Pernikahan sudah di depan mata. Gaun, cincin, dan undangan sudah dipersiapkan. Namun, Carla Aurora malah membatalkan pernikahan secara sepihak. Tanpa alasan yang jelas, dia meninggalkan tunangannya—Esson Barnard.
Setelah lima tahun kehilangan jejak Carla, Esson pun menikah dengan wanita lain. Akan tetapi, tak lama setelah itu dia kembali bertemu Carla dan dihadapkan dengan fakta yang mencengangkan. Fakta yang berhubungan dengan adik kesayangannya—Alvero Barnard.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Deal!
"Esson Barnard bukan orang sembarangan. Tidak akan mudah menjatuhkannya."
Satu tanggapan yang pertama kali meluncur dari bibir Carla. Bukan setuju, bukan pula menolak, sekadar mengingatkan Gilang bahwa Esson bukan orang yang semudah itu untuk diusik.
"Aku tahu, Mbak. Tapi, bukankah tidak ada yang tidak mungkin?" Gilang menjawab dengan penuh percaya diri, sangat yakin bahwa rencananya akan berjalan mulus jika melibatkan Carla.
Namun, detik itu Carla masih fokus dengan minumannya, diteguk sedikit demi sedikit seolah sengaja mengulur waktu dan menunggu Gilang yang bicara lagi.
"Terus terang aja, Mbak, sebelumnya aku udah pernah mencoba menjatuhkan lelaki itu. Dan ya, gagal. Tapi, jika Mbak Carla yang membantu menjalankan rencanaku, aku yakin pasti berhasil."
"Kenapa kamu seyakin itu? Aku hanya masa lalunya. Dan yang namanya perpisahan pasti menyisakan luka dan kekecewaan. Mana mungkin aku yang sudah punya catatan buruk itu justru bisa menjalankan rencanamu." Carla berucap sembari menatap Gilang sesaat, lantas beralih menatap gelas minuman yang ia goyang-goyangkan.
"Namanya mantan, pasti ada ingatan indah tentang kenangan-kenangan dulu, Mbak. Meskipun udah terluka dan kecewa, tapi pasti masih ada tempat tersendiri di dalam hati, sekecil apa pun itu. Apalagi Mbak Carla statusnya bukan hanya pacar, tapi calon istri. Aku yakin di dalam hati Esson Barnard pasti masih ada nama Mbak Carla, walaupun sekarang dia sudah nikah sama Tessa."
Mendengar jawaban Gilang yang cukup panjang dan penuh keyakinan, Carla hanya tersenyum tipis. Memang benar apa yang Gilang katakan, di hati Esson pasti masih ada namanya meski tempo hari sudah sepakat untuk saling melupakan. Namun, bukan berarti dia akan memanfaatkan itu untuk menjatuhkan Esson.
"Kalau nggak salah, dulu Mbak Carla pernah punya vendor sendiri, kan? Aku bisa membantu Mbak Carla untuk memiliki vendor lagi, termasuk membantu memperluas jaringan agar vendor Mbak Carla cepat berkembang. Tapi ... bantu aku melakukan sesuatu untuk menjatuhkan Esson Barnard," lanjut Gilang sambil tersenyum lebar, sedikit jumawa karena sanggup menawarkan imbalan yang fantastis.
"Memangnya kamu mau aku melakukan apa?" selidik Carla, diam-diam dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Gilang pada mantannya itu.
"Esson Barnard sangat mencintai bisnisnya, sangat hati-hati dalam mengambil tindakan. Berulang kali aku mengirim orang untuk menjalin kerja sama dengannya, tapi hasilnya nihil. Nggak ada satu pun yang diterima oleh Esson. Nah, sekarang aku ingin Mbak Carla yang melakukan itu. Aku yakin Esson nggak akan menolak jika yang berhadapan langsung dengannya adalah Mbak Carla."
Carla mengangguk-angguk, seakan menganggap benar apa yang direncanakan Gilang. Lantas dengan eskpresi wajah yang tak berubah, Carla kembali mengajukan pertanyaan.
"Jadi kamu ingin menjebak Esson lewat kerja sama?"
"Benar sekali, Mbak." Gilang tampak sumringah. "Di negara kita, obat-obatan terlarang adalah tindak pidana yang cukup berat hukumannya. Aku ingin menjebak Esson dengan itu. Agar nanti nggak cuma bisnisnya yang kacau, tapi dianya juga. Nggak mudah loh lolos dari jerat hukum jika kasusnya menyangkut obat-obatan itu," lanjutnya.
"Tapi ... itu beresiko juga untukku."
"Nggak akan, Mbak. Aku jamin seratus persen Mbak Carla bakalan aman. Karena orang yang ada di belakangku bukan orang sembarangan."
Kening Carla mengernyit, sangat penasaran dengan orang yang dimaksud Gilang. Lantas ketika ia bertanya, Carla tak bisa lagi menahan kekagetannya. Karena ternyata, orang yang mendukung Gilang adalah Thomas Hartono, rival terbesar Esson.
