Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4
Mikael mulai menyerap energi surgawi dari sekitarnya dalam jumlah yang sangat besar. Enam sayap putih keadilan di punggungnya berubah menjadi emas yang berkilau terang, seperti mentari pagi yang menusuk kegelapan. Tubuhnya pun mengalami perubahan drastis—posturnya bertambah tinggi dan besar, kini dua kali lipat dari sebelumnya. Aura keagungan yang memancar darinya menjadi semakin tak tertahankan.
Tekanan energi surgawi yang meluap dari Mikael membuat Lucifer terpaksa meningkatkan kewaspadaannya. Tempat pertarungan mereka, yang sebelumnya sudah porak-poranda, kini berguncang hebat. Tanah di sekitar mereka retak, udara seolah tercekik oleh kehadiran kekuatan surgawi yang tak tertandingi.
Lucifer menatap Mikael dengan sorot mata tajam, tapi ada ketegangan yang terselip di balik senyumnya yang sinis. "Bukankah ini berlebihan, Mikael?" ucapnya, nada suaranya seperti sindiran sekaligus peringatan. "Menyerap terlalu banyak energi surgawi hanya akan membuat tubuhmu hancur! Kau tahu itu, bukan?"
Namun Mikael hanya tersenyum tipis, nyaris angkuh. "Takut, Lucifer?" balasnya santai, matanya penuh kepercayaan diri. "Ini bahkan belum sepenuhnya. Lagipula, jika tubuhku hancur, aku tetap bisa hidup kembali berkat Pil Dewa yang ku telan. Kau lupa, kami tidak bisa dihancurkan dengan cara biasa."
Pedang Keadilan Mikael mulai bergetar hebat, memancarkan cahaya yang menembus debu dan asap di sekitar mereka. Lucifer dapat merasakan energi surgawi terkonsentrasi di dalam bilah pedang tersebut. Ia mengencangkan pertahanannya, mengetahui serangan besar akan segera datang.
Benar saja, Mikael melepaskan rentetan tebasan besar yang memecah udara, mengarah ke Lucifer dari berbagai sudut. Gelombang cahaya surgawi yang terjalin dalam setiap serangan itu menghancurkan segalanya dalam jangkauan mereka.
Slasssssh!
Slasssssh!
Slasssssh!
Wilayah tempat mereka bertarung porak-poranda. Tanah terbelah, debu-debu tebal membumbung tinggi hingga menutupi pandangan para prajurit yang menyaksikan dari kejauhan. Tidak hanya itu, tornado-tornado besar terbentuk dari efek samping serangan Mikael, melahap apapun yang dilewati.
"Ada apa, Lucifer?" suara Mikael menggema di tengah kekacauan. "Kenapa kau tidak menangkis serangan ku barusan? Bukankah tadi kau sudah bersiap dengan kuda-kuda untuk bertahan?"
Lucifer berdiri tegap di tengah pusaran kehancuran. Ia tidak terguncang oleh provokasi Mikael, bahkan sedikitpun. Dengan senyum dingin, ia menjawab, "Aku tidak bodoh, Mikael. Tebasanmu dilapisi energi surgawi tingkat 3. Jika aku mencoba menangkisnya, tubuhku akan mati rasa. Aku tidak akan mengambil risiko sebesar itu hanya demi menuruti egomu."
Meski terdengar tenang, Lucifer tahu bahwa energi surgawi yang digunakan Mikael berada di tingkat yang jauh lebih tinggi daripada biasanya. Sebuah kekuatan yang hanya bisa dikuasai oleh para Jenderal Langit Agung pangkat keadilan Absolut. Di kalangan bangsa iblis, energi surgawi tingkat tiga adalah kekuatan yang paling ditakuti.
Energi surgawi tidak hanya menjadi kekuatan penghancur, tetapi juga lambang otoritas. Ia dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan, yang dikenal dengan sebutan Count, dan kekuatan Mikael jelas berada di puncak klasifikasi itu—tak terjangkau oleh kebanyakan makhluk di tiga alam.
"Kalau begitu, majulah dan serang aku, itupun jika kau mampu melakukannya, Lucifer!" seru Mikael lantang, suara penuh tantangan menggema di udara. Tanpa memberi kesempatan, tubuhnya melesat dengan kecepatan yang mustahil terlihat, menerjang Lucifer seperti kilatan petir.
Lucifer tidak tinggal diam. Dalam hitungan detik, ia bergerak secepat bayangan, menghadapi serangan Mikael dengan cakar-cakar mautnya yang tajam dan penuh energi gelap. Serangan bertubi-tubi itu beradu dengan pedang cahaya Mikael, menghasilkan benturan energi luar biasa yang mengguncang medan pertempuran.
BOOOOOM!
BOOOOOM!
BOOOOOM!
Gelombang kejut dari bentrokan mereka menyapu seluruh area, melontarkan pasukan iblis dan pasukan langit yang berada terlalu dekat tanpa pandang bulu. Para prajurit, yang tadinya mengamati pertempuran dengan sisa keberanian mereka, kini saling berteriak panik.
"Ini... ini di luar kemampuan kita!" teriak salah satu prajurit langit, tubuhnya bergetar.
