Dunia Yumna tiba-tiba berubah ketika sebuah video syur seorang wanita yang wajahnya mirip dengan dirinya sedang bercinta dengan pria tampan, di putar di layar lebar pada hari pernikahan.
Azriel menuduh Yumna sudah menjual dirinya kepada pria lain, lalu menjatuhkan talak beberapa saat setelah mengucapkan ijab qobul.
Terusir dari kampung halamannya, Yumna pun pergi merantau ke ibukota dan bekerja sebagai office girl di sebuah perusahaan penyiaran televisi swasta.
Suatu hari di tempat Yumna bekerja, kedatangan pegawai baru—Arundaru—yang wajahnya mirip dengan pria yang ada pada video syur bersama Yumna.
Kehidupan Yumna di tempat kerja terusik ketika Azriel juga bekerja di sana sebagai HRD baru dan ingin kembali menjalin hubungan asmara dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Arundaru duduk di sofa kulit hitam di ruang kerja Barata sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di atas lutut. Wajahnya tegang. Pikirannya sibuk memutar ulang pemandangan Azriel yang sempat berdiri terlalu dekat dengan Yumna di depan kantor tadi pagi. Mata lelaki itu terlalu intens saat menatap kekasihnya dan dia tidak suka.
"Arun, kamu dengerin aku enggak?" tanya Barata memecah lamunan Arundaru
"Hah?" Arundaru mengangkat wajah, sedikit tersentak.
Barata mendecak sambil mengangkat cangkir kopi. "Tadi aku bilang, udah kasih aja satu unit apartment di samping punyamu. Biar Yumna pindah. Simple."
Arundaru langsung memicing. "Bara, harga unit itu sama kayak beli rumah mewah. Bukan soal uangnya. Kalau aku kasih ke Yumna begitu saja, dia pasti curiga. Dia tipe yang enggak mau menerima sesuatu kalau dia enggak merasa layak. Bisa-bisa malah dia marah."
Barata mengangkat bahu santai. "Ya sudah, beli rumah sederhana deket sini. Yang penting dia pindah dari kost-an itu. Daripada tiap hari kamu lihat di Azriel ngintil terus dari pagi sampai malam."
Arundaru menghela napas panjang. Kata Azriel saja sudah membuat dadanya merapat panas. Bukan soal cemburu yang dangkal. Tapi dia tahu sejarah Yumna. Tahu bagaimana perempuan itu dulu hancur setelah dinikahi lalu cerai dalam hitungan menit. Sementara pria yang melakukan itu sekarang tinggal satu gang dengan Yumna? Itu bukan sekadar masalah kecil.
Wajah Yumna yang tadi pagi masih tersenyum malu-malu ketika ia antar kerja dengan motor, terbayang di kepalanya.
“Aku cuma mau dia merasa aman, Bar,” gumamnya lirih.
Barata tersenyum lebar, seperti menemukan celah. “Ya sudah, beli dua rumah. Satu buat Yumna, satu buat kamu. Biar masih bisa boncengan tanpa jauh, kan? Bukannya tiap pagi kamu senyum-senyum sendiri gara-gara dia peluk pinggang kamu?”
Arundaru menendang kaki Barata pelan. “Sialan.”
Barata tertawa terbahak-bahak. “Ya, tapi bener, kan? Kamu tuh kalau cerita tentang Yumna mukanya langsung kayak remaja baru puber. Padahal udah umur segini.”
Arundaru mengusap wajahnya. “Tolong jangan ngajak bercanda, Bara. Aku lagi serius.”
"Oke, serius. Rumah sederhana. Deal?" Barata mencondongkan tubuh.
Arundaru mengangguk. "Tapi dua rumah ya. Cari yang akses motor bagus. Aku pulang-pergi kerja sama Yumna, enggak mau kalau dia jalan jauh sendirian."
Barata menatapnya lama, seolah ingin memastikan bahwa sepupunya itu benar-benar waras.
"Arun, emakmu punya usaha properti. Tinggal bilang mau dua rumah. Simple. Kenapa ribet?"
Arundaru langsung berdesis. “Enggak mau. Kalau ngomong sama Mama itu sama kayak buka pintu seminar dua jam tanpa jeda. Belum lagi pertanyaan panjang yang berujung gosip. Ribet.”
Barata spontan terdiam, lalu mengangguk pelan. “Iya sih, Tante Rengganis memang versi manusia dari CCTV berjalan. Semua ditanyain.”
Mereka berdua terhenyak. Baru sekarang keduanya menyadari kesamaan pemikiran.
