di aula tempat Gubee di semayamkan. Di depan barisan itu ada Antber yang memimpin mereka untuk memberikan penghormatan terakhir.
Mereka menundukkan kepala bersama-sama kepada jasad Gubee. Lalu melakukan tarian yang memiliki arti, seakan-akan sedang melakukan ritual kematian untuk Ratu mereka sendiri. Dan bunyi irama hentakan kaki terdengar jelas mengiringi setiap gerakan itu.
“Itu Antber!” ujar gubee tersenyum senang menyaksikan wajah sahabatnya terpampang di permukaan batu zambrud.
“Handbee telah mengabarkan tentang kematianmu kepada koloni semut merah. Sekarang mereka sedang melakukan upacara penghormatan terakhir padamu Gubee. Jasamu kepada koloni semut merah akan selalu tercatat dalam sejarah koloni mereka,” ucap Peri lebah tertua menjelaskan situasi yang terjadi di sarang Gubee.
“Aku akan sangat merindukan mereka semua.” Wajah Gubee tampak canggung. “Dimana Handbee?
Peri lebah tertua kembali menyentuh batu zambrud di hadapannya. Pemandangan di batu itu berubah. Batu itu menampakkan suasana kamar Ratu lebah. Di dalam kamar itu terlihat Ratu lebah sedang melahirkan telur-telurnya.
Telur putih transparan yang berukuran kira-kira satu sampai dua milimeter, satu persatu secara terus menerus keluar dari perut Ratu lebah. Bentuk telur itu lebih mirip seperti butiran nasi kecil yang sedikit melengkung.
Handbee ada di ruangan itu bersama puluhan semut merah pekerja. Mereka sedang memindahkan telur Ratu lebah yang berjumlah hampir ratusan ke tempat penyimpanan telur yang ada di ruangan itu.
“Ratu lebah sedang melahirkan telur yang telah kau buahi. Sarang itu akan kembali dihuni oleh kolonimu Gubee,” ucap Peri lebah tertua.
“Aku hanya melakukan satu kebaikan, tapi Antber membalas kebaikanku itu berkali-kali! Aku sangat beruntung bisa mengenal semut merah itu.” Gubee terharu menyaksikan puluhan semut merah pekerja yang sedang bahu-membahu membantu persalinan sang Ratu.
“Benar. Kau sangat beruntung bisa bersahabat dengan Antber dan koloninya. Mereka adalah serangga yang berjiwa sosial dan selalu mengingat sejarah. Mereka tidak akan melupakan kebaikanmu, dan akan membantu kolonimu secara turun temurun.
“Apa Antber juga menjadi peri nantinya?
“Mungkin! Tapi sesudah dia menjalani satu kehidupan lagi. Setelah kehidupannya saat ini berakhir, dia akan kembali terlahir menjadi semut merah, tetapi bukan semut merah penjaga, melainkan pangeran semut merah. Ketika dikehidupannya sebagai pangeran, dia melakukan kebaikan, maka dia akan terlahir menjadi peri semut merah. Setiap serangga jantan yang akan menjadi peri harus melewati fase hidup sebagai pangeran terlebih dahulu, sedangkan serangga yang betina melewati fase hidup sebagai ratu.
“Apa dia akan terlahir disini?” tanya Gubee berharap. Raut wajahnya berubah senang.
“Tidak. Dia punya tempatnya sendiri.
Wajah Gubee kembali lemah. Jawaban peri lebah tertua tidak seperti apa yang disangkakannya. Ia terus menatap batu zambrud yang memperlihatkan kesibukan semut merah di kamar Ratu lebah. Rasanya, ia ingin kembali berada ditengah-tengah serangga itu.
Sejak hari itu, Gubee mulai menjalani hidupnya sebagai peri lebah. Ia yang baru terlahir sebagai peri di istana itu, selalu mendapatkan bimbingan untuk menjalani hidup sebagai peri.dari Peri lebah tertua. Sesekali mereka menggunakan kekuatan batu zambrud untuk mengetahui apa yang terjadi di sarang Gubee. Dan tiga puluh hari pun tak terasa berlalu di istana peri lebah itu.