"Kau benar!" balas prajurit iblis dengan wajah pucat. "Lebih baik kita menjauh. Ini bukan pertarungan untuk makhluk seperti kita."
Energi yang terpancar dari dua entitas ini tidak hanya dahsyat, tetapi juga mencekam. Seluruh medan perang berubah menjadi panggung kehancuran, sementara Mikael dan Lucifer terus bertukar serangan yang nyaris tak terjangkau oleh mata manusia biasa.
Di tengah kekacauan, Lucifer menemukan celah untuk menyerang. Dengan gerakan cepat, ia menciptakan The Dark of Death, teknik unik yang hanya dikuasai oleh dirinya. Dari kegelapan yang menyelimutinya, muncul dua bilah pedang raksasa dengan bentuk kepala naga di ujungnya. Pedang itu dihiasi oleh banyak mata yang bersinar mengerikan, masing-masing memiliki kemampuan untuk melihat sekilas ke masa depan.
Serangan yang berasal dari The Dark of Death hampir tak mungkin dihindari oleh siapapun. Tebasan-tebasannya memiliki naluri yang seakan hidup, mengejar musuh tanpa henti dengan presisi mematikan.
Namun, yang mustahil terjadi. Mikael dengan luar biasa berhasil menepis setiap tebasan yang diarahkan kepadanya. Dengan gerakan gesit dan kekuatan surgawi yang luar biasa, ia menolak serangan-serangan itu seperti badai yang dihancurkan oleh gunung.
"Tak mungkin!" gumam Lucifer, matanya menyipit melihat Mikael yang bergerak melampaui ekspektasinya.
Sebelum Lucifer sempat mengatur strategi, Mikael mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Cahaya biru cemerlang terpancar, menyelimuti seluruh area. Dengan satu ayunan, ia meluncurkan teknik terkuatnya: The Adam.
Kilatan energi biru berbentuk tebasan yang dahsyat melesat menghantam Lucifer dengan kekuatan tak tertandingi. Ledakan memekakkan telinga mengiringi serangan itu, mengguncang seluruh medan pertempuran dan membuat semua yang menyaksikan terpaku di tempatnya.
SLAAAAASH!
Tubuh Lucifer terbelah dua, terpental jauh hingga membentur tanah yang telah hancur. Namun, saat debu dan asap mereda, sosoknya terlihat bangkit perlahan. Luka mengerikan di tubuhnya mulai menyatu kembali, seolah-olah tidak pernah ada.
Mikael berdiri dengan tenang, meskipun matanya tetap tajam menatap Lucifer. "Seperti yang kuduga," gumamnya pelan. "Kau bukan iblis yang mudah kalah hanya dengan serangan surgawi biasa."
Lucifer tertawa kecil, menyeka debu dari jubahnya yang sobek. "Barusan sangat berbahaya! Kalau aku tidak memiliki banyak jiwa sebagai cadangan, mungkin jiwaku yang asli sudah terbakar habis oleh energi surgawimu!"
Mikael tersenyum tipis, penuh kewaspadaan. "Gabriel pernah memberitahuku sesuatu. Kau memang nyaris abadi... tapi jika seratus pasokan jiwa yang kau miliki habis, maka kau akan benar-benar mati, bukan begitu?"
Ekspresi Lucifer berubah sejenak, sebelum senyum liciknya kembali muncul. "Ah, ternyata kau tahu rahasia kecilku. Menarik," jawabnya santai, meskipun ada ketegangan samar di balik nada suaranya.
Namun, Mikael tidak membuang waktu untuk berbicara lebih lama. Ia kembali mengangkat pedangnya, bersiap menghadapi pertempuran yang belum selesai. Energi surgawi dan kegelapan saling bertemu sekali lagi, menggetarkan dunia dengan kedahsyatan yang melampaui pemahaman.
Cerita berpindah kembali memperlihatkan kondisi pertarungan Julius dan Asmodeus.
Sementara itu, pertempuran sengit antara Julius dan Asmodeus berlanjut tanpa henti. Kedua petarung itu saling meluncurkan serangan demi serangan, masing-masing dengan kekuatan penuh. Namun, medan pertarungan kali ini bukanlah tempat biasa—Asmodeus telah membawa mereka ke dalam dimensi kehampaan ciptaannya.
Di dunia ini, segala aturan yang berlaku di luar menjadi tak berdaya. Julius menyadari betapa besar kerugian yang ia alami dengan bertarung di tempat ini. Setiap langkahnya terasa berat, seperti berjalan di lautan pasir yang tak berujung.
Namun Julius tidak menyerah. Sambil terus melancarkan serangan bertubi-tubi, ia berpikir keras mencari jalan keluar dari tempat yang seolah tak memiliki pintu itu. Pikirannya berpacu, mencoba memahami mekanisme dimensi tersebut di tengah terjangan serangan Asmodeus.
Dimensi kehampaan ini memberikan keuntungan besar bagi Asmodeus. Dengan kemampuan uniknya, ia mampu menjadikan ilusi sebagai kenyataan. Apa pun yang ia bayangkan, entah itu senjata atau strategi, akan muncul dan menjadi ancaman nyata. Julius kini menghadapi musuh yang tidak hanya berwujud Asmodeus, tetapi juga manifestasi kekuatan imajinasinya.
