Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Javier vs Windi
Kanzha mengusap lengan Javier, menyuruhnya untuk tenang dan sabar. Ummah pun meminta Javier untuk duduk.
Sedangkan Windi, entah kenapa ia seperti seperti orang kemalingan. Antara sadar dan tidak, dadanya seakan terasa sesak.
"Suatu kebanggaan bagi kami bisa menjalin hubungan dengan keluarga Abdillah." Lanjut Babah.
Beberapa tamu undangan mulai ricuh. Mereka mulai menebak-nebak.
"Kepada Pak Tristan Abdillah, kami mohon maju ke depan."
Abi Tristan beranjak dari duduknya. Ia menghampiri Babah ke depan. Windi mengerutkan keningnya. Javier memperhatikan Abi Tristan saat berjalan mendekati sang Babah.
"Kakak, dia... "
"Dia Tuan Tristan. Orang tua dari gadis yang akan bertunangan denganmu." Bisik Kanzha kepada, adiknya.
Javier menundukkan kepala. Ia tidak tahu harus berbuat apa kali ini. Ia merasa kecewa kepada orang tuanya.
"Nah ini dia, calon besan saya." Ucap Babah dengan Bangga.
"Pak Tristan, Terima kasih sudah mau menerima lamaran keluarga kami."
"Sama-sama, Pak Haji."
Windi melongo melihat pemandangan di depan sana. Ia masih menebak-nebak dalam pikirannya. Ia mungkin mengira bahwa Abinya telah menjodohkan Winda dengan Javier.
"Monggo silahkan, Pak Tristan."
Babah memberikan mic kepada Abi Tristan
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."
"Saya tidak akan bicara panjang lebar di sini, karena ini sebenarnya bukan ranah saya. Dua hari yang lalu Pak Haji Ahmed mengajak saya bertemu untuk membicarakan perihal anak-anak kami. Dan dengan kedua tangan terbuka saya menerima niat baik beliau. Tapi saya masih ingin mendengar langsung dari calon menantu saya. Sebelumnya saya panggil dulu calon perempuannya."
Hati Windi menjadi tak karuan. Sedangkan Winda menahan senyumnya melihat ekspresi wajah adiknya saat ini.
"Ananda Windi, kemarilah."
Sontak Windi terkejut mendengar namanya dipanggil oleh Abinya. Ia masih terpaku di tempat duduknya.
Sedangkan Javier ia langsung mengangkat kepalanya mencari keberadaan gadis yang dipanggil. Ia masih bertanta-tanya apakah Windi yang dipanggil adalah Windi yang sama dengan dengan gadis pujaannya.
"Windi, Abi mu memanggil." Ujar Bunda Salwa.
"A-apa kita tidak salah dengar?" Tanya Windi.
"Tentu tidak, kamu yang Abi panggil. " Ujar Winda seraya tersenyum menyentuh lengan adiknya.
"Windi kemarilah." Ujar Abi Tristan kembali.
Bunda menyuruh Fadil mengantarkan adiknya ke depan.
Meski dengan perasaan yang bercampur aduk, Windi pun maju menggandeng lengan Abangnya. Pandangannya menunduk karena malu menjadi pusat perhatian.
Javier berdiri. Matanya berbinar saat melihat gadis pujaan hatinya berjalan ke depan. Ia tidak peduli dengan orang yang berjalan di samping Windi.
Babah pun memanggil Javier untuk maju ke depan.
Meski dengan menahan sedikit nyeri di kakinya, Javier melangkah pasti ke depan.
Dag dig dug
Ada jantung yang bertalu-talu.
Saat ini Javier sudah berada di depan. Ia langsung mencium punggung tangan calon mertuanya. Abi Tristan menepuk pundak Javier. Javier tak bisa berkata-kata lagi.
"Ah ini nyata." Batinnya.
Sementara, Windi hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Bagaimana, apa kali ini Babah salah memilih calon menantu? Kalau begitu Babah akan membatalkannya." Bisik Babah.
"Eh tidak-tidak, bah. Babah sudah sangat tepat mengambil keputusan. Tapi dari mana Babah tahu?"
"Sudah cepat! Lamar Windi sekarang juga!"
Tiba-tiba datang beberapa orang yang merupakan saudara dekat mereka membawa beberapa seserahan yang sudah disiapkan Kanzha dan Ummah. Ummah dan Kanzha maju ke depan. Bunda Salwa pun maju ke depan.
Malam ini Windi merasa kena prank. Ia bahkan belum bisa percaya dengan kenyataan di depannya. Windi baru sadar dan yakin saat Javier melamarnya secara langsung.
"Bismillahirrahmanirrahim...Windi, bersediakah kamu menjadi calon istriku dan calon ibu dari anak-anak ku?"
