Ini kisah tentang sepasang saudara kembar yang terpisah dari keluarga kandung mereka, karena suatu kejadian yang tak diinginkan.
Sepasang saudara kembar yang terpaksa tinggal di Panti Asuhan dari usia mereka dua tahun. Akan tetapi, setelah menginjak usia remaja, mereka memutuskan untuk keluar dari Panti dan tinggal di kontrakan kecil. Tak lupa pula sambil berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan.
Tapi tak berselang lama, nasib baik mereka dapatkan. Karena kejadian tanpa sengaja mereka menolong seseorang membuat hidup mereka bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya.
Siapa yang menolong mereka? Dan di mana keluarga kandung mereka berada?
Apa keluarga kandung mereka tidak mencari mereka selama ini?
Ayo, ikuti kehidupan si kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon penpurple_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WEDDING INVITATION
Terlihatlah sepasang saudara kembar kini sedang mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru homeschooling mereka, dan siapa lagi kalau bukan Nando dan Nanda.
Ya, Nando dan Nanda memilih untuk tidak melanjutkan sekolah mereka yang sempat berhenti. Kalau semisal mereka bersekolah umum, mungkin saat ini mereka masih berada di bangku sekolah menengah pertama, kelas tiga.
"Kak, Nanda udah selesai," ujar Nanda memecah keheningan dengan mata yang tertuju pada guru homeschooling-nya.
"Mana? Sini coba Kakak periksa," sahut Yesa, atau lebih tepatnya Yesa Aulia selaku guru yang mengajar si kembar.
"Ini, Kak." Nanda menyodorkan bukunya dan langsung disambut dengan baik oleh Yesa.
Saat buku itu sudah berpindah ke tangannya, Yesa diam melihat satu persatu jawaban Nanda dan saat sudah dicek, ternyata hasilnya benar semua, tidak ada satu pun yang salah.
"Seperti biasa, tidak pernah mengecewakan." Yesa memuji dengan senyuman di wajahnya yang dapat membuat Nanda jadi menepuk dadanya sendiri merasa bangga.
"Woo iya, jelas. Nanda nih, bos."
"Nindi nih, bis," cibir Nando yang langsung mendapat tabokan di punggungnya dari Nanda.
"Kamu udah?" tanya Yesa pada Nando yang kini jadi menggeleng pertanda belum selesai.
"Tinggal satu lagi," kata pemuda itu.
Yesa mengangguk mengerti, kemudian dia tertawa kecil entah apa sebabnya dan berkata, "Padahal udah siang lho, ya. Bau minyak telon sama bedak bayi kalian berdua masih kecium, nggak hilang baunya."
Nanda jadi mencium ketiaknya secara bergantian, lalu menatap Yesa dan menganggukkan kepala.
"Baunya nggak mau hilang dari badan kita berarti, Kak. Udah nyaman dan terlanjur sayang," balasnya asal dan menggumam dilima kata terakhir seraya ikutan tertawa.
"Bisa aja," ujar Yesa.
"Udah." Nando berkata dengan tangan menyodorkan bukunya pada Yesa yang duduk di hadapannya, berbatasan dengan meja.
"Eh, udah? Siniin, Kakak periksa."
Tak lama dari itu, tiba-tiba saja dari arah luar Apartemen mereka terdengar suara ketukan pintu dan diikuti suara bel yang membuat ketiga orang tersebut jadi saling pandang satu sama lain.
"Siapa, Nan?" tanya Yesa menaikkan alisnya dan si kembar hanya membalasnya dengan mengedikkan bahu pertanda tak tau.
Nando menatap Nanda yang duduk di sebelahnya. "Bukain sana, Pey."
Nanda yang mendengar suruhan itu jadi memberengut lucu dan tanpa sadar dia merengek, "ih, mager."
Walau begitu, dia tetap saja berdiri dan berjalan gontai mendekati pintu yang tidak terlalu jauh karena memang mereka sedang berkumpul di ruang tengah.
Saat sudah mendekati, pintu langsung Nanda buka tanpa melihat siapa yang datang dari lobang kecil yang memang ada di pintu. Dan saat sudah dibuka lebar, terlihatlah sosok dua pemuda tampan dan satu gadis cantik berambut panjang yang berusia kepala dua.
"Halo, Nanda."
"Halo," gumam Nanda pelan dengan mata berbinar saat melihat tamunya tersebut.