"Semakin kau mencoba keluar, Julius," suara Asmodeus bergema, memenuhi kehampaan dengan nada tajam dan serius, berbeda dari sebelumnya. "Hanya kehampaan yang akan kau temukan!"
Julius tetap berdiri tegak, napasnya berat, namun sorot matanya tetap tajam. Ia tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Meskipun 99% keuntungan berada di tangan Asmodeus, Julius memiliki sesuatu yang tak bisa dihancurkan—keyakinan dan tekad yang tak tergoyahkan.
Langkah Asmodeus mendekat, dan senyuman tipis terukir di wajahnya. Di sekeliling mereka, bayangan dari senjata-senjata mengerikan bermunculan, melayang-layang di udara seperti predator yang siap menerkam. Setiap bilah, setiap tombak, semuanya terlihat nyata—dan Julius tahu bahwa mereka memang nyata dalam dimensi ini.
Namun, di balik ketidakpastian itu, Julius mulai melihat pola. "Dimensi ini… kehampaan ini…" gumamnya pelan. "Bukan hanya tempat kosong… ini adalah proyeksi pikiranmu, Asmodeus."
Asmodeus mengangkat alisnya. "Apa kau bicara omong kosong untuk menenangkan dirimu, Julius?" ejeknya.
Namun Julius tidak menanggapi. Ia menggenggam erat senjatanya, matanya menyala oleh determinasi baru. Ia tahu bahwa rahasia untuk keluar dari tempat ini bukanlah melarikan diri, melainkan menghadapi Asmodeus langsung di sumber kekuatannya—pikirannya sendiri.
Perang di alam langit telah berlangsung selama hampir enam bulan. Namun, narasi kini berputar mundur, membawa kita ke empat bulan sebelumnya, tepatnya di alam dunia. Persiapan untuk perang besar antara bangsa dunia dan bangsa iblis mencapai titik yang tidak lagi dapat dihentikan.
Di hamparan padang savana yang begitu luas, 20 raja dari berbagai ras berkumpul dalam pertemuan yang jarang terjadi sepanjang sejarah. Ras manusia, elf, naga, binatang, dan banyak lainnya kini berdiri berdampingan, bersatu demi melawan ancaman yang lebih besar, bangsa iblis yang berambisi menghancurkan alam dunia.
Aliansi ini adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dahulu, konflik, perpecahan, dan dendam telah lama mengakar di antara mereka. Tetapi kini, di hadapan ancaman eksistensial, kebencian itu terpaksa mereka kubur dalam-dalam.
Mereka menyadari bahwa jika tetap berseteru, kehancuran bangsa dunia hanyalah soal waktu.
Hampir 60 juta pasukan dari berbagai ras memenuhi padang savana yang meluas sejauh mata memandang.
Rombongan demi rombongan prajurit terus berdatangan, membawa panji dan bendera kebanggaan masing-masing.
Setiap kelompok memiliki ciri khas yang mencerminkan asal mereka: para elf dengan busur dan sihir anggun, prajurit naga yang mengenakan zirah besar dengan sisik naga asli, kaum manusia yang membawa pedang dan tameng bergemuruh dengan semangat perang, serta binatang buas yang menderu-deru, siap melindungi tanah mereka.
Suara derap langkah kaki prajurit bergemuruh layaknya badai, sementara langit sesekali bergetar karena sayap raksasa para naga yang terbang berpatroli di atas. Pemandangan pasukan ini begitu besar dan mengesankan, membuat hamparan padang savana yang luas seolah menjadi lautan manusia dan makhluk magis.
Di barisan terdepan berdiri para komandan perang, sosok-sosok tangguh dari masing-masing ras, bersiap memimpin pasukan besar ini. Perang yang akan segera pecah ini, kelak dikenal sebagai Perang Puncak, perang yang akan menentukan keberlangsungan kehidupan di alam dunia.
Di tengah suasana yang tegang, suara diskusi dan sorakan semangat pasukan memenuhi udara.
"Ini adalah perang hidup dan mati!" teriak salah satu komandan naga.
"Kita harus menang. Fajar harus membawa kemenangan!" balas seorang prajurit manusia.
"Kita tidak boleh menyerah!"
Tiba-tiba, dari balik awan, langit perlahan terbelah. Cahaya keemasan memancar, dan sosok anggun seorang wanita turun perlahan bersama 20 juta pasukan bersayap. Aura surgawi menyelimuti kehadirannya, membuat seluruh pasukan dunia terpana, tidak mampu berkata-kata.
Pasukan langit yang dipimpin wanita itu langsung bergabung dengan pasukan dunia, disambut oleh sorakan penuh semangat. Kehadiran sekutu dari alam langit adalah dorongan besar dalam menghadapi ancaman iblis.
Wanita itu adalah Freya, salah satu dari tujuh Jenderal Langit Agung. Ia turun ke alam dunia sebagai perwakilan Kaisar Langit, dengan misi untuk membantu aliansi bangsa dunia menghadapi ancaman Raja Iblis Zhask.
Sosok Raja iblis Zhask Agung telah membawa kehancuran dan kekacauan besar, mengancam keseimbangan ketiga alam.
