Antara Hijrah & Dosa

Antara Hijrah & Dosa

Sepulang Pengajian

...Ariefna...

... ────୨ৎ────...

“Jadi Ukhti, Hindarilah Pacaran. Karena hanya mendekatkan diri kepada kemaksiatan”, ujar seorang Ustadzah bercadar yang saat ini sedang mengisi kajian yang kuhadiri. 

Aku yang begitu antusias mendengarkan ceramah dari Ustadzah Jihan begitu khusyuk mendengarkan setiap kata demi kata yang diucapkannya. Ustadzah Jihan adalah panutanku, setiap perkataannya selalu kujadikan pondasi dalam melewati keseharianku. 

Walau ia bercadar, aku tahu betapa cantiknya wajah dibalik cadarnya. Sinar matanya amatlah meneduhkan, membuat siapa yang memandangnya akan terbuai dengan keindahan yang ada padanya. 

“Lalu solusinya apa ustadzah?”, tanya seorang akhwat berkacamata tak kalah antusias.

“Solusi terbaik adalah dengan jalan proses ta’aruf. Proses ini akan menjaga martabat anti sebagai seorang akhwat. Tapi inget pacaran beda ya dengan ta’aruf,” kata Ustadzah Jihan dengan serius.

“Bedanya apa Ustadzah?”, kali ini seorang akhwat berkerudung ungu yang duduk beberapa jarak di sebelah kananku bertanya.

“Banyak sekali, yang pertama tujuan ta’aruf jelas. Mereka yang berta’aruf jelas serius menuju proses pernikahan. Berbeda dengan pacaran yang sebagian besar jalanin aja dulu, syukur-syukur kalau cocok. Lalu, ta’aruf juga alangkah baiknya tidak lama-lama prosesnya. Berbeda dengan pacaran yang tidak jelas kapan akan menikahi. Kemudian yang terpenting, di taaruf jelas kita tidak diperbolehkan berdua-duaan dengan lawan jenis, dan yang pasti itulah mengapa taaruf akan menjaga kita dari maksiat,” jelas Ustadzah Jihan panjang lebar.

Kembali aku menganggukkan kepala mencerna tiap perkataan Ustadzah Jihan. Lalu dalam hati aku sedikit menyesali diriku yang dulu. Saat aku belum berhijrah dan aktif mengikuti kajian-kajian seperti saat ini. 

Beberapa kali aku berpacaran dan itu kulakukan sejak masih SMA, dan terakhir aku berpacaran adalah saat aku kuliah semester dua, aku menjalin hubungan dengan seorang lelaki yang seangkatan denganku namun beda fakultas. Karena beberapa hal yang aku dan dia tidak cocok lalu kami pun memutuskan hubungan kami beberapa bulan kemudian.

Dari kandasnya hubungan kami itulah, aku memutuskan untuk rehat sejenak dari urusan percintaan. Aku memutuskan untuk memperbaiki diriku lebih dahulu. Mungkin ada yang salah dengan apa yang telah kuperbuat selama ini, pikirku kala itu. 

Dengan jalan hijrah, aku perlahan mulai merubah sikap maupun cara berpakaianku. Aku yang dulu begitu dekat dan memiliki beberapa teman cowok, perlahan-lahan mulai jaga jarak dengan mereka.

Dulu yang aku berhijab namun masih memakai celana jeans ketat, perlahan kugantikan dengan sebuah gamis panjang yang tidak membentuk lekuk tubuhku. Bahkan saat ini aku pun telah mantab memutuskan bercadar untuk menjaga pandangan ikhwan yang terkadang suka curi-curi pandang ke wajahku.

Awalnya, jelas orang tuaku menentang perubahan yang cukup drastis ini. Wajar saja, mereka takut aku ikut aliran macam-macam saat memutuskan bercadar.  Tetapi setelah kujelaskan, barulah mereka memahami dan akhirnya mendukungku untuk berhijrah. 

Lagi pula basic kedua orang tuaku juga dari golongan keluarga religius, pasti mereka bisa mengerti dengan keputusanku mengenakan cadar.

Hingga di usiaku yang sudah menginjak 21 tahun ini, aku terus sibuk memperdalam ilmu agama dan istiqomah dalam menjaga diri, sampai-sampai aku tidak sempat memikirkan ikhwan yang akan menjadi suamiku kelak. 

