Menikah karena perjodohan, dihamili tanpa sengaja, lalu diceraikan. Enam tahun kemudian tak sengaja bertemu dengan mantan suami dalam situasi yang tak terduga.
Bertemu dengan Renata dalam penampilan yang berbeda, membuat Mirza jatuh dalam pesonanya. Yang kemudian menumbuhkan hasrat Mirza untuk mendapatkan Renata kembali. Lantas apakah yang akan dilakukan oleh Renata? Apalagi ketika mantan suaminya itu tahu telah ada seorang anak yang lahir dari hasil ketidaksengajaan dirinya di malam disaat ia mabuk berat. Timbullah keinginannya untuk merebut anak itu dari tangan Renata. Apakah Renata akan membiarkan hal itu terjadi? Ataukah Renata memilih menghindar dan membuka hati untuk pria lain?
“Kamu sudah menceraikan aku. Diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi tolong jangan ganggu aku.”
- Renata Amalia -
“Kamu pernah jadi milikku. Sekarang pun kamu harus jadi milikku lagi. Akan aku pastikan kamu dan anak kita akan berkumpul kembali.”
- Mi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Siapa Anak Itu?
PMI 29. Siapa Anak Itu?
Kepergian Vanessa membuat Mirza merasa lega. Akhirnya ia tidak perlu repot-repot lagi mencari alasan untuk menghindari wanita itu. Lama-lama ia malah merasa bosan dengan hubungannya yang tak pernah ada kejelasannya itu.
Sore harinya, Ronal datang mengantarkan mobil untuk Mirza. Sebuah innova berwarna hitam sudah terparkir manis. Usai menyerahkan kunci mobil pada Mirza, Ronal kemudian pamit pulang.
Belum kembalinya Vanessa sejak pergi beberapa jam lalu, menjadi kesempatan buat Mirza untuk berkendara seorang diri untuk berjalan-jalan mencari udara segar.
Menepikan sejenak mobil di luar pintu gerbang resor, Mirza sedang menunggu seseorang. Tak berapa lama ia menunggu, sebuah Honda Brio berwarna putih terlihat keluar dari gerbang. Mirza mengenali siapa pengendara mobil itu saat pagi tadi ia melihat Renata turun dari mobil itu.
Mirza kemudian mulai mengemudikan mobilnya mengikuti mobil Renata diam-diam dari jarak yang aman. Rasa penasaran ingin tahu tentang kehidupan Renata sekarang itu mendorong Mirza nekat melakukan hal ini, memata-matai Renata hanya demi memuaskan rasa penasarannya itu.
Hampir 30 menit berkendara, mobil Renata terlihat memasuki pekarangan sebuah rumah sederhana. Mirza menepikan mobilnya tak jauh dari rumah itu, namun dari jarak yang masih bisa menjangkau pandangan.
Mirza sempat meminta nomor ponsel Renata pada salah satu pegawai resor. Tapi mereka tidak memberitahu dengan alasan privasi. Akhirnya hal inilah yang terpikirkan oleh Mirza, mengawasi Renata.
“Jadi, kamu tinggal di sini selama ini, Ren?” gumam Mirza sembari memperhatikan rumah itu dari balik jendela mobil. Dari kejauhan ia bisa melihat Renata turun dari mobil itu. Lalu kemudian tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke luar menyambut Renata. Anak kecil itu memeluk Renata erat saat Renata membungkuk.
Mirza termangu melihat pemandangan itu. Sekilas jika diperhatikan, interaksi antara Renata dan anak kecil itu terlihat seperti seorang ibu dan anaknya.
“Siapa anak itu?” gumam Mirza sambil terus memperhatikan Renata dan anak itu. Seketika ia pun dibuat penasaran tentang anak itu. Setahunya, ketika ia bercerai dari Renata, Renata tidak dalam keadaan hamil. Mana mungkin anak itu anaknya dengan Renata. Jika anak itu bukan anak Renata, lalu anak siapa?