"Jadi gimana, Mbak? Penawaranku sangat menarik, kan?" tanya Gilang sekali lagi, usai menjelaskan detail rencana yang akan dipersiapkan untuk menjebak Esson.
"Sangat menarik. Tapi ... aku masih terikat kontrak dengan Tuan Zayan. Ya bisa saja aku resign, tapi pasti ada kompensasi yang harus kubayar."
"Nggak masalah, Mbak, soal itu biar aku yang bayar. Anggap saja ini adalah uang muka karena Mbak Carla udah bersedia bekerja sama denganku."
Carla tersenyum lebar. Ternyata ia benar-benar salah menilai Gilang. Lelaki yang dianggap baik dan kurang beruntung dalam karier, ternyata adalah lelaki kejam yang memiliki uang berlimpah—meskipun uang tersebut didapat dengan cara yang tidak benar.
"Tapi, terus terang aku masih penasaran, kenapa kamu bisa ada di pihak Tuan Thomas Hartono. Setahuku, dulu kamu tidak pernah ada masalah dengan Esson. Dan katamu, kamu dan Vero adalah teman seangkatan. Apakah masalah itu terjadi setelah aku dan Esson berpisah?" tanya Carla dengan hati-hati. Sebelum memutuskan langkah, ia ingin memastikan dulu bahwa pilihannya tidak keliru.
"Vero ... kami bukan teman, Mbak. Ya, secara mana ada teman yang nggak peduli. Kalau memang teman pasti peduli dong." Gilang tertawa. Lantas melanjutkan ucapannya.
"Dulu perusahaan ayahku pernah ada dalam naungan Esson, tapi kami dikhianati. Setelah memberikan banyak keuntungan pada keluarga Barnard, ayahku seperti dibuang begitu saja. Ada sedikit masalah keuangan yang membuat perusahaan Papa nyaris bangkrut, dan Esson menutup mata. Begitu juga Vero. Alasan masih sekolah dan belum ikut campur urusan perusahaan, dia nggak mau bantuin ayahku. Pada akhirnya Tuan Thomas itulah yang membantu kami. Dan Tuan Thomas itu pula yang bersedia membayar mahal jika kami bisa menjatuhkan Esson Barnard."
Carla terdiam dan berpikir keras. Selama dengan Esson, dia hampir tak pernah mendengar masalah ini. Dia tahu Esson sangat tegas dan terkadang juga kejam, tetapi Carla yakin lelaki itu tak mungkin mengkhianati orang yang telah baik padanya.
"Masalah ini terjadi sekitar enam tahun yang lalu. Serius dia nggak pernah cerita sama Mbak Carla?" ujar Gilang.
Carla menggeleng. Karena kenyataannya, dia memang tak pernah mendengar hal itu dari Esson.
"Mungkin saat itu dia udah mulai jalan dengan Tessa, Mbak, makanya hal sepenting ini nggak diberitahukan ke Mbak Carla. Masa-masa kasmaran gitu kayaknya, jadi fokusnya terbagi."
Carla diam lagi dan hanya pikirannya yang kembali bekerja.
"Sebenarnya lima tahun lalu aku udah pernah menjatuhkan Esson lewat Vero, tapi gagal."
"Lewat Vero?" tanya Carla dengan perasaan yang tiba-tiba berdebar.
"Iya. Aku mengatur jebakan untuk Vero agar dia tertangkap melakukan skandal dengan wanita penghibur. Aku udah memasukkan obat perang-sang dalam minumannya. Tapi sialan, dia malah ngilang dan nggak tahu menghabiskan malam dengan siapa. Padahal aku yakin banget, Mbak, obat itu pasti bekerja dengan baik. Nggak mungkin Vero bisa mengendalikannya sendiri tanpa pelepasan. Cuma masalahnya aku kehilangan jejaknya, makanya nggak tahu siapa wanita yang udah dia tiduri."
Detak jantung Carla kian bertalu, seiring cengkeraman tangannya di tangkai cangkir yang kian menguat. Ini bukan kebetulan. Ini adalah takdir yang telah digariskan. Ia dipertemukan dengan seseorang yang paling bertanggung jawab atas peristiwa malam itu.
Ya, pantas saja Vero sangat menggebu. Ternyata saat itu bukan hanya alkohol yang mempengaruhinya, melainkan juga obat perang-sang.
"Mbak ...."
"Penawaran kerja sama darimu sangat menarik, aku setuju, Gilang. Aku tidak akan mengecewakanmu. Akan kubuat dia jatuh dan berakhir di penjara," ucap Carla tanpa ragu.
"Deal!" Gilang mengulurkan tangan sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Deal!" Carla menyambut uluran tangan tersebut juga sambil tersenyum, senyum penuh arti.
Bersambung...
tenang pikiran mu Vero, fokus dulu kesembuhan, supaya kamu secepatnya temui Carla.