Mata Nanda langsung tertuju pada si gadis dan tanpa sadar dia melompat-lompat kecil di tempatnya dengan antusias. "Kak Sindi," panggilnya segera maju memeluk gadis yang dia panggil 'Kak Sindi' itu.
"Halo-halo, Sindi di sini." Sindi atau lebih tepatnya Cantika Sindi Abraham, dia membalas pelukan Nanda dengan diiringi tawaan gemas yang keluar dari mulutnya.
"Kacang goreng lima ratusan, gue mau masuk duluan, di sini dikacangin orang." Salah satu dari dua pemuda tersebut berceletuk dan bersenandung asal, langsung masuk duluan mendahului mereka bertiga. Dia Gerry, atau lebih lengkapnya Gerry Leovano Davidson.
"Halo, everybody," salam Gerry lantang yang dapat menggema kesegala penjuru ruangan. "Wadoh, ada Yesa rupanya."
Gerry langsung mengambil tempat duduk di sofa single berdekatan dengan Yesa duduk. Kedua mata hitam itu menatap Yesa dengan cengiran, lalu memanggil, "Yes."
Yesa jadi mengalihkan pandangan. "Apa?" sahutnya dengan nada malas.
Bukannya menanggapi, Gerry justru malah bersenandung, menggoda gadis itu. "Yes, okey dokey yo. It's that true? Yes, okey dokey yo."
"Wah, Kak, nggak bisa dibiarin," ujar Nanda berceletuk memanas-manasi yang baru saja masuk diikuti sepasang kekasih di belakangnya.
"Nanti ngelunjak," sahut Nando ikut-ikutan. Dia langsung menyandarkan kepalanya di bahu Nanda saat gadis itu sudah kembali duduk di sebelahnya.
"Nggak usah diladenin, diemin aja."
"Ih, Yesa gitu banget sama aku," ujar Gerry dramatis dengan tangan memegang dadanya sembari memasang ekspresi seperti orang yang tersakiti.
Tidak meladeni Gerry yang terusan menggoda Yesa, Nanda beralih menatap Sindi. Lalu bibirnya bergerak mengeluarkan suara, "ada apa, Kak? Tumben ke sini, biasanya nggak bisa, sibuk terus."
Sindi yang mendengar nada sindiran itu jadi meringis merasa bersalah. "Maaf, deh," ujarnya, kemudian mata Sindi beralih menatap sang kekasih seolah mengkode agar menjelaskan maksud dan tujuan mereka datang ke Apartemen si kembar.
Arean Stefano Davidson, seolah paham maksud dari Sindi, dia menyerahkan paper bag yang berisi undangan mewah bertuliskan Happy Wedding Arean & Sindi pada Nando.
Nando yang memang duduk dekat Arean langsung mengambil undangan tersebut, lalu dia berikan ke Nanda dan mereka melihat bersama-sama.
"Woah, daebak, nggak digantung lagi kayak jemuran," goda Nanda kagum setelah puas melihat undangan itu dan matanya beralih menatap Sindi yang membuat Sindi jadi tertawa kecil saja dibuatnya.
Bersyukur ya bund," gumam Gerry.
"Oh, iya, Yes. Kebetulan juga kita ketemu di sini. Nih, ada undangan buat kamu juga. Jangan nggak dateng, harus banget dateng pokoknya, titik." Sindi menyodorkan undangan pernikahannya pada Yesa.
"Nanti aku usahain, Mbak."
"Yes, dateng sama gue aja, nanti gue jemput." Gerry menatap Yesa sekilas, kemudian kembali menatap handphone-nya. Yesa menggeleng tanda menolak. "Nggak usah, aku dateng sendirian aja."
"Bodo amat, nanti gue jemput," kata Gerry tak mau dibantah.
"Ng—"
"Udah, Kak. Nanti perginya biar dijemput Bang Gerry aja, biar Kak Yesa juga nggak dikatain jomblo kalo dateng sendirian."
"Nah, cakep. Ini baru adek gue," puji Gerry mengacungkan jempolnya pada Nanda.
***
Nando dan Nanda kini sudah berada di Butik mewah milik salah satu menantu keluarga Davidson. Mereka berdua tadi disuruh oleh Rosealeta Davidson atau yang biasa sepasang saudara kembar itu panggil dengan sebutan 'Mommy' untuk datang ke sana.
Ya, Nando dan Nanda ditelepon Rose untuk datang ke Butik. Rean yang tau mommy-nya menyuruh mereka berdua pun jadi mengajak calon istrinya yang tak lain adalah Sindi untuk pamit pergi yang entah mau ke mana. Sedangkan Gerry, dia mengantar Yesa pulang karena memang jam belajar sudah selesai.
