"aku pernah membiarkan satu Kalila merebut milik ku,tapi tidak untuk Kalila lain nya!,kau... hanya milik Aruna!"
Aruna dan Kalila adalah saudara kembar tidak identik, mereka terpisah saat kecil,karena ulah Kalila yang sengaja mendorong saudara nya kesungai.
ulah nya membuat Aruna harus hidup terluntang Lantung di jalanan, sehingga akhirnya dia menemukan seorang laki laki tempat dia bersandar.
Tapi sayang nya,sebuah kecelakaan merenggut ingatan Aruna,sehingga membuat mereka terpisah.
Akankah mereka bertemu kembali?,atau kah Aruna akan mengingat kenangan mereka lagi?
"jika tuhan mengijinkan aku hidup kembali, tidak akan ku biarkan seorang pun merebut milik ku lagi!"ucap nya,sesaat sebelum kesadaran nya menghilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aru_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21.Bertemu ami
Setelah berpamitan dengan warga desa, Arza dan Aruna melanjutkan perjalanan menuju rumah Tante Naila. Aruna memegang selembar kertas yang berisi alamat dan nama pemilik rumah, pemberian tantenya dulu sebelum mereka terpisah. Arza menyetir dengan tenang, mencoba mengingat-ingat jalan yang mungkin menuju ke alamat tersebut.
"Kamu yakin ini alamatnya, Aruna?" tanya Arza sambil melirik kertas di tangan Aruna.
Aruna mengangguk. "Dulu Ami yang kasih ini, tapi aku sendiri juga tidak tahu daerahnya di mana."
Arza mengangguk mengerti. Ia terus menyetir, sesekali bertanya pada warga sekitar jika ada jalan yang membingungkan. Aruna memperhatikan Arza dengan seksama, kagum dengan kesabarannya mencari alamat yang bahkan ia sendiri tidak tahu pasti lokasinya.
"Maaf ya, jadi merepotkan kamu, Arza," ucap Aruna pelan.
Arza tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Aruna. Justru aku senang bisa membantu. Aku yakin kita pasti akan menemukan rumah Ami mu."
Aruna merasa hatinya menghangat mendengar ucapan Arza. Ia bersyukur memiliki suami seperti Arza, yang sabar dan penuh perhatian. Perasaan nyaman dan aman semakin tumbuh di hatinya. Setelah beberapa kali berbelok dan bertanya, akhirnya Arza menemukan sebuah rumah yang sesuai dengan petunjuk di alamat.
"Sepertinya ini rumah nya," kata Arza, memperlambat laju mobil. "Coba kamu lihat kedepan, mungkin ada Tante mu disana, Aruna."
Aruna melihat lihat ke halaman rumah irt,tapi tidak ada siapa pun disana.
Arza memarkirkan mobil di pinggir jalan, lalu mereka berdua berjalan kaki halaman sempit itu. Aruna merasa jantungnya berdebar kencang, tidak sabar bertemu dengan tantenya setelah perpisahan itu.
"Ini rumahnya?," bisik Aruna, matanya berkaca-kaca.
Arza menggenggam tangan Aruna, memberikan dukungan. "Ayo, kita lihat dulu."
Arza dan Aruna melangkah mendekat, jantung Aruna berdegup kencang karena kerinduan yang membuncah. Arza mencoba mengetuk pintu, dan tak lama kemudian, pintu terbuka.
Sesosok wanita cantik dan masih muda dengan senyum hangat nya muncul di ambang pintu. Arza terkejut,dia tidak menyangka Ami nya Aruna masih semudah itu.
"Ami!" seru Aruna tak tertahan, langsung memeluk tantenya erat. Air mata haru mengalir di pipinya.
"Aruna! Astaga, ini benar kamu,?" Naila membalas pelukan Aruna tak kalah erat, matanya juga berkaca-kaca. "Kamu kemana saja?, Ami pikir kamu tidak akan kembali lagi."
"maafkan aku,Ami. mobil yang aku tumpangi mengalami kecelakaan, sehingga aku jatuh ke sungai, untung saja ada warga desa dan dokter ini yang menolong ku".