Ingatan Mirza pun tiba-tiba memutar kembali ke masa dimana tanpa sengaja ia menodai Renata di malam ia mabuk berat. Yang ia takutkan akan membuat Renata hamil. Akan tetapi, setelah kejadian itu sampai ketika ia bercerai, Renata samasekali tidak menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Lalu siapa anak kecil itu?
Mirza masih memperhatikan Renata dan Dito dengan rasa penasaran yang kian membumbung saat tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Guntur, asisten produser yang menelepon.
“Iya, ada apa?” tanya Mirza.
“Maaf, kapan kira-kira kembali?”
“Mungkin dalam satu dua hari ini. Oh ya, gimana dengan proyek drama terbaru? Kapan mulai syutingnya?”
“Mungkin minggu depan, Pak. Tapi mohon maaf, Pak. Sutradara tidak ingin menggunakan Vanessa lagi sebagai pemeran utamanya.”
“Loh, kenapa?” Mirza terkejut. Selama ini Vanessa selalu mendapat peran utama itu berkat dirinya, walaupun akting Vanessa masih tidak mumpuni. Mungkin kali ini sutradara benar-benar tidak bisa lagi memberi toleransi.
“Nanti Pak Mirza tanya langsung saja ke sutradara. Biar lebih jelas. Kalau begitu saya tutup dulu teleponnya, Pak.”
Sambungan telepon diputus. Mirza menghembuskan napasnya resah. Ada apa lagi ini? Mengapa sutradara tidak lagi menuruti permintaannya? Dua drama Vanessa sebelumnya terbilang cukup sukses, walaupun banyak sekali komentar-komentar miring yang mewarnai saat penayangan drama itu.
Namun drama-drama itu cukup sukses dan melambungkan nama Vanessa di industri hiburan ini. Beberapa tawaran iklan pun mulai berdatangan. Dan Vanessa mulai dikenal di dunia entertainment. Semua itu berkat dirinya. Mirza tak habis pikir, apa yang membuat sutradara berubah pikiran. Padahal jauh-jauh hari mereka sudah sepakat akan memilih Vanessa sebagai tokoh utama drama itu.
Karena Guntur yang menelepon tiba-tiba di situasi yang kurang tepat, Mirza pun kehilangan Renata dan anak kecil itu dari penglihatannya. Ingin bertandang ke rumah itu sebagai tamu, tapi ia tidak berani. Ia juga tidak yakin Renata mau menerimanya.
“Halo, Ton. Aku bisa ketemu kamu tidak, sebentar saja?” tanya Mirza menghubungi Tony saat terbersit dalam kepalanya ingin menanyakan tentang Renata pada Tony. Sahabatnya itu pasti tahu banyak tentang Renata. Karena mereka sekarang sedang dekat.
“Sorry, ya, Za. Aku tidak bisa. Aku ada acara penting beberapa jam lagi. Lain kali saja, gimana?”
“Satu dua hari ini aku mungkin pulang.”
“Ya sudah. Gimana kalau besok saja? Hari ini aku benar-benar tidak bisa. Sorry, ya, Za?”
Mirza membuang napas kasar saat sambungan telepon diputus. Tony tidak menyanggupi permintaannya untuk bertemu, sedangkan ia tidak berani menyambangi Renata langsung ke rumah itu. Namun rasa penasarannya sudah kian membumbung tinggi. Ia sungguh ingin tahu siapa anak kecil yang dipeluk Renata itu.
****
Matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Berganti dengan rembulan yang perlahan mulai merangkak naik menyinari malam.
Renata sudah berdandan cantik, anggun, namun sopan dengan dress sampai betis berwarna merah jambu. Tony sudah datang menjemputnya.
“Benar, nih, Dito tidak mau ikut?” tanya Renata memastikan. Ia sudah mengajak Dito untuk ikut bersamanya bertemu orangtua Tony. Tapi anak itu menolak dengan alasan lelah dan sudah mengantuk.
