Tara Azhara Putri Mahendra—biasa dipanggil Tara—adalah seorang wanita muda yang menjalani hidupnya di jantung kota metropolitan. Sebagai seorang event planner, Tara adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kesibukan dan tantangan, tetapi dia selalu berhasil melewati hari-harinya dengan tawa dan keceriaan. Dikenal sebagai "Cewek Tangguh," Tara memiliki semangat pantang menyerah, kepribadian yang kuat, dan selera humor yang mampu menghidupkan suasana di mana pun dia berada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17
Di bawah langit malam yang tetap kelam, Tara, Adrian, dan Lucas bergerak menuju tujuan baru mereka. Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka lebih dekat ke sarang berbahaya di mana dokumen-dokumen rahasia yang mampu menghancurkan segalanya disimpan. Jalanan kota sepi, hanya diselingi sesekali oleh angin dingin yang berhembus kencang, mengangkat debu dan kertas-kertas kosong dari tanah.
Lucas berhenti sejenak di ujung sebuah gang, menatap ke depan. Di kejauhan, sebuah gedung tinggi berdiri menjulang, berkilau di bawah lampu jalan yang suram. Gedung itu tampak megah, dengan arsitektur modern yang kontras dengan lingkungan sekitarnya yang lusuh. "Itu dia," kata Lucas pelan. "Gedung pusat mereka. Tapi nggak ada yang tahu betapa ketat penjagaannya di dalam."
Adrian melirik Tara. "Kita harus masuk dengan cara yang lebih cerdik kali ini. Nggak bisa sembarangan main terobos."
Tara mengangguk, matanya tajam menatap gedung tersebut. "Ada jalan lain yang bisa kita gunakan? Masuk lewat pintu depan terlalu berisiko."
Lucas mengeluarkan peta elektronik dari sakunya, memperlihatkan denah gedung itu. "Ada terowongan bawah tanah yang bisa kita gunakan. Terhubung langsung ke ruang penyimpanan di lantai bawah. Tapi kita harus bergerak cepat. Mereka punya sensor gerak dan kamera di setiap sudut."
Adrian menatap Lucas dengan skeptis. "Terowongan bawah tanah? Apa itu nggak terlalu mencurigakan?"
"Justru itu yang bikin tempat ini lebih aman buat mereka," jawab Lucas dengan tenang. "Nggak banyak orang yang tahu tentang terowongan ini. Kita harus masuk dari ujung kota yang lama, di mana pintu masuknya hampir nggak terdeteksi."
Setelah merencanakan dengan cepat, mereka segera menuju pintu masuk terowongan yang terletak di bawah bangunan tua yang tampak tak terawat. Sebuah pintu baja besar yang tersembunyi di balik reruntuhan batu menjadi jalan masuk mereka. Dengan cepat, Lucas mengotak-atik kunci elektronik yang dipasangnya, dan pintu itu terbuka dengan suara berderit pelan.
"Masuklah, dan jangan berisik," bisik Lucas.
Terowongan itu panjang dan sempit, dengan dinding yang lembap dan lantai yang licin. Cahaya redup dari senter kecil mereka adalah satu-satunya yang menerangi jalan. Setiap langkah mereka memantul di sepanjang dinding terowongan, menciptakan gema yang samar. Mereka berjalan dalam diam, merasakan ketegangan yang semakin meningkat dengan setiap langkah.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti seabad, mereka tiba di ujung terowongan, di mana sebuah pintu besi tua berdiri kokoh di depan mereka. Lucas segera meraba-raba di sekitar pintu itu, mencari mekanisme tersembunyi untuk membukanya. "Ini dia," katanya pelan, menekan sebuah tombol tersembunyi. Pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan sebuah tangga yang mengarah ke atas.
Adrian mendongak, melihat ke arah puncak tangga. "Kita udah dekat. Ayo, gerak cepat."
Mereka menaiki tangga dengan hati-hati, memastikan tidak ada suara yang terlalu mencolok. Sesampainya di atas, mereka menemukan diri mereka di dalam ruang penyimpanan yang luas. Di sekeliling mereka, rak-rak tinggi dipenuhi dengan kotak-kotak arsip, tumpukan dokumen, dan beberapa komputer yang masih menyala.
Tara dengan cepat memindai ruangan. "Kita harus cari dokumen yang kita butuhkan. Lucas, lo jaga pintu, kalau ada yang mendekat, kita harus siap kabur."
Lucas mengangguk dan berdiri di dekat pintu, sementara Tara dan Adrian mulai membuka kotak-kotak dan memeriksa isi dokumen yang ada. Adrian menemukan beberapa dokumen yang menarik, tapi tidak ada yang menunjukkan informasi yang mereka cari.
"Sial," gumam Adrian. "Dimana mereka nyimpan dokumen-dokumen pentingnya?"