Dengan langkah anggun dan penuh wibawa, Freya menghampiri para raja. Keheningan menyelimuti saat ia menyampaikan salamnya.
"Salam penuh kehormatan bagiku, wahai para raja bangsa Dunia. Kaisar Langit mengirim ku untuk membantu kalian melawan bangsa iblis." Suaranya tegas namun lembut, memberikan rasa tenang sekaligus semangat bagi siapa saja yang mendengarnya.
Serentak, 20 raja dari berbagai ras menundukkan kepala mereka sebagai tanda penghormatan, diikuti oleh riuh rendah teriakan semangat dari 60 juta pasukan di belakang mereka. Panji-panji dari seluruh penjuru dunia berkibar, menciptakan gelombang warna yang kontras dengan latar savana emas yang diterangi matahari sore.
Freya memandang lautan pasukan di hadapannya. "Fajar akan datang. Bersama, kita akan melindungi dunia ini dari kehancuran."
Di bawah sinar matahari yang terbenam perlahan di cakrawala, para prajurit bersumpah dalam hati mereka. Ini bukan hanya tentang perang, ini adalah tentang keberlangsungan hidup, tentang harapan, dan tentang melampaui batas perbedaan demi masa depan yang lebih baik.
____________
Nama : Freya.
Status : Bangsa dewa/salah satu dari 7 jendral langit agung.
Ultimate : - (belum di sebutkan).
____________
Persiapan penuh telah rampung. Padang savana luas yang kini penuh sesak dengan prajurit dari berbagai ras berdenyut dengan semangat yang meluap-luap.
Sorak-sorai para prajurit memenuhi udara, menggetarkan setiap jengkal tanah. Kedatangan pasukan langit dengan 20 juta prajuritnya memberikan kepercayaan diri yang kian membara di hati para pejuang dunia.
"Kita akan menang!"
"Kita akan menang!"
"Kita akan menang!"
Sorakan berulang itu bergema, membangun rasa persaudaraan yang tak tergoyahkan. Keyakinan mereka pada kemenangan terasa seperti cahaya yang memancar dari ribuan bendera yang berkibar di bawah langit biru.
Namun, keceriaan itu tiba-tiba terguncang. Tanah bergemuruh hebat, gunung-gunung di kejauhan tampak retak, dan burung-burung beterbangan tanpa arah.
Langit cerah yang tadinya memancarkan keindahan perlahan berubah. Retakan besar muncul, membentuk gerbang hitam pekat yang memancarkan aura kehancuran.
Seorang komandan dari bangsa manusia berteriak lantang, "Persiapkan diri kalian, musuh telah datang!"
Prajurit lainnya menanggapi dengan penuh semangat.
"Akhirnya dimulai juga!"
"Ini akan menjadi puncak pertempuran tertinggi."
"Kita pasti menang!"
"Kalahkan iblis-iblis durjana itu!"
Dari dalam gerbang hitam, jutaan iblis mulai bermunculan. Formasi mereka sangat teratur, mulai dari prajurit berpangkat rendah hingga pasukan elit, dan di barisan depan berdiri para komandan iblis dengan wajah penuh ancaman.
Sosok mereka begitu menyeramkan, dengan tanduk tajam, sayap lebar, dan taring yang berkilau di bawah sinar matahari yang terhalang debu dan bayangan gelap.
Suasana yang tadinya penuh semangat kini berubah menjadi ketegangan. Para prajurit dunia menatap jumlah pasukan iblis yang tampaknya tidak ada habisnya.
Meski begitu, 20 raja dari bangsa dunia tidak membiarkan semangat pasukan mereka meredup. "Ingat! Kita adalah benteng terakhir dunia ini! Jangan pernah gentar! Kemenangan sudah ada di depan mata!"
Sorak gembira kembali bergemuruh.
"Yeaaaaah!"
"Kita pasti menang!"
"Jangan ada yang gentar sedikit pun!"
Freya, Jenderal Langit Agung, maju ke depan. Dengan suara lantang, ia memotivasi pasukan.
"Jangan takut! Ada aku di sisi kalian! Bersama-sama, kita akan menghancurkan pasukan iblis dan memastikan fajar baru menyinari dunia ini!"
Seruan Freya membangkitkan semangat luar biasa dari para prajurit. Di bawah langit yang kini dipenuhi energi gelap, semangat mereka menyala seperti api yang tak dapat dipadamkan.
Namun, di tengah hiruk-pikuk semangat itu, suasana mendadak berubah ketika sebuah tekanan energi luar biasa mengerikan muncul.
Gerbang hitam yang masih terbuka memancarkan aura mencekam. Dari dalamnya, seorang sosok dengan langkah perlahan muncul. Sosok itu adalah Eksekutif Jenderal Iblis, pemimpin tunggal dari 50 juta pasukan iblis yang baru saja keluar dari gerbang dimensi hitam.
Raja Iblis, tidak main-main. Ia mengirim salah satu entitas terkuatnya untuk memimpin pertempuran ini. Sang Eksekutif Jenderal, dengan tenang, berjalan menuju singgasananya yang tiba-tiba terbentuk dari serpihan hitam yang mengapung di udara.
Ia duduk dengan sikap santai, memandang 80 juta pasukan dunia di depannya dengan tatapan dingin dan penuh percaya diri.