“Iya. Bunda jangan lama-lama, ya, di rumah Ayah,” pinta Dito.
“Iya. Bunda tidak akan lama, kok.”
“Ayah pinjam Bunda sebentar, ya? Oh ya, Dito mau Ayah bawain apa kalau pulang?” tanya Tony menawarkan.
Dito menggeleng. “Aku tidak mau apa-apa. Mainan, kan, sudah banyak?”
“Ya sudah, kalau gitu Ayah dan Bunda pamit dulu, ya?” Tony mengusap lembut kepala Dito sembari tersenyum manis.
“Hati-hati di jalan, ya, Ayah?”
“Iya.”
“Bu, saya titip Dito sebentar, ya, Bu?” kata Renata pada Bu Ningsih yang ikut mengantar sampai ke teras rumah.
Bu Ningsih mengangguk mengiyakan. “Semoga lancar, ya, Ren. Saya akan mendoakan.”
Renata dan Tony kemudian naik ke mobil usai berpamitan. Sejurus kemudian mobil Tony mulai meninggalkan pekarangan rumah.
Dito melambaikan tangan mengiringi mobil yang mulai menjauh, lalu menghilang dari pandangan. Bu Ningsih kemudian mengajak Dito masuk ke dalam rumah. Baru saja mereka hendak melangkah, tiba-tiba saja terdengar suara asing menyapa.
“Selamat malam?”
Bu Ningsih dan Dito pun menoleh. Tampak seorang pria asing berdiri di depan teras, tersenyum memandangi Dito.
“Selamat malam. Maaf, Anda cari siapa? Dan Anda ini siapa?” tanya Bu Ningsih mengerutkan dahinya.
“Saya teman lama Renata.”
Mendengar pria itu mengaku sebagai teman lama Renata, mendadak perasaan Bu Ningsih pun menjadi tak enak. Mendadak pula timbul kekhawatirannya pada Dito. Ia kemudian berbisik pada Dito, meminta Dito masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di dalam kamar.
Dito menurut. Anak kecil itu kemudian masuk ke dalam rumah meninggalkan Bu Ningsih dan Mirza yang memandangi kepergiannya sampai menghilang dibalik dinding saat anak itu berbelok.
Rupanya sejak tadi Mirza belum beranjak dari tempatnya mengintai. Rasa penasaran tentang Dito yang membuat Mirza akhirnya memutuskan untuk mengawasi Renata diam-diam. Begitu Renata pergi dibawa Tony, ia lalu memberanikan diri menyambangi rumah itu.
Melihat Dito membuat jantung Mirza berdebar-debar. Anak tampan itu seketika mencuri perhatiannya. Padahal ia tidak tahu siapa anak itu, tapi perasaannya seolah merasa dekat dengan anak itu. Seperti ada sebuah ikatan yang tidak terlihat.
“Saya boleh bertemu Renata, Bu?” tanya Mirza berpura-pura. Padahal ia sudah melihat sendiri Renata baru saja pergi.
“Renata baru saja pergi, sama calon suaminya.”
“Oh, begitu ya. Rupanya saya datang terlambat. Kalau begitu apa saya boleh bicara sebentar dengan Ibu?”
“Boleh. Tapi jangan lama-lama, ya. Soalnya cucu saya sudah ngantuk katanya.”
“Saya boleh masuk?”
“Maaf, tidak bisa. Bukannya tidak menghargai tamu, tapi ada yang harus saya jaga. Silahkan, apa yang ingin Anda bicarakan.”
“Saya boleh tau siapa anak kecil yang tadi bersama Ibu? Apa benar dia cucu Ibu?”
To be continued...
enak bnget ya Claudia bekas simpanan tp masih di cintai tony, semoga Renata cpt tau kl tony gk bisa move on biar cpt cerai sblm terlambat dan hamil nnti mlh tambh repot dah hamil si tony masih berhub dng mantan.