*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Aku Ikhlas Membagi Cintamu
Jika istri yang telah disakiti dan dilukai berkali-kali tapi memilih memaafkan kamu, bukan karena dia bodoh. Hatinya hanya tak mampu melukai orang yang dia cintai.
**
Sepanjang perjalanan tadi Vira telah memikirkan apa yang seharusnya dia lakukan. Vira tidak ingin dikatakan egois. Semua juga bukan salah Yudha. Saperti kata ibu mertuanya, jika dia mencintai Yudha, dia harus rela berkorban.
Bukankah semua ini terjadi karena kekurangan dirinya. Jika saja dia dapat memberikan keturunan pada suaminya. Tentu saja Yudha tidak akan meminta ini semua.
"Apa yang kamu inginkan, Sayang?" tanya Yudha.
Vira tersenyum sinis saat mendengar kata sayang yang diucapkan suaminya itu. Jika dulu dia merasa bahagia, saat ini rasa itu telah berubah. Terasa hambar saat kata itu diucapkan suaminya.
Jika kamu mencintaiku dan menyayangi aku, tidak akan ada yang kedua. Karena jika cinta itu mulai terbagi itu berarti sudah tidak utuh lagi.
"Aku akan kembali bekerja seperti kemarin," ucap Vira.
"Apa hanya itu syaratnya?" tanya Yudha.
"Jika aku mengajukan syarat lainnya, takut kamu tidak bisa mengabulkannya dan batal menikah lagi!" ucap Vira dengan nada sinis.
"Jangan berkata begitu Sayang. Seolah aku sangat menginginkan pernikahan ini. Semua yang aku lakukan ini juga demi kamu. Jika nanti aku memiliki anak, kamu juga akan bisa menggendongnya. Kamu juga akan merasakan bagaimana jadi seorang ibu."
Yudha mengecup dahi istrinya itu. Vira tersenyum sinis menanggapinya.
Mulai hari ini aku tak akan menangis lagi. Sudah cukup air mata yang aku keluarkan selama ini. Aku harus kuat menghadapi semua yang terjadi dalam hidupku. Aku tak akan bermain perasaan lagi. Cintaku telah mati. Tak ada cinta buat pria manapun. Aku akan melayani kamu hanya sebagai kewajiban tanpa bermain dengan hati lagi. Cintaku telah mati bersama luka hati ini.
"Boleh aku tahu siapa wanita yang kamu pilih untuk menjadi maduku. Apakah aku mengenalnya?" tanya Vira.
Yudha menganggukan kepala sebagai jawaban. Melihat reaksi suaminya itu, Vira bisa menebak siapa wanita yang dipilih pria itu sebagai madunya.
"Apakah kamu ikhlas melepaskan aku menikah lagi?" tanya Yudha. Tampaknya pria itu belum begitu yakin dengan keputusan yang diambil istrinya itu.
"Aku ikhlas, Mas. Jika tidak ikhlas mengapa aku mengizinkan kamu menikah lagi. Aku tidak bisa menggenggam kedua tanganmu, karena akan sulit untukmu berjalan menatap masa depan. Biarlah ku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya, untuk kita jalan bertiga menuju ridho-Nya. Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kira."
"Alhamdulillah jika kamu ikhlas. Kerena surga balasannya bagi wanita yang ikhlas menerima jika di madu. Di dalam agama kita juga tidak dilarang untuk menikahi wanita lebih dari satu orang."
"Vira, didalam surat An-nisa ayat tiga yang berbunyi, bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah dari perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya.”
Yudha menarik nafasnya sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. Dia bukanlah ahli agama. Namun, untuk meyakinkan istrinya Vira, pria itu harus mempelajari itu.
"Apakah kamu bisa adil nantinya, Mas?"
"Vira, aku akan berusaha berlaku adil untuk kalian berdua. Aku ingin menjadi suami yang bisa kalian banggakan. Asal kamu tahu, sampai detik ini kamu pemenang di hati ini. Namamu yang masih bertahta."
"Baiklah, Mas. Aku harap Mas memegang ucapannya. Jika nanti aku merasa Mas tidak dapat berbuat adil, aku yang akan mundur," ucap Vira.
"Apa maksud kamu, Vira?" tanya Yudha dengan sedikit kaget.
"Aku yang akan mengalah jika nanti diperjalanan rumah tangga kita, kamu tidak bisa adil."
"Aku tidak mau berpisah denganmu. Berarti kamu tidak ikhlas berbagi. Jika kamu ikhlas tidak akan kamu pergi."
"Jangan egois, Mas. Jika nanti ternyata aku tidak sanggup, aku akan pergi. Itu semua juga untuk mengurangi bebanmu, karena kamu tidak perlu lagi berpikir untuk berbagi cinta dengan adil. Setelah kamu menikah lagi, aku akan bekerja. Bukankah beban kamu bertambah dengan menikah lagi."
Yudha terdiam. Dia tahu, pastilah Vira ingin kembali bekerja agar tidak sering bertemu ibunya dan juga pasti juga istri barunya. Namun, seperti yang Vira katakan, dia tidak boleh egois. Dengan pelan akhirnya Yudha mengangguk tanda setuju untuk Vira kembali bekerja.
...****************...