Barata menghela napas. “Arun, aku nanya serius. Kalau nanti Tante Rengganis enggak setuju hubungan kamu dengan Yumna, gimana? Apa yang akan kamu lakukan?”
Pertanyaan itu membuat Arundaru membeku. Ruangan seolah jadi lebih hening. Suara pendingin ruangan mendesis lembut, menambah tegang suasana.
Arundaru memijit batang hidungnya. “Entahlah, Bara. Aku belum tau. Aku baru mikirin gimana Yumna pindah tempat tinggal aja udah puyeng. Sekarang ditambah restu keluarga?” Dia menelan ludah, terasa berat. “Yang aku tau cuma satu, aku enggak mau kehilangan dia.”
Barata memandang sepupunya itu dengan lirih, tidak lagi bercanda. "Ya sudah. Selesaikan satu masalah dulu. Urusan restu nanti kita pikirkan bareng."
Arundaru mengangguk. Namun pikirannya berputar lebih cepat daripada deru AC. Jam istirahat sudah hampir habis. Dia harus kembali ke ADTV dan Yumna pasti sudah menunggu untuk briefing di studio berita.
Sementara itu di kantin karyawan, Yumna duduk bersama tiga teman dari tim redaksi. Meja mereka penuh dengan sisa nasi, mangkuk sup ayam, dan gelas es teh yang mulai mencair. Yumna baru saja tertawa kecil saat Mita melontarkan komentar lucu tentang editor yang salah mengatur cue visual, ketika sebuah bayangan terasa di pinggir matanya.
Tatapan Yumna bertemu dengan Azriel. Mata lelaki itu langsung melembut, seolah memanggil masa lalu yang ingin ia kubur sedalam mungkin.
Yumna buru-buru memalingkan wajah, pura-pura fokus mendengarkan cerita rekannya tentang presenter baru yang sedang dilatih vokalnya. Ia bukan lagi wanita rapuh yang dulu ditinggalkan di depan penghulu, tapi kenangan itu masih cukup menyakitkan untuk membuat telapak tangannya berkeringat.
Mita mendekat, berbisik sambil menutup mulut dengan tangan. “Yumna, laki-laki di bagian HRD itu. Serius deh, dia dari tadi ngelihatin kamu. Fix dia suka sama kamu.”
Teman yang lain menyahut cepat, “Iya! Azriel kayak punya perhatian khusus sama kamu. Tatapannya beda!”
Yumna memaksakan senyum. “Ah, enggak. Dia cuma—”
“Cuma apa?” Mita menaikkan alis. “Cuma naksir kamu?”
Teman yang lain mengiyakan sembari menatap Azriel sekilas. “Lihat tuh, dia senyum kalau kamu lewat. Enggak pernah begitu ke cewek lain.”
Yumna menggigit bibir bawah, menahan diri agar tidak bereaksi berlebihan. Hanya dia yang tahu kebenaran pahit itu. Hanya dia yang tahu bahwa Azriel bukan sekadar HRD biasa. Lelaki itu pernah menjadi suaminya walau selama beberapa menit.
Yumna menatap sendoknya, pandangannya buram sejenak. “Kenapa dia masih mengikuti aku dengan tatapan begitu? Kenapa dia tetap di sini?”
Yumna berharap masa lalunya terkubur rapi. Ia tidak pernah menceritakan itu pada siapa pun, termasuk teman kantor. Apalagi Arundaru. Ia takut laki-laki yang kini dicintainya itu akan merasa terganggu, atau lebih buruk pria itu kecewa.
Ia menghela napas pelan. “Sudahlah. Jangan bahas Azriel. Aku benar-benar enggak tertarik.”
Ketiga temannya saling pandang, lalu mengangguk walau raut wajah mereka masih penasaran.
Teman-temannya saling pandang, lalu tertawa kecil. Mereka mengira Yumna sedang didekati lelaki yang menyukainya. Mereka tidak tahu bahwa Azriel bukan sekadar rekan kerja. Dia adalah masa lalu yang paling pahit. Masa lalu yang ingin Yumna kubur dalam-dalam dan tidak pernah terungkit lagi.
Mereka tidak tahu Azriel adalah pria yang mengucapkan talak beberapa menit setelah ijab kabul, meninggalkan luka yang menganga bertahun-tahun.
Senyum Yumna pun semakin kecut.
***
Sambil menunggu bab selanjutnya, yuk, baca juga karya temanku ini.
semoga keluarga Arun bisa menerima Yumna
ibunya arun gmn setujua g sm yumna
secara yumna kan bukan kalangann atas