NovelToon NovelToon
The Story Of Jian An

The Story Of Jian An

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:514
Nilai: 5
Nama Author: NinLugas

Pada abad ke-19, seorang saudagar China yang kaya raya membawa serta istri dan anaknya menetap di Indonesia. Salah satu anak mereka, Jian An, tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berwibawa. Ketika ia dewasa, orang tuanya menjodohkannya dengan seorang bangsawan Jawa bernama Banyu Janitra.

Pada malam pertama mereka sebagai suami istri, Banyu Janitra ditemukan tewas secara misterius. Banyak yang menduga bahwa Jian Anlah yang membunuhnya, meskipun dia bersikeras tidak bersalah.

Namun, nasib buruk menghampirinya. Jian An tertangkap oleh orang tidak dikenal dan dimasukkan ke dalam sumur tua. berenang di permukaan air sumur yang kini tidak lagi berada di abad ke-19. Ia telah dipindahkan ke kota S, tahun 2024. Dalam kebingungannya, Jian An harus menghadapi dunia yang jauh berbeda dari yang ia kenal, berusaha menemukan jawaban atas misteri kematian suaminya dan mencari cara untuk kembali ke masa lalu yang penuh dengan penyesalan dan rahasia yang belum terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07

Hari-hari berlalu dengan perlahan, namun rasa kehilangan itu tetap menempel erat di hati Jian An. Wajahnya yang pucat dan kosong mencerminkan betapa dalamnya duka yang ia rasakan. Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, dan setiap kenangan bersama Banyu kini menjadi bayang-bayang yang mengikutinya, tak bisa lepas. Ia sering duduk di dekat kuburan suaminya, meratapi kenyataan yang tak bisa ia terima.

Di pagi yang kelabu, Jian An kembali ke tempat pemakaman, tempat di mana Banyu kini beristirahat dalam diam. Hujan tak henti-hentinya mengguyur tanah, menambah suasana yang sepi dan penuh kesedihan. Ia berdiri di sana, matanya terpejam sejenak, membiarkan air mata jatuh tanpa hambatan. Suara hujan yang turun terasa seperti tangisan alam, seakan turut merasakan kehilangan besar yang tengah dirasakannya.

Kuburan Banyu tampak tertutup dengan rapat, tanah yang baru saja digali kini sudah menutupi tubuhnya yang tak lagi hidup. Jian An merasakan seolah ada sesuatu yang mengikat dirinya di tempat itu, tak bisa beranjak meskipun tubuhnya lelah. "Mengapa, Banyu? Mengapa kamu pergi begitu cepat?" lirih Jian An, suara hatinya penuh dengan kebingungan yang mendalam.

Ia mengusap batu nisan yang tertera nama Banyu dengan lembut, seakan mencoba merasakan kehadirannya meskipun hanya dalam kenangan. Setiap inci tanah yang menyelimuti tubuh suaminya terasa seperti beban yang semakin berat di dada Jian An. "Aku belum siap untuk kehilanganmu," gumamnya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh deru hujan yang terus mengguyur.

Malam-malam yang sunyi dan penuh kesendirian kini menjadi teman setia bagi Jian An. Tak ada lagi tawa Banyu yang menggema, tak ada lagi canda yang menghangatkan hati. Semua yang ia miliki kini adalah kenangan yang semakin memudar, yang ia coba pertahankan meskipun seolah tak bisa. Setiap langkahnya terasa kosong, dan meskipun ia berusaha keras untuk melanjutkan hidup, kehilangan Banyu seperti bayangan yang tak bisa ia hindari.

Hari itu, di depan kuburan suaminya, Jian An merasa seperti terjebak dalam waktu yang tak bergerak. Ia tahu, tak ada yang bisa mengembalikan Banyu, tak ada yang bisa mengubah kenyataan pahit ini. Namun, ia juga tahu bahwa ia harus menerima kenyataan dan melanjutkan hidup, meskipun rasanya tak mungkin untuk melakukannya tanpa Banyu di sisinya.

Kepergian Banyu yang begitu mendalam meninggalkan rasa amarah yang semakin membara di hati ibu tiri Banyu. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa putra kesayangannya meninggal secara misterius di malam pertama pernikahan mereka. Rasa penasaran dan ketidakpuasan terhadap apa yang terjadi pada Banyu membawa ibu tiri itu untuk mencari orang tua Jian An dan menyelidiki lebih jauh, apakah ada yang tersembunyi di balik kematian tersebut.

Ibu tiri Banyu merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, dan perasaan tidak adil itu semakin menguat seiring berjalannya waktu. Dalam pikirannya, Jian An—istri yang baru saja menikah dengan Banyu—adalah orang yang harus dipertanyakan. Apakah ada yang disembunyikan oleh keluarga Tionghoa itu? Apakah Jian An terlibat dalam kematian suaminya yang terlalu cepat?

Dengan tekad yang kuat, ibu tiri Banyu mulai mencari tahu tentang keberadaan orang tua Jian An. Ia mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, bertanya kepada para saudagar yang sering berbisnis dengan keluarga Jian, dan menyelidiki rumah mereka dengan diam-diam. Ibu tiri Banyu berharap dapat menemukan jejak yang membuktikan bahwa kematian Banyu bukanlah kebetulan, melainkan sebuah konspirasi yang melibatkan keluarga Jian An.