Di suatu malam, Gubee dan para Peri lebah mendapat perintah dari Sang pencipta. Mereka diperintahkan turun ke hutan gunung Alpen untuk melakukan sebuah tugas penting, karena musim panas akan berakhir, dan musim gugur akan segera datang.
Setiap dari mereka membawa sekantong serbuk ajaib yang terikat di pinggang mereka masing-masing. Serbuk-serbuk itu akan mereka taburkan nantinya di setiap kuntum-kuntum bunga yang tumbuh di hutan gunung Alpen.
Serbuk ajaib itu berguna untuk memekarkan kuncup bunga dan mengisi kembali cairan nektar yang telah kosong pada setiap tangkai bunga, agar serangga-serangga yang ada di hutan gunung Alpen tidak kesulitan mengumpulkan makanan untuk persiapan musim gugur dan musim dingin yang akan segera tiba.
Sesampainya di hutan gunung Alpen, Gubee dan para Peri lebah tertua mulai menaburi serbuk ajaib pada setiap kuntum bunga. Di bawah cahaya rembulan yang bersinar terang di atas hutan gunung Alpen, mereka berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Serbuk ajaib yang terdapat di dalam kantong berwarna emas yang mereka bawa, tidak terlihat berkurang sedikitpun walau mereka terus menaburkannya pada setiap bunga. Seolah-olah serbuk yang bersinar itu dapat kembali tumbuh dengan cepat setelah diambil.
Terus menyusuri setiap bagian hutan yang ditumbuhi bunga, akhirnya tibalah Gubee dan para Peri lebah di hamparan bunga yang tumbuh tak jauh dari sarang Gubee. Ia terus memandangi sarang itu, dan sesekali tangannya tetap menaburi serbuk ajaib pada bunga-bunga yang ada di sekitarnya.
“Apa kau merindukan tempat itu?” Peri lebah tertua mendekati Gubee. Ia melihat serbuk yang ditaburkan Gubee tak lagi mengenai mahkota bunga.
Gubee tersentak. Ia baru saja melamunkan dirinya yang telah sebesar manusia kembali kecil seperti lebah, bisa kembali memasuki sarangnya, dan dapat kembali membawa nektar untuk lebah di sarang itu. Ia sangat ingin membantu koloni lebah yang bersarang di pucuk pohon Willow yang sedang dipandanginya.
“Mereka akan baik-baik saja Gubee! Serbuk ajaib yang kita taburkan malam ini akan memenuhi kebutuhan mereka hingga musim semi kembali tiba,” imbuh Peri lebah tertua, mengerti dengan apa yang Gubee pikirkan.
Gubee mengalihkan pandanganya ke sebuah gundukan tanah yang ada di antara akar pohon Willow yang tumbuh subur di sisi selatan hamparan bunga di dekatnya itu. Ia menghentikan getaran sayapnya, turun menginjak tanah di sela-sela rumpun bunga. “Apa Antber dan koloninya juga akan baik-baik saja?” tanyanya kemudian.
Peri lebah tertua ikut memandangi sarang koloni yang Gubee maksud. “Pasti! Mereka tidak hanya akan mendapatkan nektar yang melimpah, tetapi juga akan mendapatkan banyak ulat mati di musim gugur,” jawab Peri lebah tertua meyakinkan Gubee.
“Mari lanjutkan pekerjaan kita! Sebelum fajar menyingsing di puncak gunung Alpen, tugas ini harus selesai,” ajak Peri lebah tertua, terbang kembali mencari hamparan bunga selanjutnya.
Mereka bergerak melayang bersamaan menuju sisi lain hutan gunung Alpen. Memeriksa setiap sudut hutan, memastikan tidak ada satupun kuntum bunga yang tertinggal.
Saat fajar telah membayang di sudut langit, mereka kembali menuju istana peri lebah yang mengapung di balik awan.
Lanjut Bab 35