Setelah pelukan hangat itu terlepas, Naila menoleh ke arah Arza. "Ini... Dokter itu?". Aruna mengangguk."Dokter arza nama nya" ujar nya kemudian.
"Terima kasih dokter arza, anda telah menyelamatkan Aruna, dan juga membawa nya kembali".
Arza tersenyum ramah dan mengangguk. "Sama-sama. Senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Anda."
"panggil saja Ami, seperti Aruna memanggil saya" arza mengangguk.
Naila mengajak mereka masuk, dan Aruna merasa kebahagiaan menyelimuti dirinya. Namun, saat Aruna melangkah masuk lebih dalam, matanya menangkap siluet seseorang yang baru saja keluar dari dapur.
Langkah Aruna terhenti. Senyum di wajahnya memudar. Sosok itu berbalik, dan pandangan mereka bertemu. Mata Aruna membelalak tak percaya.
Itu... Ayah angkatnya.
Norman juga tampak terkejut melihat Aruna. Senyum tipis yang tadinya menghiasi wajahnya langsung menghilang, digantikan ekspresi datar.
"Ayah?" Aruna berucap pelan, suaranya tercekat.
Naila yang menyadari ketegangan mendadak itu menoleh pada Norman, lalu kembali menatap Aruna. "Aruna. Mas Norman. Dia... dia kebetulan sedang berkunjung." Ami menjelaskan dengan nada sedikit gugup.
Norman hanya berdiri diam, menatap Aruna dan Arza bergantian dengan tatapan sulit diartikan. Suasana yang tadinya penuh kehangatan, kini berubah menjadi canggung dan tegang. Aruna merasakan dadanya sesak.
Apa yang Norman lakukan di sini? Dan mengapa Tante nya tidak bercerita? Arza yang merasakan perubahan suasana hati Aruna, menggenggam tangan istrinya erat, mencoba menenangkan.
Norman masih berdiri di sana, tatapannya menyiratkan sesuatu yang sulit diartikan. Ami yang merasa tidak nyaman dengan keheningan itu mencoba mencairkan suasana.
"Mas Norman, Aruna... dia sudah disini sekarang," kata Ami, berusaha tersenyum.
Aruna menatap Norman tajam, seolah mencari jawaban atas semua pertanyaan yang membanjiri benaknya. kenapa dia bisa ada disini?.
Norman, ayah angkatnya, laki-laki yang dulu nya baik. Namun, berubah seketika menjadi orang jahat. Dia bahkan menghilang begitu saja setelah menghamili Tante nya, meninggalkan Naila sendirian dalam kesulitan saat tengah mengandung anara tanpa sedikit pun pertanggung jawaban.
Dia memang kembali kemudian, bukan untuk bertanggung jawab pada Naila, melainkan untuk menjemput Aruna dan membawanya pergi untuk menjadi kan nya pemu as nafs u nya. Kenapa sekarang laki-laki sejahat ini ada di sini lagi? Dan mengapa Ami bisa menerimanya kembali?
"ada apa ini,Ami?" ujar Aruna dingin, suaranya sarat akan kekecewaan dan kemarahan yang tertahan. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Matanya beralih ke Naila, mencari penjelasan. Ada rasa sakit dan pengkhianatan yang jelas terpancar dari sorot matanya. Mereka pindah untuk menghindari dia, tapi sekarang...
Arza yang merasakan gelombang emosi Aruna, mengeratkan genggamannya. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres di antara mereka. Ia bisa melihat luka lama yang kembali terbuka di mata Aruna.
"Ami... kenapa... kenapa dia ada di sini?" tanya Aruna, akhirnya. Suaranya bergetar, lebih seperti bisikan yang nyaris tak terdengar, namun cukup jelas untuk didengar oleh ketiganya.