Freya, yang berdiri paling depan bersama para raja, mendadak membeku. Matanya terpaku pada sosok tersebut, mencoba memastikan bahwa penglihatannya tidak menipunya.
Wajahnya memucat, dan tubuhnya sedikit gemetar. Sosok yang ia lihat di depan matanya adalah sesuatu yang ia kenali.
"Tidak mungkin… Ini pasti hanya angan-angan. Tapi… tidak salah lagi, itu dia," batin Freya penuh dengan kebingungan dan ketakutan yang sulit ia sembunyikan.
Sosok Eksekutif Jenderal Iblis itu tampak berbeda dari para iblis lainnya. Ia tidak memiliki tanduk atau sayap, wajahnya sangat tampan dan berkarisma serta berambut putih.
Namun, aura yang ia pancarkan begitu mematikan, jauh lebih kuat daripada yang dapat dirasakan oleh para prajurit dunia lainnya.
Hanya Freya, sebagai Jenderal Langit Agung, yang mampu merasakan betapa dalamnya kekuatan yang dimiliki entitas tersebut.
Para prajurit dunia, yang tidak menyadari siapa sosok itu sebenarnya, tetap penuh keyakinan. Mereka menganggapnya tak lebih dari pemimpin iblis biasa yang harus dikalahkan.
Namun, di dalam hati Freya, ia tahu bahwa perang ini baru saja berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih berbahaya.
____________
Nama : Azazel sang monster keadilan (sama seperti gelar Gabriel dan Mikael).
Status : Bangsa dewa/langit mantan 7 jendral langit agung penyandang gelar 3 keadilan Absolute generasi pertama (Monster keadilan). Salah satu dari 10 eksekutif Jendral iblis (Entitas).
Ultimate : Belum du sebutkan.
____________
Enam puluh juta pasukan iblis berdiri dalam barisan yang sempurna, menunggu perintah Azazel. Hembusan angin padang savana memekik nyaring, membuat rerumputan bergesekan seperti bisikan maut.
Tempat ini akan menjadi saksi perang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah dunia serta pertempuran yang akan menentukan nasib jutaan jiwa.
Di kejauhan, pasukan bangsa dunia berdiri gagah. Mata mereka menatap tajam ke arah barisan lawan. Semangat membara menyelimuti hati para prajurit, meskipun mereka tahu, kemenangan berarti mengorbankan segalanya, termasuk nyawa mereka sendiri.
Dari barisan iblis, seorang komandan maju. Sosoknya menjulang, tubuhnya diselimuti aura gelap yang pekat. Ia membawa pesan dari Azazel, sang jenderal yang menjadi momok di medan perang.
Langkahnya lambat namun mengintimidasi, membelah barisan pasukan dunia yang menjaga raja-raja mereka dengan waspada. Di tengah kerumunan prajurit, Freya berdiri di sisi 20 raja.
Wanita itu memegang tombaknya erat, matanya tak lepas dari gerak-gerik iblis tersebut. "Apa yang dia bawa, Freya?" bisik salah satu raja, suara pria itu berat namun bergetar. "Ancaman," jawab Freya datar, matanya menyala penuh keyakinan.
Ketika pesan itu dibacakan, suara komandan iblis bergema seperti gemuruh. "Tunduklah, wahai makhluk hina! Serahkan kehormatanmu, atau kami akan menyapu bersih setiap jiwa di dunia ini." Tanpa ragu, ke-20 raja berdiri tegap, melawan intimidasi tersebut.
Salah satu dari mereka, dengan dada membusung dan mata menyala penuh amarah, berseru lantang. "Kami menolak! Lebih baik kami mati terhormat di medan perang daripada tunduk kepada iblis laknat seperti kalian!" Kata-kata itu seperti lonceng perang.
Langit yang semula hanya diselimuti awan gelap tiba-tiba memuntahkan kilatan petir. Azazel, yang mengamati dari kejauhan, mengangkat tangannya tinggi. "Hancurkan mereka!" teriaknya. Lima puluh juta pasukan iblis bergerak serempak. Jeritan perang menggema, mengguncang tanah savana.
Pasukan dunia merespons dengan seruan mereka sendiri, menyatukan tekad untuk bertahan dan melawan. Barisan depan pasukan dunia dipimpin oleh sepuluh prajurit terkuat, dikenal sebagai "The One." Mereka adalah harapan umat manusia, pahlawan yang memiliki kekuatan di luar batas manusia biasa.
Ketika mereka menyerbu ke tengah pasukan iblis, dunia seperti berhenti sejenak. Pedang mereka berkilauan, memantulkan cahaya petir. Setiap tebasan mereka membawa maut. Satu iblis yang mencoba melawan akan lenyap menjadi abu.
Di sisi lain, bangsa-bangsa yang bersatu dalam aliansi dunia menunjukkan kemampuan luar biasa. Ras Naga menguasai langit, menghempaskan pasukan iblis dengan semburan api yang panasnya mampu mencairkan baja.
Ras Elf bergerak lincah di medan perang, memanah musuh dengan akurasi yang tak tertandingi. Ras Goblin menghancurkan barisan iblis dengan pukulan besar mereka, sementara Ras Hewan menerkam tanpa belas kasih, mencabik-cabik tubuh lawan. Namun, pertempuran ini bukan sekadar aksi fisik.