Tara terus menggeledah, sampai akhirnya dia menemukan sebuah kotak kecil di sudut ruangan yang terkunci rapat. "Mungkin ini dia," katanya dengan nada penuh harapan. Dia mencoba membuka kotak itu, tapi kuncinya terlalu rumit. "Kita perlu waktu buat ngebuka ini."
Lucas, yang mendengar suara langkah kaki di luar ruangan, segera memberitahu mereka. "Kita nggak punya waktu. Ada yang datang."
Tara dengan cepat menaruh kotak itu ke dalam tasnya. "Kita ambil aja, buka nanti. Sekarang kita keluar dari sini."
Mereka segera berlari menuju pintu, namun langkah mereka terhenti ketika suara alarm berbunyi keras. Lampu merah berkedip-kedip di seluruh ruangan, dan suara peringatan menggema di dinding. "Sial! Mereka tahu kita di sini!" teriak Adrian.
Tanpa berpikir dua kali, mereka bertiga segera lari keluar ruangan, mencoba menemukan jalan keluar sebelum keamanan gedung menyergap mereka. Mereka berlari menuruni tangga, masuk kembali ke terowongan yang mereka gunakan untuk masuk. Namun, di tengah perjalanan, pintu keluar terowongan itu mulai tertutup otomatis, memotong jalan keluar mereka.
"Cepat! Kita harus keluar sebelum pintu ini tertutup sepenuhnya!" Lucas berteriak, mendorong Tara dan Adrian untuk berlari lebih cepat.
Dengan sisa tenaga yang ada, mereka berhasil melompat keluar dari terowongan tepat sebelum pintu tertutup dengan suara dentuman keras. Nafas mereka terengah-engah, dan jantung mereka berdebar kencang. Mereka tahu bahwa waktu mereka hampir habis.
"Kita harus segera keluar dari sini," kata Adrian, sambil terus berlari menuju mobil yang mereka parkir di luar gedung tua. "Kalau nggak, kita bakal ketangkep."
Tara, yang masih memegang tas dengan kotak rahasia di dalamnya, merasa bahwa mereka telah berhasil meski dengan segala bahaya yang mengintai. Mereka segera masuk ke dalam mobil, dan Lucas menginjak pedal gas, meninggalkan tempat itu secepat mungkin.
Selama perjalanan, mereka duduk dalam keheningan. Suasana mencekam masih menyelimuti mereka, tetapi ada secercah harapan di dalam hati mereka bahwa apa yang mereka dapatkan bisa menjadi kunci untuk menghancurkan Proyek Apocrypha.
Akhirnya, mereka berhenti di sebuah tempat yang aman, jauh dari gedung itu. Lucas mematikan mesin mobil, dan mereka bertiga saling menatap dengan napas yang masih memburu. "Apa kita berhasil?" tanya Tara, memecah keheningan.
Adrian membuka tas dan mengeluarkan kotak kecil itu. Dia menatapnya sejenak sebelum mulai mengotak-atik kunci pengamannya. Setelah beberapa saat, terdengar bunyi klik pelan, dan kotak itu terbuka. Di dalamnya, mereka menemukan setumpuk dokumen yang disegel rapat.
"Mari kita lihat apa yang kita dapatkan," kata Adrian sambil membuka segel dokumen tersebut.
Mereka membungkuk lebih dekat, memperhatikan setiap kata yang tertulis di atas kertas-kertas itu. Dokumen-dokumen tersebut mengungkapkan detail-detail yang mencengangkan: nama-nama orang penting, rencana operasi besar, serta bukti nyata tentang keterlibatan banyak pihak dalam Proyek Apocrypha. Tara merasakan perutnya melilit saat membaca isi dokumen-dokumen itu. "Ini... lebih parah dari yang kita kira."
Lucas mengangguk, wajahnya tegang. "Kalau informasi ini tersebar, semua orang yang terlibat akan hancur. Tapi itu juga berarti kita ada di garis depan sekarang. Kita nggak bisa mundur lagi."
Adrian menutup dokumen itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas. "Kita punya apa yang kita butuhkan. Sekarang, kita harus rencanain langkah berikutnya."
Tara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Kita harus berhati-hati. Mereka pasti akan melakukan segala cara buat ngejar kita."
Mereka saling berpandangan, mengetahui bahwa perjalanan mereka belum selesai. Namun, dengan informasi penting di tangan, mereka sekarang memiliki kesempatan untuk menghancurkan Proyek Apocrypha dan mengungkap kebenaran yang tersembunyi di baliknya.
Dalam diam, mereka menyusun rencana untuk langkah berikutnya, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Meskipun kegelapan masih menyelimuti mereka, tekad dan keberanian mereka akan menjadi cahaya yang membimbing mereka menuju kemenangan.