Akhirnya, setelah beberapa hari menyelidiki, ibu tiri Banyu mengetahui alamat tempat tinggal keluarga Jian An. Tanpa membuang waktu, ia segera mengirimkan utusan untuk menemui orang tua Jian An, memberi tahu mereka bahwa ia ingin berbicara tentang kejadian yang menimpa Banyu dan pernikahan yang tak terduga itu. Ia merasa bahwa kini saatnya bagi keluarga Jian An untuk memberi penjelasan atas kematian putranya, dan tidak akan ada jalan keluar bagi mereka.

Ketegangan pun mulai terasa di antara kedua keluarga. Ibu tiri Banyu, yang penuh dengan kemarahan dan kecurigaan, merasa harus membawa keluarga Jian An untuk diadili. Dalam benaknya, ia tak akan membiarkan keluarga Tionghoa itu lolos begitu saja tanpa memberi penjelasan yang memadai tentang apa yang terjadi pada Banyu. Seiring langkahnya yang semakin mendekat pada rumah keluarga Jian, ibu tiri Banyu mempersiapkan diri untuk menghadapi pertemuan yang akan menegangkan itu, dengan harapan dapat menemukan kebenaran di balik kematian tragis anaknya.

Bisikan Gendis datang dengan cepat, hampir tak terdengar di tengah kesibukan rumah yang mendalam. Jian An, yang tengah duduk termenung di sudut ruangannya, terkejut mendengar suara lembut itu. Wajahnya yang pucat langsung berubah, matanya yang merah karena menangis seharian mendadak terbelalak. Tanpa mengatakan apapun, Gendis, pembantu yang sudah lama bekerja di rumah mereka, menyelipkan kata-kata itu dengan penuh kekhawatiran.

"Nona Jian An, sebaiknya nona pergi sekarang juga. Tuan dan nyonya telah ditangkap," bisik Gendis, wajahnya tampak gelisah, pandangannya melirik keluar jendela dengan rasa takut. "Ada orang-orang yang datang membawa berita buruk. Mereka mencari keluarga nona, dan mereka tidak datang untuk memberi kabar baik."

Jian An menatap Gendis dengan tatapan bingung dan cemas. "Apa yang terjadi? Kenapa mereka ditangkap?" tanyanya dengan suara gemetar. Wajahnya semakin pucat, tubuhnya terasa lemas seketika. Segala sesuatunya terasa begitu mendalam dan cepat, seakan dunia yang baru saja ia kenal, yang dipenuhi dengan kenangan dan kesedihan, kini runtuh begitu saja di hadapannya.

Gendis menunduk, takut untuk mengungkapkan lebih banyak, tetapi ia tahu bahwa Jian An perlu tahu tentang situasi yang semakin genting. "Ada orang-orang dari Kadipaten S yang datang. Mereka membawa tuduhan terhadap keluarga nona, dan… dan mereka tidak bisa dibiarkan pergi begitu saja. Saya khawatir kalau nona tidak segera pergi, mereka juga akan mencari nona."

Jian An merasa seakan dunia ini berputar begitu cepat, tidak ada ruang untuk berpikir panjang. Suasana yang sunyi dan penuh duka ini kini berubah menjadi ketegangan yang begitu nyata. Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia bisa melarikan diri dari tuduhan yang tak berdasar, dari kecurigaan yang kini mulai menyerangnya? Ia memandang Gendis dengan cemas. "Apa yang harus aku lakukan?"

Gendis dengan cepat menarik Jian An ke arah jendela, menunjukkan ke luar rumah yang mulai dipenuhi oleh orang-orang yang tampaknya datang untuk menangkap orang tua Jian An. Suara derap kaki pasukan yang mendekat, dan kendaraan yang berdesir membawa rasa ancaman yang mendalam. "Nona, jika tidak segera pergi, mereka akan mencarimu. Mereka tidak akan berhenti sampai menemukanmu."

Tanpa berpikir panjang, Jian An tahu bahwa ia harus segera menghindari ancaman yang kini mengintainya. Dalam kebingungannya, ia berpikir tentang satu-satunya jalan keluar. Ia harus melarikan diri, meskipun hatinya penuh dengan kesedihan dan ketakutan akan masa depannya yang kini semakin suram.

"Baiklah," Jian An berkata, suaranya hampir berbisik. "Aku akan pergi. Tapi kamu harus jaga orang tuaku, Gendis. Jangan biarkan mereka tahu tentang apa yang aku rencanakan."

Gendis hanya mengangguk cepat, matanya penuh dengan rasa khawatir. Ia tahu keputusan ini sangat berisiko, tetapi ia juga tahu bahwa Jian An tak punya pilihan lain. Dalam heningnya malam itu, kedua perempuan tersebut melangkah dengan hati berat, mencari jalan keluar untuk menghindari apa yang telah datang untuk mereka, sebuah nasib yang tak terduga, yang kini menunggu di luar pintu.

1
yanah~
Mampir kak, tulisannya rapi, enak dibaca 🤗
¶•~″♪♪♪″~•¶
semangat kk/Determined//Determined/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!