Norman tetap diam, tidak bergerak, seolah-olah patung. Naila menghela napas panjang, sorot matanya menunjukkan keraguan dan kesedihan. Ia tahu ia harus menjelaskan, tetapi ia juga tampak kesulitan untuk memulainya. Suasana di ruang tamu itu terasa semakin berat, dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab dan emosi yang saling berbenturan.
Naila menatap Aruna dengan tatapan sendu, penuh rasa bersalah. Ia menghela napas panjang, seolah mengumpulkan kekuatan untuk berbicara. Norman masih di tempatnya, matanya terus-menerus mengamati Aruna, lalu sesekali melirik Arza.
"Aruna... ini... ini tidak seperti yang kamu bayangkan," Ami memulai, suaranya pelan dan berhati-hati. "Mas Norman datang ke sini... beberapa hari yang lalu."
"Kenapa dia ada di sini, Ami?" Aruna memotong, suaranya mulai meninggi, tidak bisa lagi menyembunyikan kekecewaannya. "Setelah semua yang dia lakukan? Setelah dia pergi begitu saja saat kamu membutuhkannya?.Dan... Dengan semua rencananya pada Aruna, mi. Sekarang dia ada di sini? Bagaimana bisa?"
Air mata mulai menggenang di mata Aruna. Ia merasa dikhianati, bukan hanya oleh Norman, tapi juga oleh Naila yang seolah-olah menerima kembali laki-laki itu. Arza meremas tangan Aruna pelan, isyarat agar ia tenang.
Naila berjalan mendekat, lalu meraih tangan Aruna yang lain. "Dengar, Aruna. Ami tahu kamu marah. Ami juga awalnya marah, sangat marah. Tapi... Mas Norman datang dengan kondisi yang sangat berbeda."
Norman akhirnya membuka suara, suaranya serak dan pelan. "Aku... ayah datang untuk menebus kesalahan, Aruna. ayah tahu ayah salah besar, ayah minta maaf."
Aruna tertawa sinis, tanpa humor. "Menebus kesalahan? Setelah bertahun-tahun? Setelah anda menghilang, meninggalkan Ami sendirian dengan Anara? Dan datang lagi hanya untuk membawaku pergi dan merencanakan hal busuk pada ku? Itu yang anda sebut menebus kesalahan?"
Naila menatap Norman, lalu kembali menatap Aruna. "Dia... dia sakit, Aruna. Penyakitnya cukup parah. Dia datang untuk meminta maaf, dan... dan dia ingin menghabiskan sisa waktunya dengan Anara."
Mendengar itu, Aruna sedikit terkejut. Ia menoleh ke arah Norman, mencoba mencari tahu apakah Naila mengatakan yang sebenarnya. Wajah Norman memang terlihat lebih pucat, ada kerutan lelah di sekitar matanya yang tidak ada sebelumnya. Namun, itu tidak serta merta menghapus luka dan kemarahan yang ia rasakan.
"Sakit?" Aruna mengulang, nada suaranya masih penuh keraguan. "Dan itu alasan Ami menerima dia kembali? Apa Ami lupa semua yang dia lakukan?"
"Ami tidak lupa, Aruna," jawab Naila, matanya berkaca-kaca. "Ami juga manusia, Aruna. Ada kalanya kita harus memaafkan, terutama ketika seseorang sudah tidak memiliki banyak waktu. Anara... Anara juga perlu tahu ayahnya, meski hanya sebentar."
Norman melangkah maju, perlahan mendekati Aruna. "Ayah tahu ayah tidak pantas dimaafkan. Tapi ayah sungguh ingin menebus sedikit saja dari kesalahan kesalahan ku, sebelum semuanya terlambat."
Aruna menatap Norman, lalu beralih ke Naila. Ia bingung. Di satu sisi, ia ingin memarahi Norman atas semua yang telah ia lakukan pada Naila dan dirinya.
Di sisi lain, Naila tampak tulus dengan keputusannya. Ia melirik Arza yang masih berdiri di sampingnya, memberikan dukungan tanpa banyak bicara. Aruna merasakan hatinya terpecah belah antara masa lalu yang pahit dan kenyataan yang kini ada di hadapannya.