Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Anak kecil berwajah pucat
Saat ini satu jam sebelum perahu kembali ke Ravenswood, dan Varania belum mendapatkan petunjuk apapun. Ia sudah mengelilingi seluruh sudut Desa, tidak ada yang janggal disini.
Warga desa seribu kabut lebih banyak menghabiskan waktu di kebun mereka sepanjang hari. Hanya beberapa orang yang tinggal di rumah saat siang, anak-anak, remaja yang masih sekolah dan lanjut usia yang sudah tidak kuat bekerja.
Varania dan Rea duduk di kedai sederhana yang berdiri kokoh dekat dermaga sungai. Masing-masing makan satu porsi mie kuah dan segelas es teh.
“Re, jujur saja mendengar cerita pak Jordan aku baru ingat kamu juga tinggal di kota lain. Di kota mana kamu tepatnya tinggal selama ini?” Tanya Varania di sela-sela kegiatan makan mereka.
Rea meminum tehnya sedikit sebelum menjawab, “aku tinggal di ibukota.”
Dia tampak ragu saat mengatakannya. Ibukota cukup jauh dari Ravenswood, mungkin sekitar lima jam perjalanan jika naik mobil atau kendaraan umum.
“Sejujurnya aku tidak percaya dengan cerita pak Jordan, kak. Aku sudah sering keluar masuk Ravenswood dan masih baik-baik saja. Kak Celine juga begitu kan? Dia kuliah di kota lain?” Kata Rea melanjutkan.
Varania mengangguk mengerti. Sekarang ia tahu bahwa salah satu dari dua orang ini berbohong, dan ia harus mencari tahu siapa yang benar.
‘Tapi, kelihatannya pak Jordan yang berbohong. untuk apa dia berbohong? Apa agar tidak ada orang yang datang ke Ravenswood? kenapa dia tidak ingin orang datang?' Varania menganalisis dalam kepalanya.
Ia menatap lurus ke depan, kebetulan meja yang mereka tempati menghadap langsung ke jalanan. Saat itulah secara tak sengaja ia melihat seorang anak kecil berkulit pucat berjalan tertatih-tatih ke dermaga.
Varania refleks berdiri, lalu berjalan keluar kedai dengan terburu-buru. Ia mengikuti anak kecil pucat yang berlari di sepanjang dermaga. Anak kecil itu tampaknya tidak memiliki tujuan tertentu, hanya berlari dan bermain di antara perahu-perahu yang berlabuh. Varania terus mengikutinya, penasaran dengan apa yang akan dilakukan anak kecil itu selanjutnya.
“Kak Ara, mau kemana?!” Tanya Rea setengah berteriak dari dalam kedai. Ia meletakkan beberapa lembar uang di atas meja kemudian segera menyusul Varania ke dermaga.
Ketika Varania mencapai ujung dermaga, anak kecil itu berhenti dan menatap sungai. Varania juga berhenti dua langkah di belakangnya, menatap ke arah yang sama. Mereka berdua berdiri di sana sejenak, menikmati pemandangan sungai yang aneh.
Tiba-tiba, anak kecil itu berbalik dan menatap Varania dengan mata yang besar namun kosong. Varania tersenyum dan mengulurkan tangan, "Halo, siapa namamu?" Anak kecil itu tidak menjawab, hanya menatapnya dengan mata yang tetap.
Varania merasa sedikit penasaran dan sedikit khawatir. Mengapa anak kecil ini begitu pucat dan tampaknya tidak memiliki siapa-siapa di sekitarnya? Apakah dia tersesat? Ia itu memutuskan untuk menanyakan lebih lanjut, "Kamu sendirian di sini? Di mana orang tuamu?"
Namun, anak kecil itu hanya menatapnya tanpa menjawab. Varania merasa sedikit tidak nyaman, tapi ia tidak ingin meninggalkan anak kecil itu sendirian. Ia memutuskan untuk menunggu dan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Kak, ngapain kesini? Kita berangkatnya masih sekitar empat puluh lima menit lagi kan?” Tanya Rea keheranan, napasnya agak ngos-ngosan karena berlari mengejar Varania.
Varania menoleh, tersenyum tipis. “Iya, aku hanya penasaran kenapa anak kecil ini sendirian dekat dermaga.”
Rea tambah kebingungan, ia menolehkan kepalanya ke sekeliling dermaga. Ada sekitar empat perahu, pria-pria dewasa yang sibuk mengangkat barang, dan tidak ada anak kecil.
“Anak kecil? Mana?” Rea hanya melihat Varania berlari panik ke dermaga, seperti orang linglung. Varania berlari sendirian seolah mengejar sesuatu, tetapi dia hanya sendirian.
“Ini-"Varania menoleh ke tempat anak kecil tadi berdiri. Kosong. Dia sudah tidak ada, atau sebenarnya dia memang tidak pernah ada. Varania mengucek matanya, anak kecil itu benar-benar menghilang begitu saja.
Varania mengalihkan pandanganya ke depan, ke arah mata anak anak kecil itu tadi tertuju.
Ia menatap air sungai yang berwarna kuning, mengalir pelan dan berirama. Ia tidak dapat melihat warna lain, selain kuning pekat yang aneh.
Lalu, entah kenapa mimpi tadi malam berputar kembali dalam kepalanya. Mimpi aneh yang terjadi di tempat aneh. Sungai dan benda yang ia lihat di dasar sungai.
Mungkinkah sungai dalam mimpinya itu adalah sungai ini? Apa mungkin anak kecil berwajah pucat yang ia lihat adalah petunjuk dari alam agar ia datang kemari?
Pikiran Varania berganti-ganti antara mimpinya dan anak kecil itu, seperti mencoba menyatukan potong-potongan kertas yang sudah lama dibiarkan berdebu di sudut ruangan.
Kakinya tanpa sadar sudah berada di ujung dermaga, jika melangkah satu langkah lagi maka ia akan terjatuh ke dalam sungai.
"Kak Ara! jangan!" Rea berteriak panik.
BYURRRRRRR!
...***...
Jangan lupa like, komen dan vote.