Setelah kematian yang tragis, dia membuka matanya dalam tubuh orang lain, seorang wanita yang namanya dibenci, wajahnya ditakuti, dan nasibnya dituliskan sebagai akhir yang mengerikan. Dia kini adalah antagonis utama dalam kisah yang dia kenal, wanita yang dihancurkan oleh sang protagonis.
Namun, berbeda dari kisah yang seharusnya terjadi, dia menolak menjadi sekadar boneka takdir. Dengan ingatan dari kehidupan lamanya, kecerdasan yang diasah oleh pengalaman, dan keberanian yang lebih tajam dari pedang, dia akan menulis ulang ceritanya sendiri.
Jika dunia menginginkannya sebagai musuh, maka dia akan menjadi musuh yang tidak bisa dihancurkan. Jika mereka ingin melihatnya jatuh, maka dia akan naik lebih tinggi dari yang pernah mereka bayangkan.
Dendam, kekuatan, dan misteri mulai terjalin dalam takdir barunya. Tapi saat kebenaran mulai terungkap, dia menyadari sesuatu yang lebih besar, apakah dia benar-benar musuh, atau justru korban dari permainan yang lebih kejam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Bayangan di Pelabuhan
Angin laut berembus kencang, membawa aroma garam yang menusuk hidung. Ombak yang menghantam dermaga kayu menciptakan ritme monoton yang seharusnya menenangkan, tetapi malam ini, suasana di pelabuhan terasa lebih mencekam dari biasanya.
Seraphina dan Lucian berdiri di atas atap salah satu gudang tua, mengamati aktivitas di bawah mereka. Beberapa kapal dagang berlabuh, dan beberapa kelompok pria berbadan besar tengah sibuk memindahkan peti kayu dari kapal ke gerobak yang menunggu di dermaga.
"Apa menurutmu ini hanya pengiriman biasa?" bisik Lucian, matanya tajam memeriksa setiap gerakan mencurigakan.
Seraphina menggeleng pelan. "Tidak. Ada terlalu banyak orang bersenjata untuk sekadar perdagangan biasa."
Mereka melihat seseorang yang tampak seperti pemimpin kelompok itu—seorang pria berbaju hitam dengan tanda merah di lengan kanannya, berbicara dengan seseorang yang wajahnya tersembunyi di balik tudung gelap. Percakapan mereka terdengar samar-samar, tetapi Seraphina bisa menangkap beberapa kata kunci.
"Barang harus sampai tepat waktu..."
"Kuil tidak boleh tahu..."
"Jika mereka mencurigai sesuatu, habisi mereka sebelum terlambat."
Lucian menyeringai. "Kedengarannya mereka sedang menyembunyikan sesuatu yang besar."
Seraphina menaruh jari di bibirnya, menyuruh Lucian untuk diam. Dia memperhatikan dengan lebih seksama, lalu melihat sesuatu yang membuat alisnya berkerut.
Dua orang berpakaian serba hitam berjalan ke arah sebuah gerobak, membuka salah satu peti, dan menarik sesuatu dari dalamnya.
Sihir terlarang.
Seraphina bisa merasakan energi gelap yang bergetar dari benda di dalam peti itu. Cahaya kehijauan samar terlihat sebelum mereka buru-buru menutup kembali tutup peti itu.
Lucian menyumpah pelan. "Jadi ini yang mereka sembunyikan?"
Seraphina mengangguk. "Mereka menyelundupkan sihir terlarang. Ini lebih buruk dari yang kita duga."
Mereka harus bertindak. Jika sihir terlarang itu jatuh ke tangan yang salah, kehancuran bisa terjadi.
"Bagaimana kita akan menangani ini?" tanya Lucian, tangannya sudah bersiap meraih belati.
Seraphina memikirkan sejenak. "Jika kita menyerang sekarang, kita bisa menghancurkan pengiriman ini. Tapi itu akan membuat kita menjadi target mereka."
Lucian terkekeh. "Bukankah kita sudah menjadi target sejak awal?"
Seraphina tersenyum tipis. "Baiklah. Tapi kita harus melakukannya dengan cepat dan bersih."
Lucian mengeluarkan belatinya. "Dengan senang hati."
Mereka bergerak cepat, seperti bayangan di malam hari. Lucian turun lebih dulu, mendarat dengan ringan di belakang salah satu penjaga dan membekap mulutnya sebelum dia sempat berteriak.
Seraphina menyelinap ke sisi lain, mendekati gerobak berisi peti sihir terlarang. Dengan lincah, dia menarik salah satu vial kecil dari ikat pinggangnya dan menumpahkan cairan berwarna kebiruan ke roda gerobak.
Lucian menangkap gerakannya. "Apa itu?"
"Minyak pembakar. Dalam hitungan detik, ini akan berubah menjadi api biru yang tak bisa dipadamkan dengan air biasa."
Lucian terkikik. "Kau memang selalu punya cara menarik untuk membuat kekacauan."
Mereka terus bergerak dalam senyap, menjatuhkan satu demi satu penjaga tanpa suara. Tetapi tepat ketika Seraphina hendak menyalakan api, sebuah suara berat menggema dari belakang mereka.
"Hentikan."
Seraphina dan Lucian berbalik dengan cepat.
Sosok pria bertudung yang sebelumnya berbicara dengan pemimpin kelompok kini berdiri di hadapan mereka. Wajahnya masih tersembunyi, tetapi aura yang memancar darinya jelas bukan aura manusia biasa.
"Siapa kau?" tanya Seraphina dingin.
