“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9 - William
"Siapa kau dan kenapa kau ada di sini?"katanya Zea blak-blakan.
Pria itu terkekeh ringan, "Pertanyaan sama untukmu, siapa kau sebenarnya Dan kenapa kau berada di tengah hutan."
Zea merasa kalau pria di depannya adalah orang baik dan sepertinya bukan antek-antek Giovanni. "Aku harus keluar dari sini, bisakah kau menunjukkan jalannya untuk pergi ke kota."
Walau begitu Zea tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia baru saja dari mansion milik Giovanni Altezza.
"Jalan menuju ke kota, ya? aku tahu tapi apakah kau tidak ingin jujur apa yang kau lakukan di sini?"
Zea tampak berpikir, dia menimbang-nimbang apakah perlu menceritakan hal sedetail itu dengan orang asing. "Jika kau tidak bisa membantu tidak apa-apa, aku akan mencari jalan keluar sendiri."
"Hei jangan tersinggung, bukan begitu maksudku, Aku hanya penasaran saja kenapa ada gadis cantik di dalam hutan? Aku pikir ... aku tadi sedang bermimpi." Lelaki itu tersenyum ramah membuat Zea sedikit merasa luluh.
"Kau tidak sedang bermimpi, aku benar-benar nyata dan terima kasih atas pujiannya tapi aku terburu-buru."
"Kenapa terburu-buru? aku bahkan belum mengenal namamu?"
"Oh sungguh, apakah itu perlu? kita hanya dua orang asing yang bertemu di tengah hutan. Hanya itu, Aku tidak ingin tahu apa-apa tentangmu dan kau tidak perlu tahu apapun tentang diriku, sudah cukup sampai di sana. Aku harus segera pergi. Jika kau tidak bisa membantuku, maka minggirlah."
Zea memberikan isyarat agar pria itu menyingkir dari hadapannya. Namun, lelaki itu tidak melakukannya dan tetep berdiri di sana.
"Namaku William, senang bertemu denganmu."
Walaupun Zea telah mengusirnya tetapi pria itu tetap saja memperkenalkan namanya.
"Oh hai, William senang bertemu denganmu juga, tapi dalam situasi ini, aku tidak punya waktu untuk berbasa-basi denganmu. Aku harus segera pergi."
"Kenapa kau begitu terburu-buru? mungkin aku bisa membantumu. Mobilku berada tidak jauh dari sini." William mengacungkan jempolnya ke belakang menandakan kalau mobilnya tidak jauh dari sana dan berada di arah jam 12.
Mendengar William mengucapkan kata mobil, membuat mata Zea berbinar-binar. Seketika gadis itu lupa kalau keberadaan William tadi membuatnya kesal, Tapi saat ternyata tampaknya William dapat membantu Zea. Gadis itu langsung berbalik dan mendekati William lagi.
"Sungguh kau memiliki mobil? Bisa aku menumpang untuk pergi ke kota? Maksudnya tolong bawa aku pergi dari sini.. kemanapun terserah aku tidak peduli yang penting pergi jauh dari sini."
Di tengah hutan yang besarnya berhektar-hektar itu. Zea pun tidak yakin kalau dia bisa kabur dari mansion Giovanni dengan cepat hanya mengandalkan kakinya yang sudah luka-luka itu. Jadi, saat mengetahui kalau William nampaknya bisa membantu, tentu saja dia tidak bisa melewatkan kesempatan itu.
"Baiklah, baiklah, Nona tenang saja. Mari ikut denganku, aku akan mengantarmu ke kota yang sangat kau idam-idamkan itu." William tersenyum manis, ada setitik pandangan berbeda saat melihat Zea.
Namun tatapan itu tidak disadari oleh Zea.
"Ayo kita pergi ke mobilmu, di mana itu?" Zea mengedarkan pandangannya ke area itu untuk mencari di mana keberadaan mobil milik William.
"Kau sangat tidak sabar, ya? Baiklah mari ku tunjukkan."
William berjalan terlebih dahulu di depan dengan Zea yang mengikuti di belakangnya.
"Aku masih penasaran untuk apa gadis cantik sepertimu berada di tengah hutan,"ucap William masih penasaran.
"Aku hanya ada urusan."
"Urusan seperti apakah itu?"
"Yang jelas bukan urusanmu."
"Oh, ayolah. Begitu caramu memperlakukan orang yang akan membantumu?" William sedikit menggoda Zea untuk sebuah tujuan terselubung.
"Kau tidak akan percaya dengan kisahku."
"Hah? Kenapa aku tidak percaya? Bahkan kau belum menceritakan apapun padaku."
"Teruslah berjalan, aku benar-benar harus pergi dari sini." Zea mulai frustasi dan tidak sabaran karena William terus saja bicara, membuat kepalanya pusing.
"Okey okey,"ucap William yang dapat melihat guratan kesal dari Zea.
Tak lama kemudian mereka dapat melihat sebuah mobil mewah terparkir di pinggir pohon pinus.
