Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 28
Setelah sebelumnya libur cukup panjang, dan pekerjaannya digantikan oleh sang ayah. Pada hari ini Abyan mulai kembali bekerja. Meski rasanya berat meninggalkan istrinya di apartemen sendiri, tetapi dia tidak bisa meninggalkan tanggung jawab lain lebih lama lagi.
“Kamu jangan sampai lupa makan siangnya nanti. Buah-buahan juga sudah disiapin sama mas tadi. Kalau kurang kamu bisa minta ke mbaknya,” ujar Abyan dengan sang istri melalui panggilan telepon.
“Mas baru dua puluh menit pergi dari rumah. Dan aku gak bakalan lupa pesanan kamu yang udah diulang kesekian kali sejak pagi tadi.”
Abyan terkekeh pelan, sepertinya pria itu mulai gila. Bukannya kesal mendapat omelan di pagi hari, justru dia sangat senang mendengar rentetan kalimat panjang dari istrinya. Hal kecil yang dia rindukan kini kembali berjalan seperti semula.
“Mas cuma ngingetin saja. Sama satu lagi, jangan sampai kelelahan, ya, Lav,” ujar Abyan lagi memperingati istri manjanya itu.
“Astaga, Mas. Gimana mau lelah, kalau kerjaanku cuma makan, tidur, makan, tidur. Udah kayak bayi, kayaknya masih mending bayi bisa main,” oceh Lavina lagi di seberang.
“Kamu, kan, memang bayinya mas, Lav.” Abyan mengembangkan senyuman geli. Tak pernah dia bayangkan akan berada di masa dia akan melontarkan kalimat manis menjurus geli kepada orang lain, meskipun orang itu adalah istrinya sendiri.
“Udah lah! Mending sekarang Mas kerja. Cari duit yang banyak buat aku sama baby yang kebutuhannya semakin membludak.”
“Iya, mas kerja dulu. Nanti mas telfon lagi, ya,” balas Abyan dengan santainya.
“GAK! KERJA AJA SANA!”
Abyan sontak menghela napas saat panggilannya telah dimatikan secara sepihak oleh istrinya. Padahal, dia masih ingin bicara berlama-lama dengan sang istri. Namun, mau bagaimana lagi? Dia harus bekerja keras demi istri dan calon anak mereka.
Sementara Lavina sudah menggerutu sebal dengan sikap manja sang suami yang menurutnya sangat berlebihan. Pasalnya dia sebelumnya tak pernah mendapati suaminya seperti itu. Karena memang biasanya dialah yang akan manja-manja dengan Abyan.
Ting!
Gerutuan Lavina seketika terhenti saat notifikasi di ponselnya berbunyi. Senyumannya pun mengembang begitu melihat siapa yang sudah mengiriminya pesan.
Aidan:
Ini nomornya +62844xxxxxx
Kebetulan juga orangnya ada di Indonesia selama tiga hari ke depan.
Lo jangan aneh-aneh! Cukup sekali ini aja
Tanpa menunggu waktu lama, Lavina segera membalas pesan Aidan sebelum dia menghubungi nomor seseorang yang ingin dia temui.
Lavina:
Thank you so much
Janji ini terakhir kali dan semoga saja sesuai ekspektasi
Setelahnya, Lavina mulai bermain dengan ponselnya. Jarinya begitu lincah memencet satu per satu abjad di layar benda pintar itu sangat fokus dengan perasaan penuh harap.
“Semoga jalan yang gue ambil ini adalah jalan yang benar,” gumam Lavina diakhiri helaan napas berat.
***
Malam ini Lavina sudah menempel kepada Abyan begitu suaminya itu selesai mandi. Makan malam sudah mereka lakukan, maka waktunya untuk mereka menikmati waktu berdua.
“Mas ... aku boleh tanya-tanya tentang masa lalu kamu?” tanya Lavina dengan hati-hati.
Meski sedikit bingung dengan topik yang diangkat oleh sang istri. Namun, Abyan mengangguk pelan tak ingin istrinya itu merasa kecewa padanya. Lagi pula dia juga tidak keberatan jika harus menceritakan masa lalunya.