"Ini perasaan yang mau nikah bang Rean sama kak Sindi, deh. Kenapa malah jadi kita berdua yang kayak mau fitting baju pegantin?" tanya Nanda merengek dengan atensinya menatap Nando.
"Ya mana aku tau, Pey." Nando memutar bola matanya jengah. Pasalnya, sedari tadi kembarannya itu terus saja merengek tak jelas.
"Kenapa sih, sayang? Dari tadi kok ngerengek terus," tanya Rose yang baru datang menghampiri mereka berdua.
Nanda mencebikkan bibirnya, lalu menggeleng. "Nggakpapa, Mommy."
Rose tersenyum gemas. "Itu baju buat kalian pake ke acara pernikahan nanti, hadiah dari Mommy," jelasnya yang membuat Nanda jadi menganga.
"Woah, jadi enak," gumam Nanda tanpa sadar. Tapi saat sudah sadar apa yang dia ucapkan, gadis itu segera membekap mulutnya.
Rose tampak menggeleng-gelengkan kepala memaklumi. "Sini duduk, nggak capek apa berdiri terus?" titah Rose.
Nanda yang memang masih berdiri pun langsung ikut duduk di sebelah Nando yang hanya diam saja memainkan handphone-nya.
"Oh, iya. Mommy baru inget, besok kalian ada pemotretan lagi jam setengah sepuluh pagi. Kalian bisa?"
Nanda dan Nando tampak saling tatap satu sama lain, kemudian menatap Rose dengan anggukkan dan diiringi senyuman tipis.
"Bisa, Mom."
Ya, inilah pekerjaan mereka, menjadi Model. Pekerjaan itu diberikan oleh Rose sendiri sebagai tanda terima kasihnya kepada sepasang saudara kembar tersebut karena telah menyelamatkannya dari pembegalan.
Sedikit cerita, saat itu Nando dan Nanda sedang mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan, tapi tidak semudah itu. Bayangkan saja bocah remaja yang baru memasuki usia empat belas tahun mencari sebuah pekerjaan? Siapa yang akan menerimanya? Tapi untungnya saja saat mereka kembali mendatangi sebuah warung bakso kaki lima dan menawarkan jasa cuci piring mereka, penjual itu menerimanya.
Saat sudah selesai menyelesaikan cucian piring itu, penjual bakso membayar mereka dengan dua mangkok bakso dan sedikit uang sebagai upahnya.
Setelahnya mereka pulang ke kontrakan untuk mengistirahatkan diri mereka yang lelah karena terus berjalan sepanjang hari.
Saat mereka melewati jalanan sepi yang memang arah ke kontrakan kecil mereka berada, si kembar melihat ada satu mobil putih yang dihadang oleh dua orang berbadan besar dan berotot.
Itu pembegalan.
Mereka melihat seorang wanita cantik yang tak lain adalah Rose yang dipaksa keluar dan langsung ditodong dengan senjata tajam.
Sampai akhirnya mereka membantu wanita cantik itu. Oh, bukan mereka. Lebih tepatnya Nando sendirian karena pemuda itu menyuruh kembarannya untuk bersembunyi.
Dengan berbekal pisau lipat kesayangannya yang selalu dia bawa, yang dia sembunyikan di pinggangnya, Nando dapat membantai dua orang berbadan besar tersebut.
Dua orang itu sontak tergeletak begitu saja di jalan aspal saat Nando langsung tanpa aba-aba menusukkan pisaunya kebagian sumsum tulang belakang keduanya.
Dan dari situlah pertemuan Nando, Nanda, dan Rose terjadi.
Nando yang menyelamatkan Rose dengan bantuan pisau lipat kesayangannya.
Pisau lipat kecil yang sangat tajam dan dia beli dengan uang hasil tabungannya sendiri.
Pisau lipat yang selalu dia bawa kemana-mana dan tidak pernah tertinggal sedikitpun.
Psikopat? Not. He's not a psychopath!
Kalau kata Nanda: "Lo tuh kalo udah nusuk-nusuk orang kayak orang yang nggak punya rasa bersalah. Kayak psikopat, tapi mau dibilangin psikopat, lo-Nya bukan ciri-ciri orang psikopat. Ya kali psikopat setiap harinya pakek bedak bayi sama minyak telon, mana cengeng pula. Beda jauh banget."
***
— t b c —