Setiap prajurit memiliki cerita, mereka bertarung bukan hanya untuk kemenangan, tetapi untuk keluarga, tanah air, dan kehormatan yang tak tergantikan.
Tak lama kemudian, terlihat sosok siluet sepuluh iblis memancarkan aura kutukan sangat amat mengerikan. Mereka memantau peperangan besar ini dari kejauhan, para pasukan iblis mengenal mereka dengan sebutan The Number.
Berbeda dengan wujud Numbers yang besar menyerupai monster dan tanpa kesadaran, The Numbers memiliki bentuk yang lebih menyerupai iblis biasa. Namun, di balik penampilan mereka yang tampak lebih "manusiawi," tersembunyi kekuatan yang jauh lebih mengerikan.
Dengan kesadaran penuh, mereka bukan hanya alat pembunuh, tetapi juga pemburu yang cerdas dan sadis. Itulah harga yang dibayar oleh makhluk yang berhasil melewati evolusi. Bisa di katakan The Numbers adalah hasil puncak dari seleksi brutal, mendapatkan kekuatan berkali-kali lipat dari bentuk sebelumnya.
Mereka adalah senjata pamungkas iblis, diciptakan untuk menghancurkan apapun yang dianggap ancaman. Salah satu dari mereka, sosok dengan pedang perak besar yang dihiasi ukiran kepala iblis, menjilat bibirnya sambil melirik ke arah langit. "Naga besar itu... sepertinya enak untuk dimakan!" katanya sambil tertawa kecil, suaranya menggema menyeramkan.
Dari sisi lain, salah satu The Numbers, bersenjata tombak hitam, menyeringai. "Waktunya kita berburu, kawan. Hahaha!" Tanpa aba-aba, sepuluh The Numbers bergerak serentak menuju barisan Ras Naga.
Mereka tahu, jika Ras Naga tidak segera disingkirkan, keunggulan udara bangsa dunia akan menjadi mimpi buruk bagi pasukan iblis. Di tengah perjalanan, seorang prajurit manusia menghadang salah satu dari mereka.
Sosok itu adalah Leo, salah satu dari sepuluh prajurit manusia terkuat (The One), dikenal dengan julukan Kesatria Pedang Api. Dengan pedangnya yang menyala merah seperti bara, Leo berdiri tegap, tatapannya penuh tekad.
The Numbers yang dia hadapi berhenti, menatapnya dengan rasa penasaran. "Manusia kecil berani menghadangku? Menarik," katanya, suara rendahnya seperti pisau tajam yang menggores udara. Leo tidak menjawab.
Dia menghunus pedangnya dan menyiapkan juru. "Bakat Api, Status 12 : Tebasan Api Super Cepat!" teriaknya sambil menyerang dengan kecepatan luar biasa. Pedangnya menggores tubuh The Numbers, menciptakan ledakan api yang membakar sosok itu hingga melolong kesakitan.
Tubuh kecil The Numbers bergetar hebat, sementara api Leo terus melahap kulitnya tanpa ampun. "Bagus sekali, Komandan Leo!" teriak seorang prajurit manusia di belakangnya, penuh kagum. "Rasakan itu, iblis durjana! Komandan Leo memang tidak pernah mengecewakan!" seru yang lain, memukul perisainya dengan antusias.
"Hentikan tindakan bodoh mu itu dan bertarung lah dengan serius!" seru Leo, suaranya tegas, menggema di tengah gemuruh pertempuran. Matanya menyala penuh kemarahan, melihat The Numbers yang tampak menikmati permainan kecilnya.
The Numbers yang tubuhnya masih menyisakan bara api tersenyum tipis, menyeringai seperti predator menemukan mangsanya. "Eh? Jadi kau menyadarinya? Oh, baiklah," katanya santai, sebelum menjentikkan jarinya. Api yang tadi melahap tubuhnya lenyap seketika, menyisakan aroma gosong yang menyesakkan. "Kalau begitu, mari kita bertarung serius."
Sementara itu, di bagian lain medan perang, The Numbers lainnya bergerak tanpa ampun. Dengan kecepatan yang hampir mustahil ditangkap mata manusia, mereka menghancurkan puluhan ribu pasukan dunia seperti dedaunan kering tertiup badai. Teriakan kematian menggema, menggetarkan hati para prajurit yang menyaksikan kehebatan mereka.
Di wilayah selatan, jutaan pasukan iblis berhasil memojokkan garda pertahanan bangsa dunia. Pasukan dunia yang lelah berjuang mulai terlihat gentar. Namun, seperti dewa penolong, 800 ribu Prajurit Langit muncul dari balik cakrawala.
Kedatangan mereka disambut sorakan prajurit yang hampir kehilangan harapan. Dengan formasi yang sempurna, mereka kembali memperkuat garda selatan, memaksa iblis untuk mundur sementara.
Di sisi lain medan perang, Jenderal Langit Agung Freya berdiri di atas bukit yang dipenuhi tubuh pasukan iblis. Pedang berkilau miliknya bergerak seperti angin badai, memotong musuh dengan presisi yang mematikan. Setiap langkahnya adalah kehancuran, setiap tebasannya adalah kematian. Ribuan pasukan iblis lenyap dalam sekejap di tangannya.