"Itu mobilku,"tegas William sambil menunjuk mobil tersebut.
Zea terkejut saat melihat mobil itu yang merupakan mobil mewah, biasanya melaju di jalanan kota, bukan seperti mobil hutan yang ada di bayangannya. Lalu Zea menoleh ke arah William. Dia merasakan sedikit rasa curiga kepada Lelaki itu.
"Apa kau adalah suruhan Alteza?"ceplos Zea dengan penuh selidik dan kecurigaan.
Tanpa disadari oleh gadis itu, William bersmirk. Ujung bibir lelaki itu naik ke atas namun tak selang berapa lama tatapan mengerikan itu berubah menjadi ceria kembali dan melihat Zea dengan wajah ramah. Dalam hati lelaki itu berpikir kalau dia benar-benar mendapatkan mangsa yang selama ini ia cari.
"Altezza? Siapa itu Altezza? Aku tidak mengenalnya,"ucap William santai.
"Sungguh? Lalu untuk apa seorang lelaki memakai mobil mewah di tengah hutan dan kau menyusuri hutan tanpa alasan yang jelas. Katakan saja jika kau adalah utusan Altezza untuk menangkapku."
Zea menunjukkan sikap waspada, memasang kuda-kuda dan tangan kanannya yang berada di dalam saku hoodie mencengkram sebuah pisau lipat yang bisa kapanpun melayang untuk melindungi dirinya.
"Aku sudah mengatakan padamu aku tidak mengenal siapa itu Alteza. Kau tidak mengerti juga, lagi pula aku hanyalah seorang peneliti di sini. Ahli botani. Aku hanya mencari tahu tentang sebuah spesies tanaman baru yang mungkin saja ada di hutan ini."
Zea masih menunjukkan wajah curiga yang kentara. "Tunjukkan lisensimu dan juga kartu namamu."
William terkekeh ringan, "Seharusnya kau sudah sangat berlebihan, nona. Aku berniat membantumu tapi kau bertindak seperti harimau lapar yang akan menerkamku."
Walaupun William yang mengatakan hal tersebut, dia tetap berjalan menuju mobil dan mengambil beberapa surat.
"Ya walaupun aku harusnya kesal padamu karena bersikap lancang. Tapi aku tetap akan membuktikan padamu soal pekerjaanku karena ini adalah harga diriku juga."
William memberikan beberapa tumpu kertas pada Zea. "Kau bisa membacanya ... aku lulusan Havard University. Sekarang aku bekerja di sebuah institusi penelitian tentang botani." William membuka beberapa kertas lagi. "Kau bisa melihat judul tesis ku, Aku lulusan terbaik, tahu. Juga jika kau tidak percaya kau bisa menanyakannya pada perusahaan terkait yang mempekerjakanku. Itu pun juga jika kau memang separah itu tidak mempercayai seseorang yang sebenarnya berniat baik untuk membantumu."
Setelah membaca dokumen tersebut, Zea kembali tenang tapi tetap melihat William.
Tiba-tiba gadis itu merasa bersalah karena telah menuduh William yang bukan-bukan.
"Sungguh, maafkan aku ... aku hanya terlalu takut, aku..." Perkataan Zea menggantung di udara.
"Tidak apa-apa, wajar saja kau curiga dengan seseorang yang kau temui di tengah hutan dan menawari bantuan untuk pergi ke kota. Ya ... walaupun itu adalah kemauan mu sendiri." William berkata dengan sedikit nada mengejek dan menyindir.
"Maaf aku jadi meragukanmu padahal seharusnya aku sangat berterima kasih karena kau ingin membantuku."
"Sudahlah sebaiknya lupakan saja." Lelaki itu kembali berkata dengan ada yang ceria. "mari masuk ke mobil."
Zea pun akhirnya mengikuti William masuk ke dalam mobil mewah itu. Saat William Tengah mengemudikan mobil dia mencuri pandang ke
Zea yang berada di bangku penumpang. Tepat di samping William.
"Kau sepertinya sangat takut dengan Altezza ,memangnya mereka siapa?" William melirik Zea dan melihat ekspresi gadis itu langsung terlihat kesal.
"Seseorang yang tidak ingin aku bicarakan."
"Semengerikan itu ya sampai membuat gadis cantik sepertimu merasa ketakutan."
Belum sempat menjawab kembali percakapan dengan William, tiba-tiba nafas Zea tercekat dengan irama jantung yang berdegup kencang saat melihat mobil Giovanni Altezza kini berada tepat di depan mobil mereka. Menghadang dengan berani tanpa takut mati.
"Oh orang gila mana yang menghadang mobilku seperti ini? Bagaimana jika aku tadi menabraknya?" ucap William yang belum mengetahui kalau mobil itu adalah milik Giovanni Altezza.
Sementara wajah Zea sudah pucat pasi. Rasa takut menyelimuti dirinya, tapi Zea telah bertekad untuk pergi dari lelaki mafia itu.