18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Danu berjalan bolak-balik di dalam kamarnya, satu tangan berkacak pinggang, dan tangan lainnya memegang benda tipis berbentuk segi empat. Dia berusaha keras menghubungi nomor Nina, namun hanya suara operator yang terdengar di telinganya.
"Arggghhh... Tenang Danu, Nina itu Nesa dan Nesa biasa melakukan ini, mematikan ponselnya hingga lebih dari seminggu. Sabar, ini baru sehari nomornya tidak bisa di hubungi, dan kata mas Haidar, Nina selalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai karyawan"
Danu masih terus mencoba melakukan panggilan, dan lagi lagi suara operator yang mengatakan untuk mencobanya beberapa saat lagi. Merasa frustasi, Ia melemparkan ponselnya ke atas kasur, lalu kembali berkutat di depan laptop untuk menyelesaikan pekerjaannya yang ia bawa pulang.
Walau pikirannya sudah di alihkan pada segudang pekerjaan kantornya, tapi otak Danu seolah tak berhenti memikirkan Nina.
"Ahh Nina permainanmu sungguh cantik, mulai dari penyamaranmu, permainan ranjangmu, dan sekarang kamu begitu cerdik main petak umpet denganku" Danu menggelengkan kepalanya. "Hhhh kau benar-benar jenius.
"Aku tak pernah sekalipun melihatmu marah dengan sikapku, atau membalas makian setiap kali aku mengumpatmu. Pantas saja papa dan mama akan membuangku jika aku menceraikanmu.
Dimana kamu Nina?" Danu mengusap wajahnya kasar.
******
Pagi ini tampak lebih cerah dari biasanya. Seakan langit membocorkan angin surga ke bumi.
Setelah memarkirkan mobil di area parkir kantor, Danu melangkah lunglai menuju gedung miliknya. Beberapa karyawan tampak sedang antri menyentuh monitor absensi, termasuk Rara.
"Selamat pagi pak" ucap mereka bersamaan
"Selamat pagi" Danu terus melangkahkan kakinya ke arah Lift.
Dengan tergopoh Rara berlari mensejajarkan langkahnya dengan Danu, bahkan dia menyerobot antrian absen begitu melihat bosnya datang.
"Selamat pagi pak?"
"Pagi" suara lift terbuka, mereka bersama-sama memasukinya, lalu Danu menekan tombol angka sepuluh.
Selama di dalam lift, ekor mata Rara terus memindai penampilan Danu dari atas sampai bawah.
"Pakaiannya si rapi, tapi mukanya kusut, ada apa dengannya?"
"Ra bikinin saya kopi sekarang" ucap Danu tiba-tiba sebelum memasuki ruangannya.
"Baik pak"
"*Tumben pagi-pagi minum kopi, biasanya kan selalu teh Chamomil*e, sementara kopi yang ku sediakan juga selalu utuh." Batin Rara.
Pagi telah berganti siang, seolah waktu berjalan tanpa melengos ke belakang. Danu masih berusaha menghubungi ponsel istrinya yang masih belum aktif.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar, Rio berjalan menuju meja Danu dengan tangan membawa sebuah amplop coklat. Dia mengernyitkan dahi saat mendapati atasannya menampilkan wajah lesu serta kuyu.
"Ada apa lagi?" tanya Rio di sertai gerakan tangan meletakan amplop di atas meja.
"Ponsel Nina sampai sekarang belum bisa di hubungi Ri"
"Apa Nina biasa mematikan ponselnya?"
"Entahlah, selama ini aku tidak pernah menghubunginya" jawab Danu lesu "Tapi Nesa biasa mematikan ponselnya sampai berhari-hari"
"Dasar bodoh" maki Rio tanpa takut.
"Apa maksudmu mengataiku bodoh?"
"Nesa itu bukan Nina, walaupun mereka orang yang sama, tapi peran mereka berbeda. Nina istrimu, dan Nesa selingkuhanmu, jelas Nesa lebih sering mematikan ponselnya, dan akan menghubungimu saat dia merindukanmu" tegas Rio "Apalagi posisi Nesa saat itu serumah denganmu, dia hanya mengaktifkan sebentar lalu mematikannya kembali, biar kamu tidak curiga, biar misinya tetap aman"
Danu terkesiap mendengar ucapan sang asisten, lalu reflek menelan ludahnya sendiri.
"Sudah jangan di bahas dulu, nanti aku bantu melacak nomor istrimu. Gara-gara kamu, rahasia perusahaan hampir di retas oleh pembajak. Semua data sudah aku perbaiki, salinannya ada di situ" Sambung Rio menunjuk amplop coklat yang tadi di bawanya.
"Apa ini sudah di verifikasi?" yakin aman, dan tidak ada kesalahan?"
Rio menganggukan kepala sebagai jawaban. Danu meraih amplop tersebut lalu membukanya dan membacanya dengan teliti.
"Ra, pesan makan siang dan bawa ke ruangan Danu, untuku dan bos bodohmu ini?" ucap Rio di balik telfon, lalu meletakan gagang telfonnya ke tempat semula, Sedangkan Danu masih fokus dengan aktifitasnya.
Beberapa menit telah berlalu, Rara memasuki ruangan Danu dengan membawa dua porsi makanan di tangannya.