Freya, dengan rambutnya yang berkilauan seperti cahaya bulan, memandang ke kejauhan. Azazel, duduk di atas singgasananya yang megah, tampak memantau pertempuran dengan tatapan dingin. Mata Freya menyipit, penuh dendam yang mendidih. Ia tahu, untuk mengakhiri perang ini, ia harus menghabisi eksekutif jenderal iblis itu.
"Azazel...," gumamnya, suaranya lirih namun penuh kebencian. Ia menarik napas dalam, membayangkan sosok gurunya yang dulu mengajarkan segala hal padanya—sebelum berkhianat dan membawa kegelapan ke dunia ini.
Setelah menganalisis situasi dan mencari celah, Freya akhirnya melihat kesempatan. Dengan gerakan lincah, ia memanfaatkan celah kecil dalam pengawasan pasukan pengawal Azazel. Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari medan perang.
Freya muncul kembali di belakang Azazel, langkahnya seperti bayangan yang tidak terdeteksi oleh empat iblis pengawal. Ia mengangkat pedangnya tinggi, energi mematikan mengalir dari bilah tajam itu. Wajahnya dipenuhi emosi—amarah, pengkhianatan, dan tekad.
"Aku tidak akan memaafkan mu, Guru!" teriaknya, suara itu menggelegar seperti petir di tengah pertempuran. Dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya, ia mengayunkan pedangnya ke arah punggung Azazel, menargetkan titik lemah yang sudah ia pelajari bertahun-tahun.
Namun, sebelum pedang itu mencapai sasarannya, sesuatu yang tak terduga terjadi...
Kembali ke moment sebelum Freya melayangkan serangan nya.
Tidak ada yang menyadari keberadaan Freya. Dengan skill ultimate-nya, dia menghilang dan langsung melakukan teleportasi ke belakang Azazel, menunggu momen yang sempurna untuk menyerang. Setiap langkahnya adalah bayangan, setiap gerakannya adalah bisikan yang tak terdengar.
Skill ultimate Freya bukan hanya keajaiban, itu adalah seni kehancuran. Tidak hanya tubuhnya menjadi tak terlihat, tetapi keberadaannya lenyap sepenuhnya — sebuah kehampaan yang bahkan makhluk paling kuat sekalipun tidak dapat rasakan. Seolah-olah ia adalah bayangan dari kehampaan itu sendiri.
Azazel, yang masih terfokus menyaksikan perang besar di depan matanya, tak menyadari bahaya yang mengintainya dari belakang. Matanya hanya tertuju pada kehancuran yang sedang berlangsung, di mana The Numbers dengan ganas memporak-porandakan prajurit dunia tanpa ampun.
“Kalian terlalu lemah! Ini membosankan!” cemooh salah satu The Numbers sambil mencekik komandan Goblin yang sudah tak berdaya. Nadanya mengiris hati setiap prajurit yang menyaksikannya, membawa rasa putus asa yang hampir tak tertahankan.
Namun, tiba-tiba hempasan angin kencang menghantam The Numbers tersebut. Serangan itu begitu kuat hingga tubuhnya terlempar sejauh dua kilometer, meninggalkan jejak kehancuran di tanah.
Semua mata teralih pada sosok Wakil Jenderal Langit Agung, yang berdiri dengan penuh wibawa, auranya memancarkan kekuatan yang tak tertandingi.
“Jangan terlalu sombong, iblis bodoh!” serunya dengan nada tajam dan dingin, tatapannya seperti pedang yang menembus jiwa lawannya.
“Jangan lupakan aku di sini,” lanjutnya sambil menghunus pedangnya, mempersiapkan diri untuk menghadapi gelombang berikutnya.
Dari arah langit, seorang anggota The Numbers dengan nomor 1 di punggungnya melesat dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
Udara berdesir saat dia menerjang Wakil Jenderal Langit Agung dengan niat membunuh.
Namun, serangan itu sia-sia. Dengan gerakan halus namun tajam, Wakil Jenderal menghindar, memperlihatkan teknik pedangnya yang legendaris.
“Senang bertemu denganmu, Wakil Jenderal Langit Agung,” kata The Numbers No. 1 dengan nada dingin dan penuh ejekan. Tatapannya seperti predator yang baru saja menemukan mangsa menarik.
“Jadi kau yang memiliki nomor 1. Menarik. Kuharap kau mampu bertahan melawan aku,” balas Wakil Jenderal dengan senyum tipis yang penuh percaya diri, seakan mengejek kekuatan lawannya.
The Numbers memiliki hierarki berdasarkan nomor urut mereka. Semakin kecil nomor yang tertera, semakin besar kekuatan yang dimiliki. The Numbers yang terhempas tadi memiliki nomor 5 di kaki kirinya — kuat, tetapi masih jauh dari kekuatan No. 1.
“Aku ingin tahu seberapa kuat seorang Wakil Jenderal Langit Agung,” ucap No. 1 sambil bersiap menyerang, kilatan ganas terlihat jelas di matanya.