Tiba-tiba mata Windi berkaca-kaca. Tangannya gemetar dan terasa dingin. Ia sungguh tidak menyangka dengan semua ini.
Semua orang ikut tegang menunggu jawaban Windi.
Windi menoleh kepada sang Bunda. Bunda memberinya isyarat dengan anggukan dan kedipan mata.Windi menghampiri Winda untuk meminta persetujuannya. Walau bagaimana pun, Winda adalah kakaknya. Ia tidak enak hati jika melangkahi Winda.
"Dek, jangan pikirkan aku. Jodoh sudah diatur Allah. Jodohmu lebih dulu datang. Maka sambut lah dengan suka cita. "
Javier sempat terkejut saat tahu Windi memiliki kembaran. Mereka memang gak pinang terbelah dua. Namun hati Javier tak bisa dibelokkan lagi. Tujuannya hanya Windi.
Windi pun dengan mantap menjawab.
"Bismillahirrahmanirrahim, iya saya mau."
Semua orang bertepuk tangan dan bersorak gembira. Acara yang tadinya hanya untuk launching produk berubah drastis menjadi acara lamaran. Ummah memakaikan kalung dan cincin kepada calon menantunya. Tidak ada acara tukar cincin bagi mereka.
"Selamat ya, Nak. Semoga Allah menjodohkan kalian sampai ke pelaminan."
"Terima kasih, bu."
"Panggil saja Ummah!"
Awak media tidak menyiakan kesempatan untuk mengabadikan moment mereka. Javier dan Windi masih nampak malu-malu. Mereka berdiri berdampingan namun masih berjarak dua jengkal karena dari tadi Babah sudah mengingatkan Javier bahwa mereka belum mahram. Para tamu undangan tak segan memberikan selamat kepada mereka.
"Bagaimana, apa kamu suka dengan kejutan ini?" Ujar Kanzha yang saat ini sedang menggendong Rani.
"Kalian hampir saja membuat tensiku naik."
Javier mengambil Rani dari gendongan Kanzha.
"Haha... tapi suka kan?"
Javier menyunggingkan senyumnya.
Mereka pun lanjut dengan acara makan malam bersama tamu lainnya.
Setelah acara selesai, tamu pun berangsur pulang. Keluarga, Javier menunggu di depan pintu untuk menyaksikan terima kasih kepada mereka. Keluarga Windi belum pulang karena masih ada yang harus mereka bicarakan dengan keluarga Javier.
"Javier, Windi, kami minta maaf karena sudah mengambil keputusan tanpa persetujuan kalian. Tapi ini kami lakukan untuk kebaikan kalian. Kalau kalian mau protes, silahkan!" Ujar Babah.
"Mana bisa protes, bah? Javier mah senang banget itu." Sahut Kanzha.
"Berhubung kalian setuju untuk bertunangan, dan InsyaAllah pernikahan dilangsungkan tidak lama lagi, sebaiknya kita beri kesempatan kepada Javier dan Windi untuk bicara berdua Pak Haji." Ujar Abi Tristan.
"Anda benar sekali. Mereka butuh bicara dari hati ke hati. "
Karena sudah mendapat lampu hijau, Javier pun meminta izin kepada kedua orang tua Windi untuk membawanya ke rooftop hotel.
"Ingat ya, belum mahram. Jangankan dekat-dekat!"
"Iya, Bah."
Javier dan Windi keluar dari ruangan tersebut dan naik lift menuju rooftop. Jangan ditanyakan lagi bagaimana perasaan mereka.
Mereka keluar dari lift lalu naik tangga. Dari atas rooftop mereka dapat melihat bintang-bintang bertaburan. Kini keduanya berdiri di pinggir pagar pembatas.
"Ehem.... Windi."
"Eh iya?"
"Apa kamu terpaksa menerimaku?"
"Em, tidak. Aku menerima dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan."
Javier menyunggingkan senyumnya untuk yang je sekian kalinya di malam ini.
"Kalau begitu, terima kasih."
"Iya, Sama-sama. Boleh aku bertanya?"
"Apa?"
"Apa kamu benar-benar tidak tahu dengan rencana ini?"
"Tidak tahu sama sekali. Tadi aku hampir saja emosi karena Babah tiba-tiba mengumumkan pertunangan ku. Sedangkan aku tidak merasa mengambil keputusan itu. "
"Lalu kenapa tidak jadi emosi?"
"Karena ternyata Babah tahu yang aku inginkan."
Windi menahan senyum, ia menutup mulutnya dengan sebelah tangannya.
"Windi... "
"Iya?"
"Aku tidak tahu sejak kapan perasaan ini ada. Tapi kamu selalu memenuhi pikiranku. Aku hanya ingin jujur, bahwa aku sudah jatuh cinta padamu sebelum aku melamarmu."
Bunga-bunga bermekaran memenuhi hati Windi saat ini.
Bersambung...
...****************...
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