"Ini pak makan siangnya"
"Kamu taruh di situ Ra" Rio menunjuk meja dan sofa yang letaknya di samping meja kerja Danu.
"Mot lemot makan dulu" sambungnya yang ditujukan pada Danu.
Rara terkekeh mendengar ucapan Rio.
"Memang tidak takut di pecat pak Rio? "tadi bodoh sekarang lemot" pungkas Rara menahan senyum.
"Mana berani di mecat saya Ra?"
"Kalian bisa diam tidak?" sambar Danu dengan sorotan mata tajam. Pandangannya ia alihkan pada Rio dan Rara bergantian.
Rara yang menyadari delikan mata dari atasannya bergegas melarikan diri keluar dari ruangan, masih dengan kekehannya yang sedari tadi ia tahan.
"Kamu juga ngapain ngatain aku di depan sekretaris aneh?"
Rio menarik sudut bibirnya "Sepertinya semenjak Nina meninggalkanmu, IQ mu berkurang setiap hari. Bahkan rahasia perusahaan hampir saja bocor" Rio melangkahkan kaki menuju sofa, langkahnya di ikuti oleh Danu, mereka menikmati makan siang bersama di dalam ruangannya.
Sepulang dari kantor Danu melajukan mobilnya ke arah rumah orang tuanya. Sang ayah yang sebelumnya sudah memberitahukan lewat pesan singkat, menyuruh Danu menemuinya untuk membahas masalah yang hampir membuat perusahaannya kebobolan.
"Assalamu'alaikum mah" Tampak mamanya sedang membantu ART memasak di dapur. Danu segera meraih tangan wanita yang telah melahirkannya, lalu mencium punggung tangannya takzim.
"Waalaikumsalam, kamu mandi dulu Nu, setelah itu temui papa di ruang kerjanya"
Tanpa menjawab ucapan mamanya, ia melangkahkan kaki menaiki anak tangga, menuju kamar miliknya.
Selesai dengan aktifitas mandi, Danu segera pergi ke ruangan di mana papanya menunggu.
"Pah" sapanya Singkat seraya mencium punggung tangan papanya.
"Duduklah" Danu langsung menuruti perintah lelaki itu. "Bagaimana kabarmu?" dan bagaimana upaya kamu mencari istrimu?"
"Kabarku baik pah, soal Nina belum ada hasil, kemarin mas Haidar sudah memberi nomor ponselnya, tapi sampai sekarang belum bisa di hubungi"
"Apa kamu benar-benar menyesal?" tanya papa seraya memicingkan mata. Danu tampak mengangguk "Apa lebih baik kalian bercerai saja?"
Dengan cepat Danu mengangkat kepala menatap sang papa penuh heran "Kok papa malah menyuruhku bercerai si?"
"Papa belum yakin dengan penyesalanmu, papa takut jika kamu berselingkuh lagi di belakangnya"
Mengenai perselingkuhannya, hanya Danu, Nina, Rio dan Irma yang tahu tentang Nesa.
"Aku serius pah, aku tidak mau bercerai darinya?"
"Dulu kamu begitu ngotot ingin pisah, sekarang giliran papa menyuruhmu bercerai kamu menolaknya?" ada apa?" kenapa?"
"Nina itu kan Nesa pah, selingkuhanku yang sudah ku renggut keperawanannya" Danu membatin, tidak mungkin ia mengatakan kebenaran pada orang tuanya.
"Aku mencintainya, aku memang terlambat menyadarinya" celetuknya dengan menundukan kepala serta tangan yang saling bertaut di atas pangkuan.
"Pikirkan matang-matang, jangan sampai dia kembali untuk kamu sakiti"
"Sudah sangat matang pah?"
Pak Rusdi menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kasar sambil menggelengkan kepala "Lalu bagaimana masalah perusahaan, apa kamu dan Rio sudah menanganinya?"
"Sudah pah, Insya Allah aman"
"Apa ada mata-mata di dalam perusahaan?"
"Soal itu sedang kami selidiki diam-diam pah"
Setelah mereka terlibat pembicaraan yang cukup serius, terdengar suara adzan Maghrib berkumandang.
"Papa minta ini yang pertama dan terakhir terjadi di perusahaan kita. Sudah Adzan, temani papa sholat di Masjid"
"Baik pah"
Danu bersiap untuk sholat jamaah di masjid bersama papanya, saat sedang mengenakan baju kokonya mengancingkan bajunya satu persatu, ia teringat ucapan rekan bisnisnya.
"Benar ucapannya, di permainan catur, raja belum tentu menang ketika ratunya gugur. Tanpa seorang ratu, sang raja kehilangan kekuatannya, dan ahirnya ikut tumbang. Sama halnya denganku saat ini, Tanpa Nina hidupku benar-benar kacau, rapuh porak poranda. padahal dulu saat ada dia, hidupku sangat mulus, urusanku sangat lancar"
BERSAMBUNG
**Kita percepat partnya yuk, sudah ngga sabar dengan pertemuan Danu dan Nina. Nanti ada juga part tentang taarufnya Rio dan Irma, dengan kebohongan Irma 😀😀
happy reading... maaf jika ada typo dan tulisan vulgar dari cerbung yang receh ini 🤗🤗**