Medan pertempuran menjadi semakin panas. Kedua belah pihak bertarung dengan seluruh kekuatan mereka. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, segalanya berubah ketika Freya berhasil menemukan celah dan menusukkan pedangnya langsung ke jantung Azazel.
Azazel terhuyung sejenak, matanya melebar oleh rasa tak percaya. Darah hitam mengalir dari lukanya, namun wajahnya tetap dingin, seperti tak terpengaruh. Tidak ada rasa panik, hanya ketenangan yang mengerikan.
“Bagus, Jenderal Langit Agung!” seru salah satu dari empat Tetua Naga, suaranya menggema dengan kekuatan yang mampu menggetarkan medan pertempuran.
“Rasakan itu!” sambung dua puluh raja dunia, diikuti oleh sorakan pasukan dunia yang kini kembali bersemangat. Mereka bersorak atas keberhasilan Freya, meski perang masih jauh dari selesai.
Di sisi lain, The Numbers dan pasukan iblis dilanda kebingungan dan kecemasan. Mereka tak menyangka bahwa Azazel bisa diserang begitu mudah.
“Sial! Sejak kapan wanita itu ada di belakang Tuan Azazel?” teriak The Numbers No. 1, merasa gagal menjalankan tugasnya. Namun, dia tidak bisa meninggalkan pertarungannya melawan Wakil Jenderal Langit Agung.
"Kita terlalu sibuk sampai lupa melindungi tuan Azazel." lanjut The Number yang lain.
The Numbers No. 2 melesat menuju Freya, wajahnya penuh amarah. Namun, serangannya dihentikan oleh empat Tetua Naga. Dengan kekuatan gabungan, mereka menghantam No. 2 hingga terlempar jauh. Tubuhnya remuk, dan dia tewas seketika.
Empat Tetua Naga membuktikan keunggulan ras mereka. Energi surgawi yang melimpah di tubuh mereka membuat mereka menjadi ancaman yang tidak bisa diremehkan. Di sisi lain, Ratu Peri menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan para prajurit dunia yang terluka, memberikan mereka kesempatan kedua untuk bertarung.
“Ratu telah menurunkan anugerahnya! Mari kita hancurkan iblis-iblis itu!” teriak salah satu prajurit dunia dengan penuh semangat.
Keberhasilan Freya dan dukungan para pemimpin dunia berhasil memulihkan semangat para pasukan. Mereka mulai menguasai medan perang, memukul mundur pasukan iblis yang sebelumnya brutal dan tak terkendali.
“Kenapa kalian semua mundur! Mana kebrutalan kalian tadi?” teriak seorang prajurit manusia dengan tubuh besar dan otot mengkilap di bawah cahaya perang.
“Cepat akhiri ini, Jenderal Langit Agung Freya! Pastikan pemimpin pasukan itu mati dengan menyakitkan!” tambah prajurit lainnya dengan nada penuh kebencian.
Namun, di tengah euforia kemenangan, suasana mendadak berubah. Sebuah gerbang hitam besar terbuka di langit, memancarkan aura kehancuran. Dari dalam gerbang itu, muncul seratus monster raksasa setinggi lima ratus meter, tidak salah lagi itu adalah Number yang hanya tahu menghancurkan tanpa adanya akal pikiran.
Numbers itu dengan cepat menghancurkan barisan pasukan dunia. Kekacauan kembali melanda medan perang. Dan keadaan menjadi semakin buruk ketika Azazel kedua muncul. Dengan senyuman dingin, dia berdiri di samping Freya, memegang pundaknya dengan lembut.
“Kau sudah berkembang menjadi sangat kuat, wahai murid kecilku, Freya,” ucap Azazel dengan suara penuh kasih sayang yang mengerikan. Dalam sekejap, senjatanya terhunus, dan dia bersiap untuk memenggal kepala Freya.
Tubuhku? Aku tidak bisa bergerak." Freya terdiam, matanya membelalak penuh kebingungan.
Tubuhnya tetap membeku dalam pose menusuk Azazel, namun kekuatannya seakan terhenti. Tidak ada otot yang merespons kehendaknya.
Ekspresi terkejut dan raut wajah penuh tanda tanya memenuhi wajahnya. Tatapannya tertuju pada Azazel yang berdiri tegak di belakangnya.
Sosok Azazel yang ditikamnya perlahan memudar, seperti bayangan kabur yang dihantam cahaya. Dalam hitungan detik, sosok itu lenyap sama sekali.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kau tiba-tiba di belakangku? Sejak kapan?" tanyanya dengan suara gemetar, tubuhnya masih terkunci tak bergerak.
Azazel menjawab dengan nada rendah dan dingin yang menggema di udara. "Skill ultimate : Time Zone."
Penjelasan singkat itu membawa hawa dingin yang menyesakkan. Skill ultimate Time Zone adalah teknik unik yang bisa memanipulasi waktu dan ruang. Siapa pun yang terjebak dalam zona ini akan kehilangan kendali atas hukum waktu dan gerakan mereka sendiri.
"Aku tidak paham maksudmu!" Freya berseru, mencoba sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Tangannya bergetar ringan, tetapi itu pun hanya percikan usaha yang sia-sia. Tubuhnya seakan-akan menolak kehendak dirinya, roda waktu berputar cepat.