Walau banyak yang mengajukan Curriculum Vitae atau biodata kepadaku untuk mengajak taaruf, tetapi selalu aku tolak dengan halus. Bukannya sombong, aku hanya belum berniat menikah dulu hingga aku menuntaskan kuliahku.

Namun di antara ikhwan-ikhwan yang mengajukan CV kepadaku. Ada satu ikhwan yang menarik perhatianku.

Namanya Arman. Dia ikhwan yang cukup tampan menurutku. Beberapa kali aku juga melihatnya menghadiri beberapa kajian yang diselenggarakan di kotaku. Tetapi aku masih mencoba teguh pada pendirianku untuk tidak bertaaruf terlebih dahulu saat ini hingga aku menyelesaikan kuliah. 

Aku hanya berdoa, jika memang ia jodohku, maka pasti kami akan disatukan diwaktu yang tepat.

“Ada pertanyaan lagi? Jika tidak ada akan ana akhiri pertemuan kali ini...” tambah Ustadzah Jihan mengejutkan lamunanku.

“Ustadzah.. Afwan.. Ana beberapa kali menolak CV dari ikhwan yang mengajak taaruf dengan alasan ingin menyelesaikan kuliah terlebih dahulu. Namun sebenarnya kalau boleh jujur, ada 1 ikhwan yang menarik perhatian ana. Bagaimana ana harus bersikap Ust?” tanyaku sekaligus curhat.

“Anti terima dulu CV ikhwan yang anti sreg dan yakin dia akan menjadi imam yang terbaik bagi anti. Berproses ta'aruf lah jika anti ingin menikah dengannya. Anti bisa jajaki dulu ikhwan tersebut bagaimana. Saat taaruf itulah anti bisa tahu apakah anti merasa cocok atau tidak dengannya. Kalau menurut ana tidak ada masalah menikah walau masih kuliah. Itu kalau menurut ana loh anti. Hehehe.... Tapi kalau anti ada pertimbangan lain ya silakan dipikirkan baik-baik”

“Begitu ya ustadzah.. Syukron atas jawabannya Ustadzah....” jawabku sambil menganggukkan kepala.

Beberapa poin memang aku setuju dengan pendapat Ustadzah Jihan. Tetapi tetap saja ada yang mengganjal dalam benakku. Aku takut akan susah fokus jika menikah dalam kondisi belum tamat kuliah. 

Apalagi jika tiba saatnya aku diberikan buah hati hasil dari pernikahanku dengan Mas Arman, tentu kuliahku akan semakin terbengkalai. Jadi mungkin aku akan membuka sedikit kesempatan kepada Mas Arman sekaligus menceritakan kepadanya aku akan fokus kuliah dulu sebelum menikah.

Jadi keputusan nanti ada ditangannya. Mau menungguku selesai kuliah, atau mencari calon istri yang lain.

“Sudah ya? Ana akhiri kajian kali ini karena hari sudah malam... Jadi demikian kajian kali ini ana akhiri... Wassalamu’alaikum wr wb....” Ustadzah Jihan mengakhiri kajian malam ini.

Kulihat jam di tanganku, tanpa terasa sudah pukul 21.20. Sungguh mengikuti kajian Ustadzah Jihan benar-benar tidak terasa waktu cepat berlalu.

Pembahasan kajiannya selalu tentang generasi muda yang selalu mengena. Tidak salah setiap kajian yang diisi Ustadzah Jihan selalu ramai.

Setelah membereskan semua barang-barangku, Aku pun berjalan perlahan menuju tempat parkiran motor sambil mengingat di sisi mana motorku parkirkan. Suasana gelap parkiran motor sedikit menyulitkanku untuk menemukan posisi motorku berada saat ini. 

Aku menoleh ke kiri dan kekanan, mencari-cari sepeda motor matic berwarna hitam yang biasa kupakai menemani di segala aktivitasku sehari-hari.

“Ukhti Ariefna!!!”

Tiba-tiba kudengar suara seseorang memanggilku.

Terpopuler

Comments

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

awal yg bagus,,, lanjuuuuttt Thor 🥰

2025-01-12

0

Heri Wibowo

Heri Wibowo

ikut gabung kak.

2025-01-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!