Pria itu tertawa kecil. "Seseorang yang lebih baik tidak kau hadapi sekarang."
Sebelum mereka sempat bereaksi, pria itu mengangkat tangannya. Dalam sekejap, udara di sekitar mereka berubah. Gelombang energi gelap meledak dari tubuh pria itu, mendorong Seraphina dan Lucian mundur beberapa langkah.
"Sihir tingkat tinggi," gumam Lucian, wajahnya menegang.
Pria itu melangkah maju. "Aku akan memberimu satu kesempatan untuk pergi. Jika tidak, kau akan mati di sini."
Seraphina tidak gentar. Dengan satu gerakan cepat, dia melemparkan pisau kecil ke arah pria itu. Tetapi sebelum pisau itu mengenai targetnya, pisau itu berhenti di udara dan langsung hancur menjadi debu.
"Tidak akan semudah itu."
Lucian mengeluarkan dua belati dan bersiap menyerang. "Jadi kita harus bertarung, ya?"
Pria itu hanya tersenyum. "Silakan coba."
Tanpa menunggu lebih lama, Seraphina dan Lucian menyerang bersamaan. Seraphina mengayunkan pedangnya, sementara Lucian melompat dengan cepat ke sisi lain, mencoba menemukan celah untuk menyerang.
Tetapi pria itu seperti sudah mengantisipasi semua gerakan mereka. Dengan satu lambaian tangan, dia menciptakan perisai tak kasatmata yang menahan serangan mereka.
Seraphina mendarat dengan ringan di tanah, matanya tajam. "Dia lebih kuat dari yang kita duga."
Lucian mengatupkan giginya. "Kita harus berpikir cepat, atau kita tidak akan keluar dari sini hidup-hidup."
Pria itu tersenyum dingin. "Kalian benar-benar menghibur. Sayang sekali, ini harus diakhiri."
Tiba-tiba, pria itu mengangkat tangannya, dan bayangan di sekeliling mereka mulai bergerak seperti hidup. Tangan-tangan hitam muncul dari tanah, mencoba menangkap mereka.
Seraphina dan Lucian melompat mundur, menghindari cengkeraman bayangan itu. Tetapi jumlah mereka terlalu banyak.
Seraphina tahu mereka tidak bisa terus bertarung seperti ini. Mereka harus keluar dari sini sebelum keadaan semakin buruk.
"Lucian, kita harus mundur!"
Lucian tampak enggan, tetapi dia tahu Seraphina benar. "Baiklah, tapi kita tidak akan pergi begitu saja."
Dengan satu gerakan cepat, Lucian melemparkan sesuatu ke arah gerobak.
"Boom."
Sebuah ledakan api biru meledak, membakar gerobak dan peti-peti sihir terlarang yang ada di dalamnya.
Pria bertudung itu tampak terkejut, tetapi kemudian tertawa pelan. "Kalian benar-benar menarik."
Seraphina dan Lucian menggunakan kekacauan itu untuk melarikan diri, melesat ke dalam kegelapan malam sebelum pria itu bisa mengejar mereka.
Saat mereka mencapai atap bangunan terdekat, Seraphina menoleh ke arah pelabuhan yang kini dipenuhi api biru yang menyala terang.
Lucian tertawa kecil. "Setidaknya kita menghancurkan pengiriman mereka."
Seraphina mengangguk, tetapi pikirannya masih tertuju pada pria bertudung tadi.
Siapa dia sebenarnya? Dan seberapa kuat dia?
Mereka telah memenangkan pertempuran malam ini, tetapi perang baru saja dimulai.
Seraphina dan Lucian terus berlari melewati atap bangunan, meninggalkan pelabuhan yang kini terbakar dalam api biru. Angin malam yang menusuk membuat napas mereka berembun, tetapi mereka tidak bisa berhenti.
Di belakang, pria bertudung itu masih berdiri di tempatnya, menatap api yang membakar peti-peti sihir terlarang. Tidak ada kemarahan di wajahnya, hanya ekspresi penasaran yang mengerikan.
"Menarik..." gumamnya sambil menyentuh api biru itu dengan ujung jarinya. Yang mengejutkan, api itu tidak melahapnya seperti yang seharusnya. Sebaliknya, api itu berputar, membentuk pola aneh sebelum menghilang begitu saja.
Di kejauhan, Seraphina melirik ke belakang. Dia tidak bisa melihat pria itu lagi, tetapi dia tahu bahwa pertemuan mereka belum berakhir.
"Kita tidak bisa kembali ke kuil sekarang," kata Lucian dengan nada serius. "Orang itu pasti sudah mencatat wajah kita."
Seraphina mengangguk. "Aku tahu. Kita butuh tempat persembunyian sementara."
Lucian berpikir sejenak, lalu tersenyum tipis. "Aku tahu satu tempat. Tapi aku tidak yakin kau akan menyukainya."
Seraphina menatapnya curiga. "Di mana?"
Lucian hanya terkekeh dan mulai berlari lagi, memaksa Seraphina untuk mengikutinya.
Dalam hati, Seraphina tahu bahwa misi ini baru saja berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Dan pria bertudung itu... dia bukan musuh biasa.
Pertanyaannya sekarang adalah—seberapa besar bahaya yang sebenarnya sedang mereka hadapi?
Al-fatihah buat neng Alika beliau orang baik dan Allah menyayangi orang baik, beliau meninggal di hari Jumat bertepatan setelah malam nisfu syabaan setelah tutup buku amalan.. semoga beliau di terima iman Islamnya di ampuni segala dosanya dan di tempatkan di tempat terindah aamiin ya rabbal alamiin 🤲