“Kamu boleh tanya apa pun. Tapi, janji dulu buat gak ada acara ngambek-ngambek berlebihan. Apalagi sampek kabur,” balas Abyan memperingati istrinya lebih awal, membuat Lavina tersenyum lebar dan setuju.
“Aku cuma pengen tau aja, apa penyebab mas berpisah sama dia. Padahal kalau dilihat dari album foto itu, kalian saling mencintai.” Lavina mendongak guna menatap reaksi sang suami.
Nyatanya, Abyan tak menampilkan ekspresi berlebih. Pria itu malah mendekap tubuh sang istri semakin erat, sampai tak ada jarak sedikit pun di antara mereka. Pikirannya mulai menerawang ke waktu di mana hal yang tak diharapkan Abyan terjadi dulunya.
“Dia berkecimpung di dunia entertain. Sejak kuliah dia aktif modeling, design pakaian, dan hal-hal sejenisnya. Mas mendukung penuh dengan hal itu. Dan dia juga mendukung penuh kesenangan mas di dunia bisnis. Mungkin karena hal itu juga yang melandasi mas untuk menikahinya. Mendapat pasangan yang suportif satu sama lain bukankah sebuah keberuntungan? Namun, orang tua mas gak suka dengan profesi dia. Apalagi mama, dia menentang banget. Karena dunia entertain itu menurut mama gelap,” papar Abyan sembari mengusap punggung sang istri.
“Mas berusaha buat meluluhkan mama supaya bisa merestui hubungan kami dulu. Sampai akhirnya, restu itu mas dapat. Pernikahan terjadi dan awal-awal pernikahan sangat manis. Sikap kami tak ada berubah sampai kesibukan dia membuat waktu kebersamaan kami berkurang. Tapi, mas gak masalah dan tetap mendukungnya. Lalu entah apa yang terjadi seminggu sebelum ulang tahun pernikahan, dia pergi ninggalin mas gitu aja dengan meninggalkan surat perceraian. Mas kaget dan kacau, tapi masih lebih kacau saat kamu pergi, sih. Karena mas gak sampek sakit,” tuturnya diakhiri kekehan geli.
“Kalaupun lebih kacau yang dulu gak masalah juga, sih, Mas,” sahut Lavina cepat.
Abyan sontak tergelak. “Ingat perjanjiannya tadi, Lav. Lagian mas jujur. Kamu bisa tanya ke mama atau Aidan kalau gak percaya.”
Bibir Lavina mencebik dan kembali menyelusupkan wajahnya di dada bidang sang suami. “Jadi, Mas gak tau alasan dia pergi?”
“Tau. Mas tau sesaat sebelum mas tanda tangani surat cerai itu. Kira-kira setelah dua minggu sejak kepergian dia.” Abyan menjeda kalimatnya, lalu memberikan kecupan pelan di pelipis sang istri. “Dia pergi karena mengejar mimpinya ke Paris bersama laki-laki lain yang tidak akan membebaninya dengan keinginan memiliki keturunan,” imbuhnya pelan.
Jujur Lavina terkesiap mendengar fakta yang baru dia ketahui. Alasan yang sama sekali tidak terlintas di kepalanya. Sesakit apa dulunya sang suami saat kejadian itu?
“Sakit banget pasti, ya, Mas?” Pertanyaan yang sudah Lavina tahu pasti jawabannya, tak urung juga dia lontarkan.
“Lebih ke kecewa saja. Karena kenapa harus pergi tanpa penjelasan dan hanya ninggalin surat cerai.” Abyan menghela napas berat untuk kesekian kalinya. “Tapi, itu sudah masa lalu. Sekarang mas udah bahagia banget di sini sama kamu.”
Lavina tersenyum dan makin menyamankan posisinya di dekapan sang suami. “Kalau misalkan mas ketemu lagi sama dia. Apa yang bakal mas lakuin?” tanya ibu hamil itu sukses membuat tubuh Abyan terdiam beku.
*
*
Nah loh gimana nih?
Btw kayaknya author gak bisa double up hari ini. Author lg pms. Tapi, tak usahakan buat nulis lanjutannya kalau masih sanggup
See you 🫠